webnovel

Membujuk

"Jadi untuk apa kamu datang kesini?" tanya Tiara yang kini sudah mulai luluh dengan tubuh tegang menjadi melemah duduk di atas bebatuan besar di pinggiran danau bersama Candra.

"Tiara, kamu nggak sadar ya, kalau di sana ada orang yang menunggu kamu untuk datang?"

Tiara mengernyit aneh dengan ungkapan Candra yang sangat monoton.

"Maksud kamu apa sih Cand?"

"Beberapa hari yang lalu, Ibu kamu datang ke rumahku dan memohon kepadaku untuk mencarikan kamu. Katanya, Ridwan mencari kamu ke rumah. Bahkan, dia memohon untuk bertemu dengan kamu. Tapi, karena ibu kamu juga tidak tahu keberadaan kamu, jadinya dia datang untuk meminta bantuan kepadaku. Aku sudah mengira kalau kamu ada di sini," jelas Candra yang sudah menebak sebelumnya keberadaan Tiara.

"Hah? Untuk apalagi Ridwan mencari aku? Bukannya mantan istrinya akan kembali lagi padanya?"

"Kamu salah, sepertinya kalian salah faham. Kata tante Diana, Ridwan seperti sedang serius mencari kamu. Sebaiknya, kamu harus menemuinya dan meluruskan semua masalahnya, lagi pula aku dengar putrinya Ridwan sakit keras saat ini. Dia terus memanggil-manggil nama kamu."

"Benarkah? Kamu tidak bohong kan?"

Tiara menengok dengan pandangan tidak percaya pada Candra. Karena menurutnya Candra orang baru, jadi ia merasa aneh dengan pria yang malah semakin menyodorkan dirinya pada Ridwan.

"Kamu jangan banyak pikir, percaya deh sama aku. Mereka sedang mencari kamu."

Tiara berjalan ke tepian danau sambil menyawang ujung danau besar itu yang tak pernah terlihat ujungnya.

"Tapi, untuk apa aku kembali lagi ke sana? Bagaimana dengan Angela?"

"Hemh, perempuan itu. Aku tahu sekali wataknya yang keras, kamu cuekin saja dia."

"Emang kamu kenal Angela?"

"Enggak kenal sih, cuman dia pernah singgah di lestoranku dan aku rasa dia hanya melepaskan penat saja dengan bergaya seperti itu. Kamu fokus saja pada Ridwan dan anaknya."

"Julia?" Gumam Tiara masih mempertimbangkan semua ucapan Candra.

Hingga Tiara melihat senja semakin turun, rasanya ia tak ingin menyerah dengan keadaan dan dia tidak mau jadi perawan tua di usianya saat ini, akhirnya Tiara mengangguk pasti dan mengiyakan semua ucapan Candra.

"Baiklah kalau begitu, apa kamu tidak keberatan jiga mengantar aku pulang?" tanya Tiara membuat Candra tersenyum tipis.

"Nah, gitu dong. Kenapa aku harus keberatan,. jika aku bisa bantu ibumu, kenapa tidak. Meskipun ibu kamu dan ibu saya punya latar belakang tidak baik, bukan berarti kita harus bermusuhan kan?"

"Benar kata kamu Cand. Makasih kamu sudah mengingatkan aku ya!"

Tiara dan Candra pun berjalan pergi bersama memasuki mobil yang di tunggangi oleh Candra sebelumnya.

Dengan keahliannya mengemudi, Candra mengemudikan mobil di gelapnya matahari.

Jarak yang cukup jauh antara pusat kota dengan danau yang dijejaki Tiara, membuat keduanya harus melewati separuh malam di jalanan.

Sedangkan di rumah sakit, Angela dan Ridwan masih terlihat cemas dengan ketentuan Dokter yang belum juga keluar dari ruangan operasi.

Hingga detik selanjutnya, Ridwan bangkit dari tempat duduknya saat melihat Dokter keluar dengan membuka sarung tangan berbahan karet di tangannya.

"Bagaimana keadaan putri saya Dok?" Ridwan nampak cemas menunggu jawaban.

"Syukurlah, prosesnya berjalan dengan sangat lancar. Mudah-mudahan hasilnya nanti akan segera negatif. Bantu suport energi positif dari keluarga juga ya."

"Tentu dokter, aku dan semua keluarga akan memberikan yang terbaik untuk Julia."

"Saat ini, pasien sedang diistirahatkan, kalian bisa melihatnya setelah pasien sudah sadar ya!"

Angela faham dengan kejelasan Dokter hanya bisa mengangguk dan merentangkan telapak tangannya di depan jendela yang membentang pembatas ruangan tersebut.

"Julia, anak Mama. Sadar, Nak! Maafkan Mama. Kamu harus bangun, bukankah kamu mau manggil Mommy dengan sebutan Mama? Mulai saat ini panggil Mamamu ini dengan panggilan Mama ya!" Ucap Angela yang jelas sekali sudah mulai sadar akan semua kesalahannya.

"Sabar ya Angela, Bunda juga merasakan apa yang kamu rasakan karena bagaimanapun juga ikatan seorang ibu dan anak sangatlah erat. Sejauh apapun kalian di pisahkan, pasti akan menyambung lagi. Jadi, kamu harus tetap tawakal!" Bunda Delima terlihat menerima keberadaan Angela yang sudah nampak membaik dan menghilangkan watak buruknya.

"Maafkan aku Bunda. Maafkan aku karena aku tengah jahat pada anakmu. Bahkan, aku tak pernah mengurus dengan baik cucu pertamamu ini. Aku mohon maafkan aku, aku ingin menjadi orang yang lebih baik dari ini."

"Bunda mengerti kok. Sebelum kamu meminta maaf pun, Bunda sudah memaafkan kamu. Jadilah pribadi wanita yang lebih baik lagi ya!"

"Baik Bunda." Angguk Angela yang telah menyesali semua perbuatannya.

Ridwan berdiri tegak tak lelah menunggu sang putri hingga tersadar lagi.

Panjangnya proses penyembuhan Julia, membuat Ridwan lebih faham artinya ikatan seorang anak yang di sebut sebagai belahan dari darah dagingnya.

"Sayang, bangun Julia. Papa ada di sini, selalu menunggui kamu di sini sayang."

Seperti mendengar semua ucapan Ridwan, Julia memperlihatkan gerakan-gerakan kecil yang sangat signifikan.

Ridwan membolakan matanya dan bergegas menyambar tangan Bundanya.

"Bunda, lihat Bunda. Julia sepertinya sudah sadar."

Ridwan seperti sedang mendapatkan keajaiban terhebat dari Tuhan atas reaksi Julia yang tak di sangka-sangka.

Dengan bergegas Ridwan segera masuk kedalam ruangan dimana Julia di rawat.

Berbalut baju serba hijau hijau pekat, Ridwan sangat safety masuk kedalam ruangan itu.

Manik matanya sudah mulai berkaca-kaca tak tega melihat wanita yang paling ia banggakan itu tergeletak lemah di atas blankarnya.

"Sayang, ini Papa. Bangun sayang!" Bisik suara Ridwan di balik telinga kecilnya.

"Mama juga ada di sini Nak. Julia, maafkan Mama ya sayang!" Angela yang ikut masuk menuruti Ridwan dari belakang, tak mau ketinggalan atas perkembangan putrinya.

Keduanya duduk di samping kanan Julia dan melihat perlahan kelopak mata Julia sudah mulai terbuka.

Julia melirik ke dua arah yang berbeda dengan pergerakan yang sangat lamban. Pandangannya menyapu ruangan seperti mencari seseorang yang tertinggalkan.

"Papa?" Suara lembut Julia mulai terdengar membuat bulu kuduk Ridwan meremang. "Mama?" lanjut Julia melirik ke arah Angela yang kini tegah meneteskan air matanya.

Lalu setelahnya Julia melirik kedua arah dari orangtuanya tersebut, Julia masih melihat-lihat lagi kesemua arah.

"Tante Tiara?" Suara halus Julia membuat Ridwan dan Angela saling menautkan pandangannya.

Tidak menyangka sebelumnya, kalau orang ketiga yang di cari oleh Julia adalah Tiara.

"Tante Tiara, mana?" tanya Julia yang masih lemah tak berdaya.

Mata Ridwan seolah sedang bercakap dengan manik mata Angela, mencari solusi untuk jawaban yang terbaik tentang Tiara.

Memang saat ini Ridwan tengah merelakan Tiara sepenuhnya setelah perjuangannya beberapa hari mencari wanita yang ia cintai itu selalu saja nihil.

"Tante datang sayang."

Suara wanita di balik pintu bercat putih itu menarik perhatian Ridwan dan Angela saat itu.

Detik itu juga Julia melebarkan senyumannya meski nampak di wajah Julia masih lemah sekali.

"Tante datang untuk kamu sayang."

Tiara mendekat dengan canggung menghampiri Ridwan dan Angela yang sedang berhadapan dengan putri mereka.

"Akhirnya, kamu datang juga Tiara."