Aku berlari menyusuri jalan menuju ruanganku, aku tak perduli tatapan orang- orang yang melihatku, yang terpenting saat ini adalah aku sampai ruanganku, sebelum CEO yang baru sampai.
ahh bagaimana tidak aku bangun kesiangan, karena tepat tengah malam aku baru sampai di bandar udara Amsterdam, ya disinilah sebenarnya aku tinggal. Di Belanda, negara kincir angin yang terkenal karena indahnya taman bunga yang berwarna warni. Tapi tunggu kita jangan bahas tentang negaraku dulu aku harus secepatnya sampai ke ruanganku.
Brrrruuuuakkkkk!!
"Aww!!" Pekikku! Aku terjerebab ke lantai, isi tas ku berserakan.
"Oh shit!." Ucapku sedikit kesal.
"Dasar bodoh! Hei nona, apa saat kau berjalan kau tak pakai matamu itu?"
Tanya laki laki yang kutabrak tadi, mengapa dia marah-marah, padahal aku kan yang jatuh.
Dan apa tadi yang dia katakan? Aku bodoh? Sial! Umpatku dalam hati.
"Oh maaf Tuan aku tak melihat dan aku sedang terburu-buru." ucapku dan bergegas membereskan barang-barangku yang berantakan, aku berdiri dan berlari kecil tanpa melihat siapa yang kutabrak tadi, lalu memasuki lift khusus para pegawai.
tak kuhiraukan teriakan laki-laki itu, aku cukup kesal dengan kata-katanya. Sombong sekali dia, memang dia pikir dia siapa.
Ramelson memperhatikan wanita yang menabraknya tadi, dia sedang terburu buru memasuki lift karyawan, ramelson sedikit terkejut karena mendengar suara perempuan itu, suara yang mempunyai memori cukup dalam di kehidupan Ramelson,
"Tuan Ramelson? Mari kita masuk kedalam" ucap seorang perempuan yang sedari tadi berdiri disamping Ramelson.
"Ya baiklah" jawabnya singkat.
Ramelson memasuki lift khusus para petinggi perusahaan ini, ini adalah perusahaan utama yang didirikan oleh papahnya, tapi sekarang beliau memberikan tanggung jawab itu kepada Ramelson, karena beliau telah menginginkan masa tuanya untuk bersama istrinya tercinta.
Ramelson tak pernah menginjakan kakinya di perusahaan ini, ia sudah lama tinggal di paris, dan mengurus bisnisnya disana. Tapi keinginan orangtuanya adalah perintah mutlak yang tak pernah ia bantah.
Ting!
Bunyi pintu lift terbuka, Ramelson melangkahkan kakinya keluar dari lift tersebut, didepannya sudah berdiri beberapa karyawan khusus yang menyambutnya, mereka memberikan tatapan yang bermacam-macam, Ramelson tak mau memikirkan tatapan itu, ia tetap berjalan angkuh dan berdiri di tengan-tengan mereka.
"apakah benar itu dia CEO baru kita?". Tanya seorang pegawai wanita kepada teman yang ada disampingnya.
" ya sepertinya begitu" jawab temannya.
"Oh tuhan ada apa ini mengapa tampilannya kuno sekali?" Ucap pegawai lainya.
" Ya benar berbeda sekali dengan Tuan Gornio, apa benar dia anak pertamanya? Aku tak yakin" timpal pegawai lainya.
Ramelson hanya tersenyum miris mendengar bisikan-bisikan yang terlontar dari mulut para pegawainya itu, sepertinya ia sudah tau hal pertama apa yang harus dilakukan dikantornya ini.
Ya membersihkan hama yang tidak tau sopan santun seperti mereka, Ramelson memang tak seperti CEO kebanyakan diluaran sana, penampilannya seperti anak culun dengan kacamata besar dan rambut tipis yang disisir rapih hingga klimis serta pakaian kantor yang kebesaran dan tas ransel berwarna biru di punggungnya.
"Selamat pagi Tuan, selamat datang di perusahaan utama ETC " ucap seorang pegawai perempuan dengan senyum yang mengembang.
" Ya selamat pagi" ucapnya datar.
Ramelson sadar bahwa perempuan itu adalah perempuan yang menabraknya tadi, Ramel sedikit menyipitkan matanya, perempuan dengan muka polosnya. Yang tak menyadari bahwa ia sudah menabrak Ramelson.
"Mari Tuan saya antar anda keruangan anda" ucapnya masih dengan senyum yang mengembang.
Ramelson mengikuti dia entah sebagai apa dia disini, yang ia tau dia mengantarkan Ramelson
sampai di depan ruangan dengan pintu yang lebih besar dari yang lainnya, dia menekan knop pintu dan membukanya lalu mempersilahkan Ramelson untuk masuk duluan.
Reista memberikan jalan masuk untuk laki-laki itu yang sudah menjadi CEO barunya, saat ini Reista cukup terkejut saat melihat penampilannya, yang sedikit berbeda.
"Tuan perkenalkan saya Reista Anyelir Wiltson, saya sekertaris utama di perusahaan ini" ucap reista tulus dengan senyum yang mengembang.
"Ya saya Ramelson Ettrama, dan disebelah saya sekertaris pribadi saya Susliana demantri." Ucap Ramel singkat.
Reista melirik ke arah perempuan yang Ramelson sebut sebagai sekertaris pribadi. Perempuan itu tersenyum kearah Reista, wajahnya terlihat sangat cantik.
" Baiklah tuan Ramelson, ini beberapa berkas yang harus anda pelajari tentang para pemegang saham yang ada di negara ini, dan ini jadwal anda pada hari ini, satu jam lagi kita akan mengadakan rapat dengan para pemegang saham, untuk penyambutan kedatangan anda kemari" ucap Reista padanya.
"Iya baiklah, terimakasih kau boleh pergi untuk menyelesaikan pekerjaanmu" timpalnya pada reista.
"Baiklah saya permisi tuan, jika anda membutuhkan saya. Ruangan saya ada disamping ruangan anda" ucap reista padanya.
Reista keluar dari ruangan CEO barunya dan berjalan kearah ruanganya sendiri, ia sedikit bernafas lega karena ia tak terlambat menyambut Tuan Ramelson. Karena ia sudah diberikan tanggung jawab oleh Tuan Gornio, untuk mengurus segalanya selama Ramelson menjabat di perusahaan ini.
Reista sedikit mendengus, melihat meja kerjanya yang sedikit berantakan. Pekerjaanya akan sangat banyak hari ini. Belum lagi ia harus selalu ada saat tuan Ramelson membutuhkannya, Reista duduk di meja kerjanya dan mulai menekuni setiap pekerjaan yang harus selesai hari ini.
Dipikirannya ia sedikit bertanya-tanya tentang penampilan CEO barunya itu, setau Reista ia pernah melihat Fhoto anak Tuan Gornio itu sangat tampan dan sedikit angkuh tentunya. Tapi tidak seperti saat ini, apa Tuan Ramelson tidak malu dibicarakan oleh seluruh karyawan perusahaan ini?.
Reista sempat mendengar bisikan-bisikan para karyawan songong itu saat penyambutan Tuan Ramelson tadi, untungnya ia bisa menahan diri untuk tidak terlalu mempertanyakan hal itu langsung pada Tuan Ramelson.
Kring..
Kring..
Reista menengok ke sumber telepon yang ada disampingnya dan dengan cepat mengangkatnya.
"ada yang bisa saya bantu Tuan Ramelson?."
"saya ingin kamu memberitahu kepada HRD untuk mencari beberapa karyawan baru, untuk mengisi beberapa meja para petinggi. Dan saya menginginkan karyawan yang memiliki rasa sopan santun serta loyalitas yang tinggi terhadap perusahaan".
"memang ada apa dengan karyawan yang lama Tuan?".
Tuttt..
Tutt…
Telepon itu mati, dan Reista hanya terdiam melihat Telepon itu dengan pandangan ngeri, bagaimana tidak. Ia tau betul maksud dari Tuan Ramelson, pasti ini karena mulut-mulut karyawan tadi yang tak sayang dengan posisinya.
Reista buru-buru bangkit dari duduknya dan berlalu keruangan HRD, ia tak mau sampai jabatannya juga terancam jika terlalu lama menyampaikan pesan ini.
sesampainya ia diruangan HRD, ia menyampaikan maksud dan tujuan serta menyuruh kepala bagian HRD untuk secepat mungkin mencari pengganti. untung saja HRD itu mengerti dan ia tidak menjadi salah satu orang yang membicarakan Tuan Ramelson. kalau tidak, mungkin saja saat ini Reista yang menanggung tugas berat ini.
perusahaan sebesar ini pasti menyaring karyawannya dengan berbagai ketentuan dan persyaratan yang sangat sulit, dan dapat dipastikan seluruh staff Hrd akan lembur untuk mendapatkan karyawan secepat mungkin.
Reista kembali ke ruanganya, ia mulai menekuni kembali pekerjaannya. ia tidak mau sampai kursi kesayangannya ini harus dia relakan kepada orang lain. jika ia tak bekerja dengan baik dan benar.