Dua orang terapis yang dibawa Karina sangat cekatan. Walaupun untuk memijat mereka harus bergantian karena yang harus mereka tangani ada enam orang. "Huuaaahh... ya ampuunn!!! aku gak sadar kalau aku bener-bener butuh dipijat, makasih mbak! pijatannya enak banget!!" kata Asya pada si terapis yang sudah agak berumur. "Sama-sama, calon mantennya stress berat ini, ototnya kusut semua, mulai hari ini rileks aja ya non.. semua kan sudah diurus dari jauh-jauh hari dengan baik. Jangan khawatir berlebihan, supaya inner beautynya bisa glowing alami." kata si terapis bijak. "Tuh dengerin Sya!" sahut Raissa. "Iya mbak... Raissa kamu tunggu giliranmu! dijamin lebih repot dari punyaku." kata Asya. "Sepertinya begitu! Apalagi Aditya sekarang ketua Dewan, bukan cuma walikota atau gubernur saja yang hadir tapi pak Presiden juga bisa jadi hadir. Bukan membandingkan dengan pernikahanmu ya Sya, yang hanya akan hadir di pernikahanmu kan cuma walikota dan gubernur. Sebenarnya bisa saja presiden juga hadir, tapi ngundang presiden itu tidak gampang, dan harus jauh-jauh hari." kata Karina. "Duh ada walikota dan gubernur saja aku sudah pusing, untung presiden tidak hadir. Banyak sekali persyaratan yang harus dipenuhi. Aku gak uri sama sekali denganmu Sa! Sejujurnya aku lebih suka rencana nikah waktu dulu Alex masih dibuang keluarga. Acaranya lebih simple!" gerutu Asya. "Hehehe maaf kak Asya, kami memang punya standar sendiri kalau pernikahan hehehe.. lagian Kakak juga sih pakai lama-lama, harusnya tahun lalu habis tunangan langsung saja nikah." kata Aleisha. "Ya Al.. coba aku tidak menunda ya.. ya sudahlah tak apa, yang penting lusa aku menikah!" kata Asya yang disambut tawa semua temannya.
Mereka sudah selesai sesi pijat memijat dan berlanjut ke sesi pedikur dan manikur. Mereka ber ooh dan aah memilih desain kuku yang ditawarkan. Terkadang setelah dipoles ada saja dari mereka yang berubah pikiran dan ingin ganti dengan desain lain. Untungnya kedua terapis tersebut sabar dan tentunya uang yang dibayarkan Karina pada mereka juga tidak sedikit.
"Mana niih Briptu Agus, ga sabar mau coba gaunnya, cocok ga ya sama warna kuku aku sekarang?" kata Peni sambil melihat ke arah jam yang baru menunjukkan pukul 19.50 malam. "Ga sabar coba gaun atau ga sabar ketemu Briptu Agus niiihh!" goda Liza. "Alesannya nyoba gaun, padahal pengen curi-curi waktu hahahaha!" kata Karina. "Iihh kalian ini, kalian enak udah pada punya pacar.. aku kan cuma usaha!" kata Peni sebal. "Eh aku juga gak punya loohh.." kata Aleisha menimpali. "Tapi yang ngantri pengen sama kamu banyak Al! Putri Sultan siapa yang gak mau!" kata Peni. "Ahh kamu kurang terekspos aja Pen.. kujamin! setelah kau tampil di pesta pernikahan Asya besok, pasti ada saja cowok yang meminta nomor ponselmu. Kamu tuh cantik loh Pen!" kata Aleisha. "Tapi aku maunya Briptu Agus, ga mau yang lain! semoga pada pesta nanti dia bisa melihatku lebih dari seorang teman." kata Peni. "Sudah pasti, dan mungkin kalau banyak pria yang mendekatimu nanti, Briptu Agus akan cemburu." kata Aleisha. "Wah, iya juga yaa.. hmmm bisa diatur!!" kata Peni. "Tapi jangan berlebihan juga Pen, harus bisa tarik ulur. Jadi Briptu Agus tidak merasa ditinggalkan dan kamu juga bisa prospek pria lain kan?" kata Karina. "Waaahhh ide bagus tuh!" kata Liza. "Hah? kamu juga mau prospek pria lain Liz?" tanya Raissa kaget. "Gak lah Sa, hatiku udah nempel sama mas Bram. Pak Aditya doang mah lewaattt!!" kata Liza. "Hahahah, aku bingung harus senang atau sedih, aku dapat buangannya Liza!" kata Raissa. "Eehhh nggak Sa, maksudku, Pak Aditya sempurna untukmu, tidak sempurna untukku!!" kata Liza salah tingkah. "Hehehhehe becanda Liz.. aku ikut senang untukmu dan mas Bram." kata Raissa. "Bener loh, jarang-jarang kita bisa menemukan pasangan yang sempurna buat kita. Makanya sampai sekarang aku belum mau terikat, aku gak mau cowok sempurna, karena mana ada manusia yang sempurna, aku cuma mau yang sempurna untukku saja." kata Aleisha. "Tapi standar sempurnamu itu kayaknya harus diturunin dikit deh Al, ketinggian, jangan-jangan semua cowok ga ada yang memenuhi standarmu." kata Karina. Aleisha hanya meringis.
"Waaahh Briptu Agus katanya akan sampai 5 menit lagi!! aku mau kasih tau Pak Soni ah!!" kata Peni meletakkan ponselnya dan berjalan ke arah balkon, jendela balkon sengaja ditutup untuk memberi privasi bagi para wanita di dalam. "Pasti pak Soni sudah dikasih tahu lahh!! ya kan pak Soni?" kata Raissa sedikit berteriak ketika Peni membuka pintu balkon. Seketika Peni terkesiap di pintu balkon dan langsung menutup kencang pintunya membuat para wanita didalamnya bingung. "Bantu aku mengangkat kursi ini barikade pintu!! telpon Briptu Agus. Pak Soni tertembak, sepertinya sudah tidak bernyawa!!!" teriak Peni. Raissa langsung menelepon Aditya sambil berdiri dan membantu Peni. Asya menelepon Briptu Agus. Karina dan Aleisha memeriksa pintu depan dan memutuskan memblokir jalan masuk dengan sebuah meja. Tak lama terdengar seseorang seperti memukul kunci pintu darurat. "Pembunuhnya sepertinya ingin mendobrak pintu darurat. semoga pintunya dapat bertahan!" kata Karina. Liza menambahkan sebuah sofa untuk membantu menahan meja didepan pintu masuk. kedua terapis yang dibawa Karina hanya berdiri saling memeluk di tengah ruangan. Raissa datang sambil membawa beberapa pisau besar. Ia memberikan pisau itu pada dua terapis yang kebingungan. "Ini persenjataan dirimu, hati-hati jangan sampai melukai kami. Lukai saja penjahat manapun yang berhasil masuk kemari. Masing-masing mereka mempersenjatai diri mereka. Ada yang memakai pisau, tongkat golf, roller penggilas adonan, apa saja yang bisa dipakai. "Mas kami sudah membarikade jalan masuk dan mempersenjatai diri kami, bala bantuan bagaimana? apa yang harus kulakukan dengan pak Soni? aku takut keluar untuk memeriksanya. Kamu tak tahu kondisinya." kata Raissa yang masih terhubung dengan Aditya melalui speaker bluetooth di telinganya. "Jangan keluar!! tetap bersama! Agensi Soni sudah mengirim bala bantuan demikian juga kepolisian. Briptu Agus sudah sampai bersama petugas polisi terdekat dan sedang mencoba mengejar mereka melalui tangga darurat!" balas Aditya. "Baiklah kami tetap disini bersama-sama." kata Raissa sambil mencengkeram pisaunya erat-erat. "Asya maafkan aku! padahal ini malam istimewamu!!" kata Raissa merasa bersalah. Asya hanya menggeleng kuat. Ia berada di tengah-tengah. Raissa, Peni , Liza, Karina dan Aleisha seakan membentengi Asya dari para penjahat yang berusaha memasuki apartemen mereka. "Ini..ini.. kurasa.. salahku..." kata Aleisha pelan. "Apa maksudmu Al?" tanya Asya. "3 hari lalu, ayah datang ke kantorku. Katanya ia rindu padaku, ia juga meminta maaf karena selama ini buta tidak melihat betapa besar potensi yang kupunya dan betapa berbakatnya aku dalam memimpin sebuah perusahaan. Bodohnya aku percaya kepadanya!! ia mengajak aku untuk makan malam bersama hari ini, tapi aku bilang hari ini ada acara pestamu kak!! aku benar-benar keceplosan, tetapi ayah hanya tersenyum dan mengatakan sudah waktunya baginya menyelesaikan perseteruan mereka dan berdamai dengan diri sendiri. Kupikir ia akan menerimamu kak! tapi ternyata.. malam ini ia mengirim pembunuh bayaran! bahkan ada aku disini! Aku terlalu dibutakan pujiannya." kata Aleisha dengan penuh penyesalan. "Tapi kau tidak memberitahu dimana pestanya kan?" tanya Liza. Aleisha menggeleng. "Bukan masalah untuk ayahku untuk mencari tahu. Ayah punya banyak relasi hampir sebanyak Aditya dan masih mempunyai pengaruh yang cukup ditakuti walaupun ia sudah tidak menjabat sebagai ketua dewan lagi." Jawab Aleisha. "Aku tidak mengira paman akan Setega itu. Padahal ada anaknya sendiri disini. Pandangannya kolot dan sempit sekali!" gerutu Karina.
Tiba-tiba dari arah pintu terdengar suara-suara haduh perkelahian dan tembakan. Para wanita semakin merapat dan sebagian menutup telinga mereka. Lalu tiba-tiba hening. "Peniiii!!! Buka pintunya!" seru seseorang. Peni mengangkat kepalanya yang dari tadi tertunduk ketakutan. Mukanya seketika cerah. "Briptu Agus!!!" teriaknya. "Pastikan itu benar benar dia!!" teriak Karina. Peni berusaha menyingkirkan meja dan sofa yang dipasang untuk barikade. Lalu ia mengintip di lupang pintu. "Yes!! itu benar-benar Briptu Agus!!" kata Peni dan dengan cepat ia membuka kunci pintunya. Briptu Agus dan beberapa rekan polisinya segera masuk. Sedangkan beberapa yang lain masih sibuk meringkus para penjahat yang ternyata berjumlah empat orang. "Mana Soni?" tanyanya. "Di balkon." kata Peni. Raissa dan Liza sudah duluan ke arah balkon. "Tunggu Raissa! jangan keluar dulu, biar kami amankan dulu!" teriak Briptu Agus. Raissa dan Liza segera berhenti dan mundur kembali. Para Polisi segera ke balkon dan mengamankan Soni. Ternyata Soni masih hidup walaupun tertembak di dada. Ia segera dilarikan ke rumah sakit. Kondisinya sangat kritis.
Tak lama kemudian Aditya, Alex, dan Stefan datang. Mereka segera memeluk pasangan masing-masing. "Kamu tidak apa-apa sayang?" bisik Aditya. "Aku baik, hanya takut setengah mati!" kata Raissa. Alex juga menanyakan hal yang sama kepada Asya. Begitupula dengan Stefan. "Kita bawa Mereka ke rumah saja Karina. Disini sudah tidak aman!" kata Aditya. "Setuju, aku akan meminta pelayan menyiapkan kamar untuk Asya dan Peni." kata Karina. "Aku memilih ke hotel tempat orangtuaku menginap saja. Toh besok aku akan bersama mereka." kata Asya. "Tapi kak, kita tidak tahu tujuan ayah mengirim pembunuh malam ini untuk siapa? Raissa atau kakak? karena Ayah mempunyai alasan untuk membenci kalian berdua." kata Aleisha. Asya terlihat stress. Alex tidak tega kepada Asya. "Sudahlah, akan kuminta beberapa bodyguard untuk menjagamu dan keluargamu yang ada di hotel. Tolong kau jelaskan pada mereka untuk patuh pada bodyguardnya ya.. demi keselamatan semua dan acara kita berjalan lancar." pinta Alex. Asya mengangguk. "Acaranya terus dijalankan? tidak diundur saja? Dengan kejadian ini aku ragu apakah tamu-tamu penting akan datang?" tanya Karina. "Saat ini tamu yang penting buatku adalah kalian dan keluarga saja. Aku tidak peduli mau pak walikota, gubernur bahkan presiden datang pun aku tak peduli. Kalau mau datang silahkan, tidak juga aku tak rugi. Aku tak kenal!! Yang penting bagiku adalah kalian dan keluarga saja!" kata Asya sedikit histeris. "Ya baik sayang..shhh.. kami mengerti! Acara tetap berlangsung sesuai rencana ya.. shhh ..." kata Alex memeluk Asya kembali untuk menenangkannya. "Maaf Asya, tentu aja keluargalah yang terpenting.." kata Karina sambil mengusap punggung Asya. Asya hanya mengangguk.
Briptu Agus mendekati mereka. "Kurasa kau harus mengatur akomodasi beberapa malam untuk para gadis dan calon manten kita. Apartemen ini resmi jadi TKP dan akan di proses. Mungkin baru seminggu akan selesai." kata Briptu Agus. "Ya, tidak masalah, aku sudah mengaturnya. Adalah apartemenku dikembalikan yaa.. jangan seperti ponsel Raissa, sampai hari ini masih belum selesai?" sindir Aditya. Briptu Agus tertegun bingung. Lalu menepuk jidatnya keras-keras. "Astaga aku lupa!!!! secepatnya aku kembalikan yaa!!!" kata Briptu Agus meminta maaf pada Raissa. "Tidak masalah, aku suka pakai punya Mas Aditya." kata Raissa. "Iyalah.. lebih bagus!!" kata Peni dan Liza. Raissa hanya nyengir. "Nanti kubelikan yang lebih bagus ya." Kata Aditya. "ah belum perlu mas, pakai yang sudah ada ini masih bagus kok. Nanti saja kalau sudah rusak." kata Raissa. "Wah bisa hemat nih punya istri kayak Raissa." kata Stefan. "Memangnya aku tidak?" sikut Karina. "Lah bukannya kamu baru beli ponsel baru, tas baru, sepatu baru padahal yang lama semuanya masih bagus?!" kata Stefan. Karina hanya cemberut lalu mencubit perut Stefan gemas. Stefan hanya menggeliat kegelian.
"Ada empat tersangka, dua meninggal ditempat dan dua lagi sudah diamankan. Keduanya bersaksi mereka dibayar oleh Arganta Bhagaskara untuk membunuh semua yang ada di tempat ini malam ini . Alex dan Aleisha tertegun. "Paman Arganta benar-benar tega.Padahal anaknya ada disini juga." bisik Karina sambil merangkul Aleisha. "Berarti Ayah sudah jadi tersangka dan sedang dicari polisi?" tanya Alex. "Ya benar, kami sedang mencari di seluruh properti milik ayah kalian. Atau kalau tahu kemana ayah kalian pergi?" tanya Briptu Agus. "cari di bandara. Kurasa Ayah akan kabur ke luar negeri." kata Aleisha. "Wah gawat. Aku akan segera kembali kalau begitu!" kata Briptu Agus yang bergegas pergi. Mereka menatap kepergian Briptu Agus dengan tatapan letih. "Akan menimbulkan skandal besar ini!" kata Alex. "Tidak masalah, saham mungkin akan terguncang sedikit, aku sudah menyiapkan cerita bahwa ayahmu hanya kena lost power syndrome. Iri padaku, iri pada anak-anaknya sendiri dan pukulan terakhir diceraikan istrinya. Bagian Public relation kita akan mengurus berita tersebut sehingga masyarakat akan berpihak pada kita." kata Aditya. "Lagipula kenapa harus kita yang takut, memang itu cerita yang sebenarnya. Ayah hanya seorang pria pengecut yang bisanya bergantung pada orang lain. Seperti ibu misalnya. Kalau bukan karena keluarga ibu, keluarga Bhagaskara mana bisa secepat itu bergabung dengan kaum elite Jakarta." kata Aleisha. Aditya dan Alex hanya mengangguk. "Sudahlah, ayo kita pulang ke rumah. Alex kau mengantar Asya dulu? Aku sudah meminta supir mengantar kedua terapis kita yang sangat shock, semoga merek masih mau disewa oleh kita lagi, pijatan mereka benar-benar enak!" kata Karina dengan nada menyesal. "Baiklah, supirku akan mengantarkan Liza pulang." kata Aditya yang dibalas dengan ucapan terimakasih dari Liza. Merekapun beranjak dari tempat itu menuju rumah dan tujuan masing-masing.