webnovel

RABU DAN SELASA

Happy Reading *** Namanya Rabu Sore Hari, seorang pelukis jalanan yang 'katanya' sangat pemalas, tidak punya gairah hidup sama sekali dan selalu kelaparan. Kelebihannya satu, sangat percaya diri dan cerewet. Note : Kelaparan disini memang si pelukis kita ini malas sekali kalau disuruh makan— kalau sudah benar-benar lapar baru kelabakan ke tempat lukis untuk bekerja. Rabu selalu menyebut tempat itu, Jalan Art Place— dimana semua seniman jalanan yang tak punya profesi tetap berkumpul disitu. … Namanya Selasa Langit Malam, seorang Model Papan Atas Internasional yang 'lagi' mengalami nasib sial. Note : sial disini memang si model cantik kita ini baru saja mengalami kecelakaan serius. Selasa sebelum mengalami kecelakaan, ia selalu bermimpi bisa berjalan di runway— di seluruh perhelatan akbar Fashion Show dunia. Taraaaa … salah satu mimpi itu tercapai namun, bentuk dari kesuksesan mimpinya itu harus dibalas dengan kelumpuhan kakinya. No!! Disaat Selasa kehilangan harapannya, disitulah muncul sebuah harapan baru, yaitu Rabu Sore Hari— pria antah berantah yang super cerewet dan tidak tahu datang darimana dan iya… Itu semua adalah pertemuan yang tidak di sengaja! Iya, semua diawali dengan pertemuan seperti itu. Kalau tidak sengaja, mereka tidak akan bertemu. Yang jadi pertanyaannya… Apakah dibalik pertemuan yang tidak sengaja itu ada perasaan yang spesial diantara keduanya? Jika mereka punya perasaan spesial, apakah mereka bisa menjadi pasangan sempurna dan saling melengkapi? Dan, apakah mereka berdua bisa saling memberi dukungan supaya kehidupan mereka berdua bisa lebih baik lagi? Apakah Rabu bisa berubah menjadi orang yang tidak pemalas dan selalu giat bekerja supaya bisa menjadi Pelukis Profesional yang bisa mengadakan Pameran Tunggalnya sendiri? Apakah Selasa bisa mengembalikan lagi rasa percaya dirinya untuk bisa merasakan kembali kakinya melangkah di runway dengan segala keterbatasannya? Yukk… ikuti kisah receh perjalanan Rabu dan Selasa. Si Pelukis Jalanan yang pemalas dan super cerewet dan Si Model Papan Atas yang kehilangan kepercayaan dirinya. Follow sosial media saya… Instagram : @galuhlinan ... Cover by CANVA *** Salam Galuh

Galuhlinanti · Urbano
Classificações insuficientes
35 Chs

BANYAK JULUKKAN

15/3/22

Happy Reading

***

Di Distrik A.

Art Place pukul 08.00.

Rabu dan Sabtu sudah sampai di tempatnya masing-masing. Mereka sama-sama mempersiapkan alat tempurnya dan segala tetek bengeknya untuk merapikan tempat mereka masing-masing.

Terlihat amat jelas dari kejauhan jika bicara soal gerak tangan keduanya dalam hal kecepatan beres-beres. 

Yaaa ... pastinya Rabu akan kalah jauh dibanding Sabtu, namun walau Rabu kalah cepat dari Sabtu, kali ini pria bermata biru itu terlihat amat semangat dalam hal tata menata dan menyambut pelanggannya nanti.

Pikir mereka yang melihat semangat Rabu yang begitu menggebu-gebu itu .... "Ah, paling Rabu sedang lapar. Biasalah. Kehabisan uang," celetuk salah satu orang yang ada disudut Art Place bagian barat.

"Iyaa."

Ada juga yang penasaran mengenai wanita lusuh yang berada di kursi roda itu. Yang mereka tahu Rabu hanya tinggal sendirian dan sudah tidak punya siapa-siapa lagi.

"Tidak mungkin saudaranya kan?" 

"Pacarnya mungkin."

"Oh, atau saudara jauhnya."

"Atau orang gila yang kabur dari rumah sakit jiwa? Lihat saja penampilannya yang sangat berantakan itu."

"Ohh, atau mungkin korban pemerkosaan?"

"Ada luka di kakinya dan lihatlah, ada sedikit sobekan di ujung gaunnya."

"Ahh, tumben Rabu jadi anak baik."

"Mungkin kesambet iblis baik."

Hahaha …

Rabu pagi ini menjadi topik pembicaraan bapak-bapak, aki-aki, om-om, koko-koko dan siapa saja orang yang mengenal luaran Rabu dengan baik.

"Ada sedikit kemajuan," gumam Bapak tua yang berada disudut Art Place— yang selalu memperhatikan Rabu dari jauh. "Tapi siapa wanita itu? Kalau benar wanita itu orang gila, kenapa tidak dibawa ke kantor polisi saja?" Dahinya mengernyit heran melihat Rabu yang masih sibuk dengan kegiatannya.

Rabu mengambil semua peralatan yang ada di pangkuan Selasa satu persatu-satu.

Ia memperhatikan dan mengamati Selasa yang masih menunduk sejak tadi dan rambutnya yang panjang hitam nan kusut itu sampai ikut-ikutan menutupi wajahnya.

"Kau mirip dengan hantu … hantu dari jepang. Kau tahu tidak? Ohh ... siapa iya nama hantunya?"

Rabu berpikir amat keras, ia pernah melihat hantu mirip seperti Selasa di film horor jepang yang pernah ditontonnya.

Selasa mulai mendengus. "Mulai … mulai," batinnya, benar-benar ingin menghilang dari muka bumi ini.

"Ahhh …" Rabu menepuk tangannya sekali.

Tuh, kan!

"Sadako … iya, kau mirip dengan Sadako, Sel." Rabu terkikik geli untuk pemikirannya.

Hem … dasar menyebalkan! 

Ingin rasanya Selasa memberi balasan julukan 'Donald Bebek' pada Rabu.

"Dasar Rabu sialan!" Selasa memekik dalam hati. "Masa aku dikatain Sadako," ucapnya memutar bola mata kekanan dan ke kiri. Mengawasi keadaan sekitar lewat celah-celah rambutnya ini. 

Jujur, ia masih sangat takut jika tiba-tiba saja ada yang menyerangnya secara mendadak dan begitu brutal atau memberikannya berbagai macam pertanyaan yang selalu menyudutkannya.

"Hei … kau tidak tidur kan, Sel?" tanya Rabu sangat penasaran membuka belahan rambut Selasa.

Aneh … Selasa wanita yang aneh, masa dia sama sekali tidak meresponku dan lagi … dia mirip seperti patung. Sama sekali tidak bergerak.

Selasa menggeleng, lalu melirik Rabu yang sedang memperhatikannya didepan sana. Ia bisa melihat warna biru safir positif yang sangat indah terpancar dari mata Rabu.

"Kenapa?" tanya Rabu, mengedipkan matanya.

Selasa menggeleng lagi. Ia lantas memberi isyarat pada Rabu untuk meneruskan pekerjaannya dan tidak perlu mengurusnya.

"Kalau mau tidur tidak seperti ini posisinya." Rabu mencoba membenarkan kepala Selasa. "Lehermu bisa patah nanti." Ia menempelkan telapak tangannya di dahi Selasa, "Angkat, gih," perintahnya dengan lembut, menekan dahi itu keatas supaya kepala Selasa menegak.

"Hermm …." Selasa menggeram lalu menggeleng kuat. Sejak tadi ia bisa mendengar dengungan bising banyak orang di sekitaran sini. Pasti sangat ramai diluar sana. 

Ah, tidak mau!!

Aku takut melihat orang-orang itu!

Aku takut mengangkat kepalaku! 

Bagaimana jika nanti ada yang mengenaliku? Memotret diriku dan menyebarkannya diseluruh portal berita. 

Bagaimana jika nanti ada yang menyodorkan mic padaku? Menanyaiku banyak hal lalu menuduhku macam-macam lagi seperti waktu itu.

Ah, tidak-tidak!

Selasa refleks menutup matanya saat kedua tangan Rabu bahu-membahu menegakkan kepalanya dan meluruskan lehernya. 

Tapi … jujur dari hati yang terdalam, leher belakangnya memang sedikit tegang tadi. 

Ta-tapi tidak masalah, asalkan ia tidak melihat orang-orang jahat itu hatinya akan baik-baik saja.

"Hei … silau, kah?" tanya Rabu yang tidak tahu apa-apa. Dahinya mengernyit heran saat melihat kedua mata Selasa yang tertutup sangat rapat hingga ada kerutan di sekitaran sudut matanya. "Mataharinya kan belum terlalu tinggi." Ia melihat langit yang tampak cerah. "Lagian tempat ini kan tidak searah matahari," ucapnya melihat Selasa lagi yang masih menutup matanya. "Kalau nanti siang lah … jangan ditanya, pasti akan sangat panas."

Selasa tidak bergeming, ia tetap menutup matanya. Sekalinya takut iya tetap takut!

"Hish, terserah lah," kata Rabu menyerah. "Kalau lehermu ikut-ikutan patah … fix kau mirip suster ngesot kepala tengkleng."

Deg!

Sialan!!

Rabu!!

Brengsek!!

Selasa langsung membuka matanya dengan cepat, dan mata coklatnya ini langsung berhadapan lagi dengan mata biru safir milik Rabu yang terlihat sangat menyebalkan itu.

"Ada apa?" tanya Rabu yang penasaran melihat gerak mata Selasa yang terlihat sekali jika sedang gelisah dan panik. "Kau ada obat penenang atau apa gitu?" Ia bertanya sambil melihat tas yang tergantung di leher Selasa.

Selasa hanya diam, ia sama sekali tidak mau memalingkan pandangannya dari mata biru Rabu.

"Yakin tidak ada?" 

Eh, sebentar-sebentar?! 

Selasa mengedipkan matanya berulang kali.

"I-ini beneran tidak ada wartawan, iya?" tanyanya dalam hati yang tidak mau melepas tatapannya dari mata Rabu. Ia takut jika nanti melirik kekanan atau pun kekiri akan ada wartawan yang siap untuk menyerangnya.

"Eheheh." 

Deg!

Aihhh, tawa ini?!

"Matamu cantik juga ternyata," puji Rabu, mengamati lebih dalam garis-garis kecoklatan itu. "Ah, mirip sekali dengan model yang pernah ku kenal," katanya. "Tapi dia lebih cantik darimu sih."

Rabuuuu!!

Bibir Selasa langsung mengerucut kesal saat ia menurunkan pandangannya tepat di bibir Rabu.

Senyum itu, tawa itu, suara itu, ledekan itu, apa saja namanya itu …

Huh, ia mendengus kesal saat melihat Rabu yang sepertinya sangat senang sekali meledeknya.

Ada-ada saja julukan yang Rabu berikan untuknya. Mana dibandingkan dengan model lainnya lagi! 

Tidak tahukah Rabu jika ia juga seorang model. 

Model Papan Atas di negeri ini!

Model Internasional!

Satu-satunya model dari negara ini yang pernah melakukan Fashion Show di Victoria Secret Angels In New York. Berjalan diatas runway, dan mendapat julukan megah dari penggemarnya …

Queen of Runway.

Dan … Rabu, iyah … pria ini punya julukan yang sangat banyak untuknya.

Orang gila lah?!

Suster ngesot lah!

Sadako lah!

Setelah ini apalagi coba?!

Awas saja jika ia dikatain nenek lampir setelah ini, aku akan …

"Nah, kan … kan mirip zombie!" Rabu menunjuk wajah datar Selasa yang terlihat kesal lalu memperagakan gerak zombie yang lehernya patah kekanan kiri, tidak lupa ia memberi efek suara geraman khas zombie. "Her … her … her!"

Rabuuuu!!!

"Selasa Zombie Malam." Rabu terkekeh, mengelus gemas pucuk kepala Selasa.

Selasa dengan sebal menepiskan tangan Rabu, matanya mendelik marah. "Jangan pernah sentuh aku!!"

Oke …

Setelah memastikan Selasa tidak akan menunduk lagi— Rabu lalu melanjutkan kembali menata peralatan lukisnya.

Selasa mendecih, ia melipatkan kedua tangannya didada. Ingin rasanya ia menendang punggung Rabu hingga terjungkal masuk ke got di depan sana.

"Dasar menyebalkan!" Selasa mengumpat dalam hatinya. "Hargh, aku harus bisa bicara dengan lancar lagi, supaya bisa membalas Rabu!" Tekadnya dengan semangat yang membara. "Aku harus sering bicara."

"Ra-ra-rabu," panggil Selasa. 

***

Salam

Galuh