<p>Langkah kaki Bao Yu membawanya pada ujung jalan setapak yang menuju sebuah gerbang kayu yang kokoh. Gerbang kayu dengan ukuran bunga lonceng salju yang indah.<br/><br/>Bao Yu mendongak menatap gerbang itu dengan perasaan tak menentu. Seperti namanya, Paviliun Lonceng Salju, ukiran di gerbang itu atau pun di hampir semua pintu dan tiang-tiang bangunan di paviliun ini semua berhiaskan ukiran bunga lonceng salju.<br/><br/>Selama hidup sebagai putri keluarga Wang, Bao Yu tidak pernah mendengar apalagi mengetahui tentang paviliun ini. Sekarang pun dia tidak mengerti kenapa harus terlahir kembali dalam raga nona muda paviliun yang sepertinya tidak memiliki hubungan apapun dengan dirinya sebelumnya.<br/><br/>Hanya satu hal yang membuatnya yakin ada sesuatu antara dirinya dengan paviliun ini. Lady Mu, pemilik paviliun yang sangat mirip dengan mendiang ibunya. Bukan hanya sekadar mirip namun bak pinang dibelah dua.<br/><br/>Siapa pun yang pernah bertemu dengan mendiang Selir Ming, salah satu selir Jenderal Wang, pasti akan menganggap Lady Mu sebagai dirinya.<br/><br/>Dia yang merupakan putri satu-satunya pun tidak meragukan itu, bahkan mungkin akan salah mengenali jika kedua wanita itu berada dalam satu kehidupan yang sama.<br/><br/>Sungguh sebuah takdir yang sulit untuk diduga. Dia kehilangan sang ibunda di usia belia, sedangkan Lady Mu kehilangan putrinya yang baru saja beranjak remaja. Apakah takdir menginginkan mereka untuk bersama dan saling melengkapi? Apakah Lady Mu akan menerimanya sebagai putrinya jika dia tahu saat ini jiwa sang putri kesayangannya telah berganti dengan jiwa gadis lain yang sama sekali tidak dikenalnya.<br/><br/>"Nyonya, ini sudah lebih dari lima hari. Namun, tidak ada kabar berita apapun dari ibukota." Sebuah suara yang meski lirih tetapi masih cukup keras untuk tertangkap telinga Bao Yu.<br/><br/>Gadis remaja itu bergegas mendekati suara dengan langkah yang sangat pelan. Ibukota? Ini tentang ibukota. Mungkin ada sesuatu yang bisa membuatnya sedikit tahu tentang situasi ibukota saat ini.<br/><br/>Dari ingatan milik Mu Bao Yu, dia menyadari mereka hidup dalam satu masa yang sama. Di tahun ke-20 dari dinasti Jin, dinasti yang saat ini menguasai kekaisaran Qin. Satu hal yang disyukuri Bao Yu, setidaknya dia tidak terlempar ke masa yang tidak pernah diketahuinya. Atau mungkin ini kehendak takdir.<br/><br/>Bao Yu menuju semak-semak wisteria yang merambati dinding dengan rimbun, di sudut taman yang tersembunyi, di salah satu sisi pintu gerbang. Dari tempat itu dia dapat melihat dengan jelas ke sisi lain taman di balik pintu gerbang. <br/><br/>Rupanya ada beberapa bagian dinding yang berlubang-lubang bahkan ambruk sebagian. Namun, semak-semak wisteria membuatnya tidak terlihat dari kedua sisi taman yang dipisahkan dinding yang cukup tinggi itu.<br/><br/>Bao Yu dengan hati-hati memanjat batu bata yang berserakan di tanah agar dapat melihat ke seberang dinding dengan leluasa. Ada sebuah celah yang cukup lebar untuknya mengintip.<br/><br/>"Bagaimana dengan manor Jenderal Wang? Apa orang-orang kita mendapatkan informasi mengenainya?" Bao Yu mengenali suara itu sebagai Lady Mu.<br/><br/>Wanita cantik itu tengah berdiri tidak jauh dari tempatnya mengintai. Dia tengah memetik beberapa tangkai bunga seruni ditemani seorang pelayan dan seorang pria yang nampaknya juga merupakan pelayan paviliun.<br/><br/>"Nyonya, Jenderal Wang dan seluruh keluarganya telah di eksekusi seminggu yang lalu." Pria itu melaporkan pada sang Lady sambil menundukkan kepalanya.<br/><br/>Lady Mu berhenti memetik bunga seruni. Tangannya seperti kaku, sedangkan raut wajahnya berubah muram. <br/><br/>"Tidak ada yang tersisa?" Tanyanya pada pria itu dengan hati-hati.<br/><br/>"Maafkan saya Nyonya. Menurut kabar yang kami terima seluruh keluarga Wang musnah terbakar bersama dengan manor mereka." Pria itu kembali melaporkan dengan tidak berdaya.<br/><br/>Lady Mu kembali terpaku. Sejenak Bao Yu dapat menangkap ada sesuatu yang menggetarkan hati wanita yang kini harus dipanggilnya ibu. Ketenangannya sedikit terusik dengan kabar mengenai keluarga Wang, namun sejurus kemudian wanita itu kembali tenang seperti semula. Tak nampak lagi riak yang tadi sempat menghempas di wajah cantiknya.<br/><br/>"Baiklah! Pergilah, dan selalu waspada serta pantau situasi ibukota setiap saat." Lady Mu mengisyaratkan pada pria itu untuk meninggalkannya.<br/><br/>Pria itu mengangguk mengerti dan membungkukkan badannya memberi hormat sebelum pergi meninggalkan sang Lady yang terkesan acuh dengan berita-berita yang beredar memperkeruh situasi saat ini.<br/><br/>"Ayo kita kembali ke kamarku." Lady Mu mendahului berjalan sementara pelayannya mengikuti dari belakang.<br/><br/>Kedua wanita itu menuju ke pintu gerbang di mana Bao Yu tengah bersembunyi di salah satu sudut tamannya. Bao Yu segera keluar dari persembunyiannya dan bergegas menuju salah satu sudut taman yang lain. Dia duduk di bangku taman di bawah sebatang pohon plum yang sudah tua.<br/><br/>Derit pintu gerbang yang dibuka mengagetkan Bao Yu, meski dia sudah berusaha untuk bersikap setenang mungkin. Seakan-akan dia telah duduk di bangku itu sedari tadi.<br/><br/>"Bao Yu? Apakah kau baik-baik saja?" Lady Mu segera melihat keberadaannya begitu memasuki halaman dan menyapanya dengan cemas.<br/><br/>Bao Yu mendongakkan kepalanya dan tersenyum pada wanita cantik itu. Dia pun berdiri untuk memberi hormat padanya.<br/><br/>"Niang, kesehatanku sedikit membaik. Aku bosan di kamar jadi aku berjalan-jalan di sekitar taman," jelasnya.<br/><br/>"Baguslah kalau tubuhmu sudah membaik. Duduklah!" Lady Mu tersenyum lega.<br/><br/>Dia duduk di bangku taman di ikuti Bao Yu yang kembali duduk di tempatnya semula. Keduanya duduk berhadap-hadapan.<br/><br/>"Feng, buatlah teh seruni untuk kami berdua." Perintah sang Lady pada pelayannya.<br/><br/>Gadis pelayan itu mengangguk dan segera pergi ke dapur untuk membuatkan teh seperti yang diperintahkan majikannya. Bao Yu menatap kepergian gadis itu dengan seksama. Sepertinya dia pernah mengenal sosok yang mirip dengan gadis pelayan itu, tapi entah di mana.<br/><br/>"Bao Yu, bagaimana perasaanmu sekarang? Apa ada yang membuatmu tidak nyaman?" Lady Mu menyentuh tangan putrinya dengan lembut.<br/><br/>Bao Yu tersentak dan mengalihkan perhatiannya pada sang ibunda. Perempuan itu tengah menatapnya penuh kasih.<br/><br/>"Aku baik-baik saja Niang. Hanya saja sejak sadar dari sakit panasku ada beberapa hal yang aku lupa dan ada beberapa hal juga yang masih ku ingat. Seperti ada banyak hal di kepalaku hingga aku bingung apakah ini semua memoriku atau bukan?" Keluh Bao Yu dengan manja.<br/><br/>Lady Mu tertawa mendengarnya. Bao Yu putrinya memang penyendiri tetapi bukan berarti dia gadis yang pendiam dan pemurung. Justru putrinya dikenal sebagai sosok yang selalu ramah pada siapa pun. <br/><br/>"Kalau begitu jangan terlalu memaksakan diri untuk mengingat semuanya. Pelan-pelan saja. Tidak ada yang menaksamu untuk segera mengingat semua itu." Lady Mu tersenyum bijak.<br/><br/>"Benar Niang. Tapi rasanya aneh sekali. Ingatanku jadi terbalik-balik tidak karuan. Kepalaku jadi pusing," keluhnya lagi pada sang ibu.<br/><br/>"Nyonya, Xiaojie silakan tehnya." Gadis pelayan tadi kembali bersama seorang gadis pelayan lain.<br/><br/>Keduanya menghidangkan teh dan camilan dengan cekatan. Mereka seperti halnya Jing, sangat terlatih, cekatan dan hampir tidak ada kesalahan dalam melakukan tugas mereka. Sesuatu hal yang sangat menarik perhatian Bao Yu. Entah apa yang membuatnya merasa ada sesuatu yang tidak biasa dengan para pelayan di paviliun ini.<br/><br/>Jika diperhatikan, para pelayan di sini sangat berbeda dengan para pelayan di manor-manor umumnya. Mereka bekerja dengan cekatan tanpa banyak bicara meski selalu tersenyum ramah.<br/><br/>Kesan misterius menyelubungi paviliun dan penghuninya, terutama sang pemilik, Lady Mu dan juga bahkan putrinya Mu Bao Yu. Dalam ingatannya yang samar-samar, Bao Yu banyak menemukan hal yang tidak biasa dari paviliun ini.<br/><br/>Paviliun Lonceng Salju, sebuah paviliun di pinggiran ibukota yang menjadi sebuah tempat persinggahan banyak kalangan, entah itu pejabat, bangsawan, pengelana, bahkan anggota kerajaan.<br/><br/>Samar-samar Bao Yu mengingat beberapa hal dari memori milik Mu Bao Yu dan itu cukup membuatnya semakin dilanda kegelisahan. Paviliun ini bukan sebuah penginapan atau hiburan semata, ada banyak rahasia di Paviliun Lonceng Salju.<br/><br/><br/><br/><br/><br/><br/><br/><br/><br/><br/><br/><br/><br/><br/><br/><br/></p>