webnovel

Episode; Roti Berlapis Mentega Bertabur Gula Pasir

Seisi kantor heboh. Rencana Tuan Puteri mengajak semua karyawan wisata budaya ke Yogyakarta memantik kegembiraan teramat sangat. Ini kesempatan langka. Jarang-jarang kantor memberi liburan gratis seperti ini.

Prolet tersenyum-senyum sendiri membayangkan long weekend yang pasti sangat menyenangkan nanti. Bayangkan! Bisa bersama-sama Tuan Puteri dalam satu kereta api selama 8 jam, satu hotel selama 2 malam, menonton pagelaran budaya dan berwisata sekian jam. Wuih, ini keajaiban besar bagi Prolet. Menikmati sumringah wajah bidadari Tuan Puteri dari dekat dan tidak dalam suasana kantor, diibaratkan Prolet sebagai mimpi yang hanya datang sekali dalam 1 abad.

Dan kehebohan itu meledakkan keriuhan ketika puluhan karyawan kantor tempat Prolet bekerja telah menaiki kereta api dari Stasiun Gambir menuju Stasiun Tugu. Keriuhan yang terbawa dalam canda tawa, sehingga suara roda kereta bercinta dengan rel besi pun tidak lagi diperhatikan.

----

Stasiun Tugu menyambut rombongan di pagi buta. Sambil menunggu sholat subuh di stasiun, Prolet membaringkan tubuh di bangku panjang ruang tunggu stasiun. Semalaman tadi dia tidak bisa tidur. Pikirannya disibukkan dengan rangkaian imajinasi sepanjang 8 gerbong yang ditarik lokomotif Taksaka.

Imajinasi yang mengalir begitu indah seperti dongeng peri yang sedang jatuh cinta pada seorang pemburu. Pemburu? Prolet nyengir sendiri. Sejak kapan dia memproklamirkan diri sebagai pemburu cinta Tuan Puteri. Dia mah apa atuh? Seperti pungguk merindukan bayangan bulan. Ya, hanya bayangan. Bulan pasti akan tegas mengatakan tidak. Jadi cukuplah bayangannya saja.

Sebuah bayangan yang tersorot lampu ruang tunggu mendatangi Prolet. Membuat pemuda itu terlonjak kaget. Namun wangi yang sampai terlebih dahulu membuat Prolet tahu bahwa yang menghampirinya bukanlah hantu. Kalaupun hantu pastilah hantu yang menyukai parfum. Bergegas Prolet duduk sampai bayangan itu mendarat dengan manisnya di bangku panjang tempatnya melepas lelah tadi.

"Prolet, kamu lapar? Nih makanlah.." suara bening lembut menabrakkan Prolet pada melodi indah Sebastian Bach seketika itu juga.

"Eh...ah, ya ya saya lumayan lapar Tuan Puteri. Tadi di kereta saya lupa pada lapar saking senengnya piknik ini terlaksana....." duuhh, kenapa sih dia selalu disergap gugup yang tidak perlu ini? rasanya menjadi kurang macho begitu.

Prolet mengangsurkan tangannya menerima pemberian Tuan Puteri. Setangkup roti berlapis mentega bertabur gula pasir. Nampak sangat lezat meski tradisional. Ah, Tuan Puteri ini orang kaya yang berselera manis dan sederhana. Prolet membuka mulutnya mencicipi. Luar biasa enak! Entah karena dia lapar? atau karena ini roti pemberian Tuan Puteri? Atau dua-duanya?

Prolet tidak mau berpikir berkilo-kilo meter. Dia hanya merasa sangat berbahagia. Bahagia itu sederhana, mendapatkan roti gula pasir yang manis dari biangnya manis. Ini harus aku catat nanti. pikir Prolet yang malu mengeluarkan catatan kecilnya di depan Tuan Puteri.

----

Hari itu, wisata budaya dibuka dengan menonton pertunjukan wayang orang di gedung Bentara Budaya. Prolet terkesima melihat bagaimana halusnya para pelakon seni itu memainkan peran dalam kesenian tradisonal berfalsafah hidup tinggi tersebut. Prolet merenungkan betapa jauhnya nilai nilai budaya lokal sekarang digeser budaya budaya asing di kalangan generasi muda seperti dirinya. Anak muda jaman sekarang lebih mengenal tarian chaca, tango atau belly dance dibanding serimpi, gandrung atau jaipong. Ironis. Itu seperti menanggalkan baju sendiri lalu berganti baju orang luar yang bisa jadi kebesaran atau terlalu longgar di badan. Pasti tidak nyaman pada akhirnya.

Masih di tempat yang sama. Wisata budaya dilanjutkan dengan menonton teatrikal puisi garapan mahasiswa-mahasiswi ISI Yogyakarta. Rombongan disajikan pertunjukan yang menggelegar, hening, lirih, dan menghentak-hentak hati dan jiwa. Keluar dari tempat pertunjukan, hampir semua orang merasa dirinya melayang tidak menapak tanah dan dipenuhi berbagai macam imajinasi dan mimpi.

Sampai sore, rombongan Prolet dimanjakan dengan pertunjukan-pertunjukan seni tradisonal yang menakjubkan. Prolet merasakan keanehan yang ganjil. Dia merasa roh kebangsaannya dibasuh dan dimandikan. Lumer dan bangga. Satu momentum ajaib lagi didapatkan Prolet. Tuan Puteri menyodorkan makanan untuknya dengan ramah. Lagi-lagi roti berlapis mentega bertabur gula pasir!

----

Prolet terbangun dengan cepat di pagi hari kedua. Hari ini jadwalnya cukup padat. Mengunjungi Candi Prambanan, lalu Borobudur. Dua candi bersejarah yang mendunia.

Sesampainya di Prambanan, aura yang ditangkap oleh Prolet adalah kesombongan dan muslihat yang berpadu dengan keinginan dan kekuasaan. Prolet merasa menjadi Bandung Bondowoso, dan Tuan Puteri adalah Rara Jonggrang. Ah tapi tidak! Itu akan menjadi sebuah kisah tragis yang berakhir dengan kutukan! Dia tidak mau. Kisahnya harus romantis dan diakhiri dengan pelaminan! Aduh, Prolet mengutuk dirinya sendiri karena mengkhayal sejauh Milky Way.

Di Borobudur, Prolet dibuat takjub bukan main. Candi sebesar dan secanggih ini dibuat di jaman otak-otak komputer dan perhitungan analisis pondasi cakar ayam belum tersedia. Prolet menggeleng-gelengkan kepala. Majapahit! Adalah gambaran betapa besarnya warisan sejarah negeri ini. Penakluk yang gagah tapi tidak pongah. Pengobar sumpah pemersatu yang luar biasa dahsyat. Sekarang menjadi negeri yang gaduh oleh pertengkaran dan perebutan kursi-kursi panas kekuasaan, karena selalu memalingkan wajah ke arah matahari sedang terbenam. Ironis kedua kalinya!

Bagaimanapun, Prolet tetap bersyukur. Sore ini dia tetap mendapatkan roti berlapis mentega bertabur gula pasir dari tangan puteri keturunan Majapahit yang cantik jelita!

----

Perjalanan pulang ke Jakarta jauh lebih hening dibanding saat keberangkatannya. Mungkin orang orang mendapatkan hikmah psikologis yang dalam, atau hanya diserbu lelah yang bertumpuk-tumpuk. Prolet tidak tahu persis. Baginya, setangkup roti berlapis mentega bertabur gula pasir untuk cemilan malam di kereta, membuatnya serasa menjadi Mahapatih Gajahmada. Bukan bersumpah Palapa, tapi bersumpah akan melanjutkan pengembaraan disapa oleh cinta....