webnovel

BP 9

Pengakuan Aldrich membuat jantung Allcia berdetak seribu kali lebih kencang. Bagaimana tidak? Pria yang mustahil di dapatkan nya dan bahkan tidak akan mungkin, sekarang tengah berdiri di depan nya, menggenggam tangan nya dan mengungkapkan perasaan nya seolah tidak ada beban sama sekali dalam setiap perkataan nya.

"Al, aku hanya. Bukan kah kedua orang tua mu membenci ku"

Aldrich menghela nafas panjang, Ayah nya memang sudah tidak mempermasalahkan hal ini, tetapi bunda nya? Tentu saja dia masih membenci Allcia. Namun Aldrich bersikeras mengajak Allcia ke mansion untuk kembali berbicara baik - baik dengan orang tua terutama Bundanya.

"Ikut aku, kita pulang ke mansion sekarang"

Aldrich menarik lembut tangan Allcia, namun si empu nya masih tak bergeming dan hanya diam di tempat nya.

"What's wrong with you Allcia? We go home now. Kita bicarakan semua baik - baik, aku tidak ingin lagi kehilangan hal berharga untuk kedua kalinya dalam hidupku"

"Aku takut Aldrich"

Aldrich berbalik dan menatap dalam kedalam manik coklat milik Allcia,

"It's okay sweetheart, please! "

Allcia pun menyerah, dia lebih memilih mengikuti Aldrich. Karena bagaimana pun dia masih sangat mencintai lelaki kejam itu.

Selama dalam perjalanan Aldrich tidak melepas genggaman tangan nya pada Allcia, hal itu sedikit membuat hati kecil Allcia merasa senang. Dia merasa sangat di cintai jika seperti ini.

"Eumm Aldrich "

Aldrich menolehkan kepala nya, dan tersenyum sangat manis. Hal itu membuat wajah Allcia merona merah, selama ini dia tidak pernah melihat senyum Aldrich, dan benar dugaan nya. Pria ini lima kali lipat jauh lebih tampan dan berkharisma ketika tersenyum.

"Hey kenapa wajahmu memerah seperti itu? "

Allcia menutup wajahnya dengan kedua tangan nya, Aldrich 100% berbeda dari sebelumnya.

"Apakah lelaki ini hilang ingatan? Kenapa dia sangat manis sekali"

"Aku memang manis dan tampan tentunya tapi tidak usah menatap ku seperti itu, kau tampak sangat menggemaskan Sayang"

Allcia merasakan ribuan kupu - kupu berterbangan dalam perutnya,

"Kau bisa membaca pikiran ku ya? "

"Hahahaha apa kau baru saja berfikir aku manis dan tampan ?"

Allcia membekap mulut nya, dia merutuki kebodohan nya yang secara tidak langsung mengungkapkan bahwa dia tengah berfikir Aldrich manis.

"Tii..tidak itu tidak benar "

Aldrich tertawa keras, solah tiada beban dalam dirinya, Allcia terpana melihat lelaki tampan di samping nya. Tawanya membuat Allcia benar - benar ingin mengarungi nya.

"Rasanya aku sangat ingin mengarungi nya dan membawa nya pulang ke kontrak an sial" Allcia menepuk - nepuk kepala nya, hal itu tidak luput dari penglihatan Aldrich.

"Sudah selesai dengan imajinasi liar mu sayang? Jika sudah, turunlah kita sudah sampai"

Allcia menolehkan kepalanya, wajah nya kembali memerah. Karena malu dia langsung keluar begitu saja dari dalam mobil dan berlari keluar, Aldrich kembali terkekeh geli melihat kelakuan wanita nya yang sangat kekanak - kanakan. Ya sejak dia mengungkap kan perasaan nya pada Allcia, dia sudah mengklaim jika Allcia adalah miliknya.

Lelaki tampan itu mengejar Allcia dan menarik tangan gadis cantik itu,

"Momy di dalam, "

Mendengar penuturan Aldrich, Allcia berhenti di tempat nya, badan nya terasa panas dingin. Dia baru ingat bahwa tujuan nya kemari adalah menemui Mrs. Dellano.

Allcia menghela nafas panjang dan mengeratkan pegangan tangan nya di genggaman Aldrich,

"Calm down babe, it's okay"

Aldrich mengecup pelipis Allcia sekilas, hal itu membuat Allcia terkejut. Namun sedetik kemudian gadis itu tersenyum sangat manis, dia memantapkan hati nya untuk menemui bunda Aldrich.

Mereka berdua masuk ke dalam mansion dan dismbut oleh beberapa penjaga juga maid yang ada disana, sekilas Allcia melihat wanita paruh baya yang tengah membaca majalah di depan TV, wanita paruh baya yang sangat cantik, bahkan dia terlihat seperti wanita berusia 30 tahunan.

Aldrich berdehem pelan kemudian memanggil momy nya.

"Mom"

Laurel menolehkan kepala nya, dia tersenyum manis namun sedetik kemudian raut wajah nya berubah datar. Allcia mencengkram kuat genggaman nya pada tangan Aldrich, Aldrich membawa nya kedepan Laurel dan duduk tepat di hadapan wanita paruh baya tersebut.

"Langsung to the point sweetheart kenapa kau membawa gadis ini kemari ?" Tenang namun cukup membuat nyali Allcia menciut, Laurel persis seperti Aldrich tenang namun mematikan.

"Mom, please"

Laurel terlihat menghela nafas, dia memandang lekat kepada Allcia, "apa kau kemari untuk kembali membuat ulah nak?"

Allcia terperanjat, dia langsung menggelengkan kepalanya. "Itu tidak benar nyonya, saya disini karena-"

"Tidak, tidak. Jangan memanggilku nyonya, kau bukan pelayan. Panggil aku momy"

Aldrich dan Allcia sama - sama terkejut mendengar perkataan yang keluar dari mulut Laurel, apakah wanita paruh baya itu sudah tidak marah? Melihat ekspresi kedua nya, Laurel terkekeh geli.

"Aku tidak akan membenci wanita yang sudah membuat kedua anakku kalang kabut karena terlalu mencintai mu, aku tau mereka adalah laki - laki yang sulit di taklukan. Terlebih masalah percintaan, namun kedatangan mu membuat mereka seolah melakukan apapun untuk mendapatkan mu, bahkan mereka melakukan perang saudara. Dan yang lebih membuatku senang, kau bisa meluluhkan hati Aldrich, Aldrich yang benar - benar dingin tak tersentuh. Kau tau Allcia, aku sudah hampir gila karena mencarikan jodoh untuk Putra sulungku, tapi hasilnya dia selalu menolak nya. " Laurel menjeda ucapan nya kemudia memandang lekat Allcia.

"Begitu melihat dia begitu menginginkan mu, hingga melakukan kekerasan terhadapmu. Aku tau sebenarnya dia menginginkan mu, tapi dia belum menyadari hal itu. Maka dari itu aku melakukan hal yang seharusnya tidak kulakukan. Maafkan momy Allcia, tidak seharusnya mom melakukan hal itu kemarin, pasti hal itu membuat mu sakit"

Allcia tersenyum manis, "tidak m..mom, itu tidak benar, aku pantas mendapatkan nya"

Aldrich tersenyum puas, dia menarik Allcia ke dalam pelukan nya dan memeluk gadis itu dengan erat. "Akhirnya, aku bisa memilikimu seutuhnya nya" Allcia memukul pelan dada bidang Aldrich, tanpa di dua Aldrich menarik dagu Allcia dan mengecup bibir merah miliknya.

Laurel pun melempar koran tepat di kepala Aldrich, "Astaga Aldrich!! Tidak sopan"

Allcia merunduk malu, sedangkan Aldrich tertawa kencang. Dia sangat bahagia hari ini.

"Apa aku melewatkan satu hal?"

Mereka menolehkan kepala nya, dan tersenyum senang, Laurel langsung bangkit dan memeluk lelaki itu, namun tidak dengan Allcia. Dia mematung di tempatnya, ada bagian dalam dirinya mengatakan bahwa senyum lelaki itu palsu.

"Semoga setelah ini kau selalu bahagia Allcia, "

"Tidak, dia tidak baik - baik saja. Tatapan mata nya menyiratkan luka yang teramat dalam"

●●●●●