webnovel

TERTANGKAP BASAH

Jamilah merasa sekujur tubuhnya dipenuhi oleh peluh dan hawa panas. Ia menarik selimut sebatas dada dan bibirnya menggeletuk.

Kejadian itu ditangkap oleh Jaka yang melintas di depan kamar Jamilah. Kebetulan pintunya setengah terbuka. Melihat keadaan ibunya membuat Jaka sontak berlari.

"Bu! Kenapa?" Jaka duduk di sisi ibunya.

Jaka pun memegang dahi Jamilah dan ia langsung menarik tangannya kembali saat merasakan hawa panas. Kalau sudah begini, tanpa Jamilah beritahu pun Jaka sudah mengerti jika penyakit ibunya kambuh lagi.

"Ibu mau dibawa ke rumah sakit?" tanya Jaka lembut.

Jamilah menggeleng. Wanita tua itu sadar akan keadaan mereka. Ia tak ingin kejadian kemarin terulang kembali, di mana Anggi harus mengorbankan uang hanya demi mertuanya.

"I- ibu dirawat di ru- rumah sa- ja," titah Jamilah.

Sebenarnya Jaka sangat ingin memberikan perawatan khusus untuk ibunya. Namun, apalah daya. Jaka juga menyadari bahwa dia tidak punya uang lebih.

"Ibu sudah makan?"

"Sudah,"

"Kalau gitu sebentar ya, Bu. Aku beli obat di warung dulu,"

Buru-buru Jaka ngacir ke warung untuk membelikan obat Jamilah. Beruntung karena uang yang diberi Anggi kemarin masih tersisa. Kalau tidak, maka Jaka akan sangat malu apabila harus meminta pada istrinya lagi.

Tak butuh waktu lama, Jaka pun sudah sampai lagi di rumahnya. Ternyata telah ada Anggi yang menemani Jamilah di kamar.

"Mas, ibu sakit lagi, ya?" tanya Anggi cemas.

"Iya, Sayang. Ini sudah Mas belikan obat. Tolong kamu ambilkan segelas air, ya,"

Tanpa menunggu lagi Anggi langsung menuruti permintaan suaminya. Keduanya membantu Jamilah untuk minum obat dan menemaninya hingga tertidur.

Jaka menarik Anggi dan membawanya ke teras rumah. Ada sesuatu yang harus ia sampaikan pada istrinya tersebut.

"Sayang, kalau kau yang bekerja dulu tidak apa-apa, kan? Maaf, ya. Mas harus jaga ibu, padahal niatnya Mas mau cari kerja hari ini,"

Anggi mengangguk paham. Bukan tanpa alasan Jaka melakukan hal tersebut. Akhirnya Anggi menjadi tulang punggung keluarga dan proses itu berjalan hingga tujuh hari.

***

"Aku mau yang ini, Mas." Dida menunjuk sebuah box bewarna merah.

Siang ini perempuan itu minta ditemani oleh suaminya berbelanja ke super market. Dida beruntung memiliki suami seperti Dodi, karena pria itu kerap menghabiskan waktu bersama dirinya. Dodi memiliki perkebunan kelapa sawit yang luas sehingga ia hanya meminta orang lain untuk mengurus segalanya.

"Ambil aja apa yang kamu mau," titah Dodi.

Dodi pun meninggalkan istrinya dengan berjalan ke lorong lain. Namun tanpa sengaja sepasang matanya melihat keramaian di ujung super market. Rasa penasaran menyambangi Dodi. Ia melangkahkan kaki ke sana.

"Ada apa?" tanyaya pada kerumunan orang tersebut.

"Ada orang pingsan, Pak," jawab pria berkaos biru.

Dodi langsung terpancing untuk melihat paras yang menjadi korban pingsan di super market. Tentu saja dada Dodi bergemuruh ketika mengetahui siapa yang terbaring lemah di sana.

"Astaga! Misri?" Dodi ikut menjatuhkan tubuhnya.

Misri dipangku oleh karyawan super market dalam keadaan mata tertutup. Wanita muda itu melepas Misri setelah kehadiran Dodi.

"Keluarga Bapak?" tanya karyawan tersebut.

"Iya. Biar saya yang membawanya pulang,"

Dodi sampai mengakui bahwa ia adalah bagian dari keluarga Misri agar diberi kemudahan. Satu dua orang mulai beranjak dan saat itulah Dodi membongkar isi tas Misri untuk mencari alamatnya di kartu identitas.

Dodi menggendong Misri ala brydal style dan memasukkannya ke dalam mobil. Hampir saja ia melupakan Dida yang masih anteng di super market. Dodi pun memutuskan untuk memanggil istirnya itu.

"Dida. Ayo, pergi!"

"Loh, kenapa, Mas?"

Perbedaan lorong membuat Dida tidak mengerti apa yang terjadi di sebelah meskipun dalam lokasi yang sama. Dia juga tidak melihat ketika suaminya membawa perempuan lain ke luar gedung.

"Kita harus antar temenku ke rumahnya. Tadi dia pingsan di sana," tunjuk Dodi pada barisan lain.

"Siapa, Mas?"

"Di dalam aja ceritanya,"

Dodi meletakkan seluruh barang belanjaan Dida di lantai dan menarik lengan wanita itu. Dida bertanya-tanya dalam benaknya.

"Ini siapa, Mas?" tanya Dida setelah mereka sampai di mobil.

"Kita harus ke jalan Mangga mengantar perempuan ini ke rumahnya. Dia teman SMA-ku,"

Dodi tak ingin berbohong perihal Misri, tapi Dida tidak boleh tahu jika suaminya pernah mencintai wanita itu dengan sangat.

Tidak disangka jika Dodi akan bertemu dengan Misri lagi. Sementara itu, Dida tak banyak bicara apalagi sampai menaruh curiga pada sang suami. Dia hanya bisu di tempat hingga mobil membawa mereka di sebuah komplek perumahan.

Dodi turun dari kendaraan dan bertanya pada satpam di sana. Kembali ia melaju seusai mendapatkan nomor rumah Misri.

Mobil berhenti di sebuah bangunan bewarna cokelat muda. Dodi memboyong tubuh Misri sementara Dida mengetuk pintu. Dida sama sekali tidak cemburu atas perlakuan suaminya. Bagi Dida, Dodi hanya sebatas membantu sesama manusia.

Tok! Tok! Tok!

"Permisi. Buka pintunya," teriak Dida.

Tak lama setelah itu, pintu terbuka dan menampilkan wajah manusia yang begitu familiar di mata Dodi dan Dida. Keduanya terkejut bahkan Dodi sampai menjatuhkan Misri dari gendongan.

BRUK!!!

Detik itu juga Misri terbangun.

"Anggi?" Dodi dan Dida berseru kompak.

Sebuah kejutan bagi Anggi. Sekujur tubuhnya sontak menggeletar dahsyat. Sesuatu apa yang membuatnya bertemu dengan Dodi dan Dida? Anggi merasa ingin cabut dari tempat, tapi orang tuanya sudah terlanjur melihat.

"Ini rumah suami kamu?" Dida ingat kalau Anggi pernah bercerita tentang rumah Jaka.

Di bawah sana, Misri berulang kali mengerjapkan mata. Ia memegang punggung serta kepalanya yang terbentur lantai. Samar-samar ia membidik wajah Dodi yang membentuk siluet.

"Akkkh!" Misri kesakitan.

"Oh, ya ampun!"

Secepat kilat Dodi menundukkan tubuhnya dan menolong Misri untuk berdiri. Merasa bersalah karena sudah menjatuhkan teman lamanya itu.

Dodi sempat mengira bahwa Misri adalah mertua Anggi makanya mereka bisa berada di satu rumah yang sama, tapi dia masih ingat betul kalau Misri mengatakan dia tidak memiliki anak. Dodi jadi heran. Apa yang membuat Anggi bisa berada di sini dan mengapa mereka saling mengenal?

Dodi dan Dida pun turut membantu Misri untuk duduk di sofanya. Sedangkan Anggi senantiasa membeku di tempat. Segala jenis bayangan buruk hadir di kepala. Ia begitu pasrah dengan hidupnya sekarang.

Seberes mengurus Misri, Dodi dan Dida menghampiri anak mereka. Misri pun sempat kaget karena ketiganya saling mengetahui.

"Anggi, kamu kenal Misri dari mana? Kamu sudah pulang dari Bali?" Pertanyaan Dodi mencekik putrinya.

"A- aku aku…"

Anggi menilik wajah pucat Misri. Ingin sekali ia memberi kode pada perempuan itu, tapi Misri tak akan paham. Terlebih sekarang dia sedang sakit kepala dan Anggi tidak tahu apa yang telah terjadi sebelumnya.

Saking penasarannya dan Anggi masih saja membisu, Dodi sampai berbalik badan menghadap Misri. Dia langsung bertanya pada wanita itu untuk memeroleh informasi.

"Misri, kamu kenal Anggi dari mana?"

Misri mendongak. Dengan tak berdosanya ia mengeluarkan sebuah kalimat yang begitu ditakuti oleh Anggi.

"Anggi itu asisten rumah tanggaku,"

"Asisten rumah tangga?"

Mulut Dodi dan Dida ternganga lebar. Keduanya langsung menilik Anggi memina penjelasan.

***

Bersambung