Bunda Felicia tersenyum mendengar ucapan yang dilontarkan oleh putranya, tapi itu hanya sesaat kemudian dia sedih kembali setelah mengingat nasib putra dan menantunya yang nyaris berpisah akibat adanya orang ketiga.
"Kebetulan sekali waktunya pas Nak jadi, kau bisa video call dengan Bunda dan melihat istrimu," sahut bunda yang mengubah mode panggilannya menjadi video call.
"Di mana Istriku, Bunda?" tanya Daffa dengan tidak sabarannya.
"Bunda bicara dengan siapa? kenapa aku mendengar suara mas Daffa, Bunda?" tanya Meisya.
"Tidak ada Nak, tapi apa Mei mau bunda telfon suamimu itu sayang? Bunda bisa menelepon Daffa jika Mei merindukannya, atau kau mau meneleponnya sendiri!" sahut bunda Felicia, dia mengalihkan perhatian menantunya itu dengan bertanya lagi tentang putranya, tetapi dengan kamera belakang yang mengarah kepada menantunya.
"Hah ... Mei tidak mau meneleponya Bunda, kenapa tidak dia saja yang menelepon? kenapa harus Mei yang lebih dulu meneleponnya?" ucap meisya yang kembali bertanya kepada sang bunda.
"Sayang, bukankah setiap malam suamimu menelepon dan ingin bicara deganmu, tetapi kau tetap tidak mau mengangkatnya coba Bunda tanya apa yang Mei inginkan sebenarnya? tegur bunda Feliicia.
"Maafkan Mei, Bunda, sebenarnya aku juga bingung dengan diriku sendiri, aku sangat merindukan Mas Daffa, Bunda, tetapi ketika Mas Daffa sudah menelepon aku marah dan sangat tidak senang, bahkan aku sangat membencinya namun ketika Mas Daffa tidak ada aku malah mencarinya," ungkap Meisya.
"Itu hal yang biasa sayang, mungkin kau masih kesal pada suamimu itu makanya ketika meliihatnya kau sangat tidak senang, ya sudah dari pada kita memikirkan orang yang tidak ada lebih kita bersenang-senang dengan cara kita sendiri, bagaimana sayang? apa kau setuju dengan usul yang Bunda katakan tadi?" papar bunda Felicia.
"Aku mau Bunda, tapi apa yang bisa kita lakukan?" tanya Meisya.
"Bunda akan membawamu shopping sayang, apa Mei mau?" usul bunda Felicia yang langsung meletakkan handphonena di atas meja dan menggandeng tangan menantunya keluar rumah, sedangkan Daffa yang masih fokus memandang wajah istrinya terkejut ketika melihat layar handphonenya yang tiba-tiba gelap.
"Halo Bunda ... Bunda, apa yang terjadi? kenapa layarnya gelap? aah, Bunda kebiasaan kalau sedang asik lupa jika tadi sedang video call padaku, sudahlah biarkan saja Bunda dan istriku bersenang-senang," gerutu Daffa, kemudian dia berjalan keluar kantor untuk menjemput istri mudanya, sebab asistennya mengatakan kalau dia sudah menemukan sebuah rumah yang cocok untuk istri muda atasannya itu.
Daffa mengendarai mobilnya dengan santai dan tiga puluh menit kemudian dia sudah sampai di salah satu rumahnya yang sementara Jeslin tinggali.
"Selamat datang Tuan Daffa, bibik senang bisa melihat tuan lagi, bagaimana keadaan tuan Daffa? sudah lama Bibik tidak melihat Tuan, dan seingat Bibik terakhir lagi Tuan datang itu ketika menikah dengan nona Jeslin," ucap sang pembantu yang memang sudah menganggap Daffa seperti putranya sendiri, dan Daffa juga tidak pernah marah pada pembantunya yang sudah berumur setengah abad itu.
"Aku hanya sedang sibuk bekerja saja Bik, oh iya di mana dia? dan apa yang dia lakukan?" sahut Daffa yang langsung menanyakan istri mudanya itu.
"Nona sedang ada di kamarnya Tuan, baru saja masuk setelah makan camilan buah tadi," kata pembantunya sambil menunjuk ke arah kamar yang telah dipakai oleh Jeslin.
"Baiklah Bik, aku ke atas dulu dan Bibik bersiap-siaplah ikut, karena kita akan pindah rumah," pinta Daffa, kemdian dia melangkah ke atas dan masuk ke kamar yang digunakan oleh istri mudanya.
Ceklek
Daffa membuka pintu kamar itu tanpa mengetuknya terlebih dahulu, dan Jeslin sempat terkejut karena ada yang masuk ke dalam kamarnya tanpa mengetuk pintu, tetapi ketika melihat yang datang itu suaminya dengan sangat senang Jeslin langsung merubah mimik wajahnya.
"Mas Daffa sudah datang, aku senang sekali akhirnya Mas Daffa bisa mengunjungiku, ayo duduk Mas, aku akan buatkan minuman hangat untuk Mas Daffa dan juga akan aku bawakan camilannya sekalian, Mas Daffa duduk aja dulu di sini karena aku tidak akan lama tunggu sebentar ya Mas," ucap Jeslin, dia secara spontan memeluk Daffa dan mengandengnya lalu menyuruhnya duduk di sofa kamar setelah itu dia melangkah menjauh untuk membuatkan Daffa minuman dan camilannya.
"Tidak perlu aku datang bukan untuk minum, tetapi aku datang untuk mengatakan sesuatu padamu," cegah Daffa ketika Jeslin sudah membuka pintu kamarnya.
"Tidak apa-apa Mas, aku senang melakukannya dan Mas Daffa juga tidak perlu sungkan begitu padaku jadi, Mas Daffa tunggu saja sebentar ya karena aku juga tidak akan lama," putus Jeslin yang berjalan meninggalkan kamarnya menuju ke dapur dan lima belas menit kemudian dia sudah kembali lagi dengan nampan yang berisi minuman dan juga camilannya.
"Silahkan Mas diminum dan ini camilannya sekalian Mas Daffa makan juga ya, aku sengaja buatkan camilan ini khusus untuk Mas Daffa dan camilan ini juga berkhasiat untuk menguatkan stamina yang lelah setelah bekerja seharian di kantor seperti yang Mas Daffa lakukan ini," terang Jeslin yang meletakkan minuman dan camilannya di dekat sang suami
"Kau jangan sok perhatian padaku, karena aku tetap tidak akan bersikap baik padamu, dan aku juga ke sini hanya akan membawamu pindah ke rumah yang sudah aku belikan untukmu," ketus Daffa, dia memalingkan wajahnya agar tidak memandang Jeslin karena dia sangat tidak menyukai wanita yang ada dihadapannya itu.
"Kenapa harus pindah Mas? aku sudah nyaman dengan rumah ini dan aku juga betah kok tinggal di sini bersama para pembanttu yang lain," sahut Jeslin sambil memandang wajah Daffa yang tidak mau memandangnya sama sekali.
"Rumah ini tidak pantas untuk orang sepertimu, makanya aku mau membawamu pulang ke rumah baru itu, ya sudah segera turun ke bawah, karena aku tidak punya waktu meladeni semua perkataanmu itu," bentak Daffa, dia lalu turun ke bawah menunggu Jeslin di ruang tamu, sedangkan Jeslin yang dibentak oleh suaminya itu sangat terkejut sampai air matanya jatuh tak terbendung lagi.
Jeslin mengemasi barang-barangnya dengan berurai air mata, dan dia tidak dapat melakukan apapun karena menikah dengan Daffa adalah pilihannya sendiri, setelah beberapa menit Jeslin keluar kamar dengan menggeret sebuah koper besar dan untung saja di depan pintu kamarnya sudah ada pak sopir yang membantu membawa kopernya.
"Kau ini lama sekali sih, apa tidak bisa lebih cepat? kenapa tidak minta bantuan bibik saja mengemasi barangmu itu? agar bisa lebih cepat selesai bukankah aku tadi sudah mengatakan tidak bisa lama-lama bersamamu," geram Daffa yang melihat Jeslin baru saja turun ke bawah menemuinya.