webnovel

Episode-Binar Mata Pemburu Buku

Sabtu pagi. Buku buku bergelimpangan seperti korban perang dunia. Mengisi stand-stand yang tiangnya bergoyang-goyang karena sering disenggol oleh berdesakannya orang. Prolet menatap semua keramaian itu dengan mata berbinar. Ini bukan kegaduhan biasa. Ini kegaduhan yang menyenangkan bagi Prolet.

Buku adalah salah satu benda mati yang bisa menghidupkan jiwa Prolet. Dia hanya lulusan sekolah lanjutan atas, tapi dia berani adu tanding pengetahuan dengan lulusan sarjana. Gurunya adalah buku-buku. Dosennya adalah buku-buku. Profesornya adalah buku-buku.

Sebagian gajinya selalu disisihkan untuk membeli buku. Tentu saja Prolet tahu diri dengan tidak membeli buku di toko buku. Dia memilih untuk mencari buku di warung loak atau bazar-bazar seperti ini. bisa berlipat mendapatkan jumlah bukunya dengan uang yang sama dikeluarkan jika belanja di toko-toko buku terkenal.

----

Ada hal lain lagi yang disukai Prolet pada saat ada bazar buku seperti ini. Dia menyukai binar mata seseorang saat menemukan buku yang dicarinya. Itu seperti seorang penjelajah menemukan pulau yang dicarinya. Seperti juga binar mata seorang kekasih yang menyaksikan kekasih hatinya turun dari tangga kereta. Seperti seorang anak jalanan begitu girang melihat ada kaca mobil diturunkan di depannya. Pokoknya binar tulus yang luar biasa.

Prolet menghentikan semua reka dalam pikirannya. Sekarang misinya dimulai. Dia baru tahu kemarin siang bahwa Tuan Puteri ternyata sangat menyukai buku-buku puisi. Ketika itu dia sedang membuka halaman demi halaman "M" Frustasi nya Emha. Terkejut dengan deheman halus dari belakangnya.

"Ehm..baca apa Prolet?" suara bening hantu cantik itu membuat Prolet terlonjak. Prolet memang diam-diam mempunyai julukan bagi Tuan Puteri. Hantu Cantik. Orang cantik yang selalu menghantui pikirannya. Kira-kira begitu penafsiran Prolet soal julukan itu.

"Eh..eh..ba..baca...buku Han...eh..Tuan Puteri." Terbata-bata dan gagap seperti biasa.

Tuan Puteri tersenyum. Dibacanya judul buku yang dipegang Prolet.

"Waaahh...ini kan buku Emha. Aku suka sekali. Kamu suka Prolet?" terlonjak lagi.

"I..iya..Tuan Puteri. Sa..saya suka sekali bu..buku ini." gagap lagi.

Tuan Puteri mengangguk. Sedikit takjub. Pemuda ini konyol namun seleranya sungguh membuatnya takjub. Pernah diam-diam dia memperhatikan. Pemuda ini suka menulis di buku kecilnya yang dibawa kemana-mana. Itu membuatnya penasaran. Apa sebenarnya yang ditulis. Bahkan Tuan Puteri berniat untuk bisa membacanya suatu saat. Tentu saja dengan tidak menggunakan kuasanya. Harus benar-benar dari kesukarelaan Prolet.

----

Sekarang waktunya perburuan. Prolet akan mencari sebanyak-banyaknya buku Emha untuk diberikan kepada Tuan Puteri. Dia tidak mengharapkan pujian. Dia hanya ingin sebuah senyuman. Duuuhh. Romantis apa gila sih?

Setengah harian kantong plastik Prolet sudah penuh dengan buku-buku. Ada 12 buku karya Emha untuk Tuan Puteri. 2 buku lama karya SH Mintarja untuknya. Prolet tersenyum-senyum sendiri membayangkan mendapat 12 kali senyuman dari Tuan Puteri. Pengkhayal!

----

Ketika hendak menaiki motor setengah tuanya, tiba-tiba Prolet dikejutkan dengan suara tangisan keras di dekatnya. Dilihatnya seorang anak kecil berbaju lusuh sedang memegang sebuah buku dengan erat. Enggan melepasnya meski seorang pemuda berusaha mengambil buku itu dari tangannya. Pemuda itu ngedumel pendek.

"Kecil-kecil sudah mau jadi pencuri!...sini dik kembalikan. Aku tidak akan menangkapmu kalau kamu kembalikan buku itu. kalau tidak, itu ada pos polisi di depan sana."

Anak kecil lusuh itu dengan mata menyerah dan putus asa menyerahkan buku yang terus diikutinya dengan sudut matanya yang berair. Seperti kehilangan sesuatu yang sangat berharga dalam hidupnya.

Prolet menjadi trenyuh. Namun sebelum dia menghampiri anak jalanan itu, seorang anak perempuan sebaya dengan anak laki-laki itu berlari mendekati. Diacungkannya sebuah buku yang sama.

"Ini ambillah. Kamu suka baca kan? Aku juga. Ambillah." wajah anak perempuan itu berseri-seri gembira sambil tetap mengacungkan buku yang dipegangnya. Prolet sempat membaca judul bukunya sekilas dari kejauhan, Kisah 25 Nabiku.

Anak itu seperti menemukan sebuah permata miliknya yang hilang. Mengambil buku itu sambil mengucapkan terimakasih berulang-ulang lalu bergegas pergi melewati Prolet. Anak perempuan itu berbinar matanya. Prolet tertegun. Itu binar mata yang disukainya seperti binar mata orang-orang pemburu buku tadi.

Prolet masih sempat juga memperhatikan ketika anak jalanan itu melewatinya sambil tersenyum lebar. Binar matanya juga sama!