POV Darwin melanjutkan adegan kemarin.
di dalam rumah Darwin yang mewah, kediaman Darmono yang sepi.
"Kenapa rumahmu sepi sekali?" Ruth meraih sebotol minuman kaleng dari kulkas dan mendaratkan diri di bar kecil dapur rumah ku, aku ikut mendaratkan kursi di sebelah Ruth, dia terlihat nyaman dan itu membuat aku ikut merasa nyaman. Ruth gadis yang pandai beradaptasi itulah mengapa aku selalu merasa nyaman di dekatnya.
Setelah menikmati minuman dan camilan, kami memutar mutar posisi duduk hanya untuk melepaskan kecanggungan, kursi bar sangat asik untuk dimainkan.
"Aku tidak melihat orangtuamu." Matanya yang indah menatap seisi ruangan yang terasa kosong, hanya ada kami berdua, orang tuaku tak percaya pada pelayan yang stay di rumah, Mereka membayar pelayan lepas atau menghubungi nomor penyedia jasa per jam.
Ah, aku kurang suka membahas orang tuaku tapi Ruth yang bertanya dan aku akan menjawab.
"Orang tuaku sangat sibuk." Jawabku singkat dan aku yakin dia bisa melihat ekspresi wajahku yang berubah murung.
Ratih menyeruput minumannya lagi, membiarkan kaleng menutup setengah wajahnya, dia sangat cantik seperti artis iklan minuman kaleng di tv, aku mendengar suaranya renyah dan hangat dan dia bertanya tanpa menurunkan minumannya.
"Apakah kamu sering merasa kesepian karena sendirian di rumah?"
Aku tak bisa menyangkal pertanyaan Ruth. Tentu saja aku kesepian dan aku sangat senang dia disini bersama denganku, rumah ini jadi sedikit hidup.
"Ya. Aku anak tunggal tinggal di rumah dengan lahan hampir mencapai 3 hektar, aku menghabiskan waktu di lantai atas, bermain game online, latihan fisik atau sekedar mencoba lap mini golf disana. Tapi semua itu tidak begitu menyenangkan kalau dikerjakan sendirian." Aku tersenyum tipis sambil membalas tatapannya yang terasa dalam hingga membuat hatiku bergetar.
Dia terdiam tak langsung merespon ucapanku dan itu membuat aku kikuk, apakah perkataan ku terlalu jujur dan membosankan, aku takut dia tak nyaman. Aku harus memiliki topik obrolan lain pikirku.
Pakain Ruth basah karena dia tak langsung mengganti pakaiannya, tetesan air di lantai mencuri perhatianku, apalagi kakinya yang berayun di bawah kursi, kaki jenjang mulus itu membuat aku tak sadar menelan ludah.
"Eh, apakah kamu tidak ingin mengganti pakaian, kan dingin." Ujarku menatap kimono handuk Ruth yang mulai basah karena dipakai melapisi pakaian basahnya.
Dia masih dengan kimono handuk sementara aku sudah berganti pakain dan pilihanku adalah kaos dan celana training casual.
Ruth menggendikka. Pundaknya pelan. "Dingin sih." Katanya dengan mimik wajah menggemaskan. "Ah tapi." Ucapannya terdengar ragu dan aku memasang perhatian ekstra.
"Tapi, aku lupa membawa salin. Aku pikir aku sudah membawa semuanya tapi sepertinya pakaianku tertinggal di rumah." Ah, aku baru mengerti mengapa dia tak mengganti pakaiannya sejak tadi, aku menyesal karena tak begitu mengerti dengan gelagat Ruth.
Aku bisa melihat pipinya menggembung yang putih mulus seperti mochi sedikit merona merah, dia menatap ke arahku dengan sorot mata dalam. "Aku pasti tampak konyol dan ceroboh." Ujarnya malu. Tapi tingkahnya yang menggemaskan malah membuat aku tertawa dan itu membuat dia cemberut.
"Ah, kamu pasti mengejek aku." Suaranya merengek sangat membuai telingaku.
Aku turun dari kursi dan mengambil tangannya, dia memberontak karena masih kesal aku menertawainya, dia melipat tangan di dada lalu memutar kursi, memberikan aku punggungnya.
Aku sangat terhibur dengan tingkahnya. "Kamu bisa pakai bajuku. Aku memiliki beberapa pakaian yang bisa kamu pakai. Ayo ikut denganku." Ujarku menawarkan solusi dan mengajak Ruth untuk meninggalkan bar, kamu menaiki anak tangga menuju ke kamarku.
Sebelumnya tak ada yang mengganggu pikiran ku, aku sepertinya lupa jika Ruth tak sama dengan teman lelaki ku jaman SMP, dia melangkahkan kaki ragu ragu mengikuti ku yang lebih dulu memasuki kamar, matanya menyapu ruangan.
"Ah, sorry, kamar anak laki-laki selalu berantakan." Ujarku sambil menjulurkan lidah, dia menatap ke sekeliling lalu berhenti di wajahku.
"Segera dirapikan!" ujarku seraya cepat meraih baju yang berserakan di atas ranjang, aku juga berusaha mengambil banyak buku bertebaran di lantai dan Ruth masih setia menunggu aku yang membereskan semua hal disini, setelah selesai aku melemparkan senyuman kecil ke arah Ruth, dia membalas perlahan mengembangkan bibir mungilnya, ah bibir yang kunikmati di kolam tadi.
"Kamu sepertinya tak pernah merapikan kamarmu." Apakah itu ejekan? Aku menoleh, melihat hasil pekerjaanku, semua barang aku tumpuk di sudut ruangan, sepertinya itu bukanlah pekerjaan yang bagus.
Ketika aku ingin mengulangi pekerjaanku, Ruth mengambil lenganku. "Sudahlah, kamu bisa menyuruh pelayanmu." Katanya dan aku setuju.
"Pelayan akan datang sore hari." Kataku.
Wajahnya tampak tenang lalu dia tersenyum tipis, dia melepaskan tanganku, suaranya terdengar pelan saat dia mengatakan. "Jadi hanya ada kita berdua?"
Aku tak perlu berpikir untuk mengiyakan.
Jika sedang berdua seperti ini yang ketiga adalah setan, begitu kata orang kolot zaman dahulu, dan sepertinya itu masih terus berlaku. Gadis di depan ku itu melangkah pelan menangkap tubuhku, kamu memang berdiri sangat dekat dan karena tinggi kami yang sejajar membuat badan yang menempel tepat sasaran, gunungnya bertemu dadaku, dan aku merasakan itu di bawah sana, adik kecilku langsung merespon, aku mendesis kesil dengan wajah panas. sesuatu bergejolak dalam diriku, tak tahan lagi, tak bisa ditahan lagi.
Pertama kali dalam hidup ku, dan pertama kali juga untuk dia, saat itu aku masih kelas satu sekolah menengah atas, dan Ruth dua tahun di atasku, dia adalah seniorku di sekolah, mungkin itulah kenapa tingkah nya lebih pengalaman dari ku, tubuh ku seolah dituntun perlahan oleh tangannya, perlahan namun pasti.
Tangannya meminta telapak ku untuk menyusup di balik kimono handuk yang dia kenakan, menelusuri kulit halus hingga menyentuh dua buah bentuk kenyal di dadanya, gadis itu melenguh di telinga ku membuat dada ku berdebar hebat, aku hanya bisa menggigit bibir saat telapak nya ikut menelusuri lekuk tubuhku dan mengelus pelan juniorku yang sudah siaga meski masih beralas pakaian lengkap, aku sudah diambang batas.
Ruth tersenyum malu malu menanti adegan selanjutnya dengan wajah menggoda dan penuh gairah, tangannya meraih leher kaos ku dan menarik paksa hingga kami terjatuh saling menimpa di atas ranjang ku. Oh my God! lalu apa yang harus aku lakukan. ayolah Darwin berpikir cepat, berpikirlah! bukankah banyak video yang sering aku tonton! ayolah.
Tanganku terangkat gemetar. mataku terpejam antara takut, ragu tapi sangat penasaran. Sepertinya Ruth paham itu. diantara bibir kami yang berebut hebat, tangannya meraih telapakku, menuntun ke arah pribadi miliknya. Basah, hangat dan menggetarkan. Dadaku bergemuruh hebat, seakan sedang menikmati wahana histeria dengan ketinggian langit. Rasanya tak terkira. Tak perlu ku jelaskan, kalian mungkin sudah tahu rasanya. Rasa yang sungguh tak bisa ku ceritakan detail. Nikmat!
Kenikmatan pertama kali yang tak bisa aku lupakan. Suaranya, desahannya dan noda di sprei ku.