Entah karena apa dan mulainya kapan. Prolet merasa sangat terganggu hidupnya sekarang. Dimanapun dia berada, dia bisa melihat makhluk dari dimensi lain. Di kantor, jalanan, toilet, taman kota, mall dan yang paling banyak, basement dan kuburan.
Penampakan itu membuat Prolet sangat risih dan ketakutan. Dia bukan penggemar film atau buku-buku horor. Tapi dia sangat suka jika ada orang yang bercerita hantu dan sebangsanya. Itu selalu menarik perhatiannya. Menimbulkan rasa penasaran teramat sangat.
Dia jerih pada hal-hal yang berbau gaib. Oleh karena itu, waktu Sahwat mengajaknya pergi ke "orang pintar" untuk menutup indra keenamnya minggu lalu, dia ragu ragu. Hah? Minggu lalu? Prolet baru sadar. Ya, semua ini dimulai minggu lalu ketika dia akhirnya mau mengantar Sahwat.
Ritual yang dilakukan untuk menutup indra keenam Sahwat ikut melibatkan Prolet. Sahwat meminta khusus kepada Prolet agar menemaninya saat si "orang pintar" mengobatinya. Keduanya berada dalam ruangan berhawa aneh dan magis. Penuh dengan bau wewangian tidak lumrah. Wangi kenanga bercampur dengan menyan dan kamboja. Menusuk hidung merantai jiwa.
Keluar dari ruangan, dada Prolet bergemuruh kencang. Tubuhnya seperti dimasuki sesajian setan. Sementara Sahwat sangat berseri-seri. Sumringah dan seperti hilang beban berton-ton.
----
Prolet menarik nafas panjang berkali-kali. Sekarang dia mengerti sepenuhnya. Sesuatu telah membuka alam bawah sadar dan menuntun matanya ke dalam tahu yang selama ini berada di ketidaktahuan. Melihat makhluk-makhluk selain manusia yang selama ini memang berada di sekeliling manusia.
Dia tidak tahu harus berbuat apa. Berusaha menyingkirkan dan kembali normal, tapi tidak tahu bagaimana caranya. Mencoba menerima semuanya, tapi dia takut tidak sanggup. Prolet menggeleng-gelengkan kepala. Beranjak menuju toilet. Membasuh muka sepertinya pilihan paling tepat sekarang. Waktu istirahat kerja lagipula telah tiba.
Prolet membasuh mukanya dengan banyak-banyak air. Lelah sangat berlebihan membebani batinnya. Dia berharap basuhan air itu melarutkan gelisah yang membuatnya enggan menoleh kesana kemari. Takut berjumpa mata dengan wujud-wujud mengerikan dan tak terduga.
Prolet mengangkat mukanya. Menelaah wajahnya di cermin yang jernih. Menjumpai mata lain sedang menatapnya. Bergerombol di belakangnya wajah-wajah tak biasa. Bukan wajah-wajah manusia. Prolet bergidik. Buru-buru menundukkan muka dan membasuh mukanya dengan air berlama-lama. Duh Gusti, semoga tadi hanya halusinasi.
Prolet memberanikan diri lagi melihat cermin. Mata itu tetap di sana. Wajah-wajah itu tetap di sana. Tapi sekarang semua meneteskan airmata! Prolet tertegun. Dengungan suara-suara memasuki telinganya.
"huuuu...tolong kami....huuuu...."
Prolet menutupi telinganya. Suara-suara itu tetap datang melalui jiwanya. Menyelusup tak henti-henti.
"huuuuu...bantu kami....huuuu..."
Prolet menetapkan hati sambil berbaca-baca apapun yang diingatnya. Ayat Kursi, Surat An-Nas, dan semua yang mampir di benaknya. Suara-suara itu bukannya menghilang atau lari ketakutan. Malah masuk ke jiwanya semakin dalam.
"huuuuu....jangan usir kami.....huuuuu....tolonglah.....huuuuu"
Prolet teringat si Mbok nya. Almarhum Bapaknya. Dan yang terakhir, Sang Maha Pencipta. Dia mendapatkan kekuatan hati dan jiwa. Mengangkat muka, siap untuk berkomunikasi.
"Baiklah....siapapun kalian. Katakan apa yang bisa aku bantu...?"
Dengung suara-suara itu berhenti. Mata-mata yang melelehkan tangis dan wajah-wajah memelas itu memandang penuh harap kepada Prolet. Kemudian suara-suara itu tidak lagi mendengung. Tapi berubah bening.
"Kami...makhluk-makhluk terkutuk yang diciptakan untuk mengutuk. Kami...setan-setan gentayangan yang ditugaskan untuk menggoda ingatan....Kami menyerah. Kami tobat tak mau lagi mengganggu manusia. Kami lelah. Manusia sekarang lebih terkutuk dari yang kami bayangkan. Manusia bertindak melebihi apa yang kami bisikkan. Kami sekarang ketakutan dihukum oleh Tuhan. Bantu kami sampaikan pada manusia. Kami sudah tobat tak akan lagi mengganggu dan menggoda..."
Prolet seperti disetrum semua kesadarannya. Setan-setan itu rupanya sudah kepayahan menghadapi manusia. Dia hanya mengangguk-angguk mengiyakan.
Jidatnya terbentur meja. Terbangun. Membuka mata selebar-lebarnya. Sahwat cengar-cengir di depannya. Rupanya dia ketiduran di pantry. Terlalu sibuk begadang tadi malam. Berbincang dengan Pak Ustad. Membahas tentang kelakuan manusia yang melebihi setan.