webnovel

POLIGAMI

Latifah dan Rafka sudah menikah selama 7 tahun, tapi belum ada tanda-tanda jika Latifah akan segera mengandung. Pernikahan yang nyaman itu nyatanya mulai goyah, kekurangan Latifah membawa dampak cukup buruk untuk rumah kisah tangganya. Rahima yang merupakan ibu kandung Rafka mulai merasa khawatir dengan masa depan anaknya, ia pun menyarankan hal yang tidak bisa di terima oleh Rafka dan Latifah. "Rafka harus menikah lagi, tapi dengan seseorang yang baik dan sesuai dengan persetujuan Latifah sebagai istri pertama Rafka." ~Rahima. "Tapi bu, bagaimana aku bisa menikah lagi jika hatiku hanya mencintai Latifah saja?" ~Rafka Menolak sudah, tapi tidak ada pilihan lain. Hingga akhirnya pernikahan kedua terjadi, disaksikan langsung oleh Latifah si istri pertama. Awalnya semua berjalan baik, sampai akhirnya masalah demi masalah mulai datang dan mengganggu hubungan yang sudah terjalin lama itu. Air mata, Emosi, Amarah, Kekecewaan, Kebahagiaan, dan berakhir dengan sebuah perceraian. Bagaimana kisah selengkapnya? (⚠️ Mengandung beberapa part 21+)

SA_20 · História
Classificações insuficientes
280 Chs

Lamaran

Setelah pertemuan Latifah dan Aisyah di taman sore itu, dua hari kemudian Latifah mengajak bu Rahima dan juga Rafka ke rumah Aisyah. Singkatnya mereka ingin melamar Aisyah secara resmi, dan segera menentukan tanggal pernikahan untuk mereka.

Saat ini di kediaman Rafka dan Latifah, terlihat ada beberapa barang yang sudah di siapkan untuk di berikan pada Aisyah. Lalu Rahima dan Latifah sudah rapi dengan gamis dan hijab putih mereka, kini mereka sedang menunggu Rafka yang belum juga keluar dari kamar.

"Rafka sayang, ayo cepat! Nanti kita kemaleman datangnya." Panggil Rahima pada putra semata wayangnya itu.

Tidak lama setelah panggilan itu menggema ke seluruh ruangan, Rafka pun keluar dengan senyum tipisnya.

"Iya bu, tidak perlu berteriak seperti itu." Ingat Rafka pada Rahima.

Rahima menghela nafas kasar, jika saja putranya itu bisa lebih cepat ia tidak perlu berteriak seperti di tengah hutan.

"Sudahlah, lebih baik kita berangkat saja." Tukas Rahima tidak sabar.

"Sabar bu, jangan terburu-buru seperti itu kita akan sampai tepat waktu kok." Ingat Latifah dengan tenang.

Rahima melirik Latifah sesaat, ia jadi merasa aneh dengan semangatnya yang menggebu. Padahal saat pernikahan Rafka dengan Latifah saat itu Rahima tidak seantusias ini, kenapa sekarang Rahima jadi begitu semangat?

"Ah iya juga ya? Kenapa ibu jadi seheboh ini si?" Gumam Rahima bingung.

Rafka hanya menggelengkan kepalanya, sedangkan Latifah tersenyum tipis.

"Ya sudah, ayo kita berangkat. Ibu tidak ingin terlambat sampai kan?" Ajak Rafka dengan senyum tipisnya.

Rahima mengangguk, begitu juga dengan Latifah. Lalu mereka pun masuk ke mobil Rafka, dan melaju menuju ke kediaman Aisyah.

30 menit kemudian mobil Rafka berhenti di sebuah rumah yang sederhana namun terlihat rapi dan bersih, dengan halaman depan yang membentuk sebuah taman kecil.

"Wah, ternyata ini rumah Aisyah? Sejuk sekali, ibu suka deh dengan taman seperti ini." Puji Rahima pada rumah Aisyah.

Latifah mengangguk setuju dengan perkataan ibu mertuanya itu, rumah Aisyah terlihat begitu mempesona karna memliki keindahannya sendiri. Walaupun tidak sebesar rumah miliknya, tapi rumah yang Aisyah tempati ini terlihat sangat rapi dan bersih.

"Ya sudah, ayo kita masuk." Ajak Latifah sadar akan tujuan utama mereka datang ke sana.

Rafka, Latifah, dan Rahima pun memasuki pekarangan rumah Aisyah. Mereka memberi salam saat tiba di teras rumah, dan menunggu seseorang untuk menyambutnya.

"Assalamualaikum" ucap Rafka, Latifah, dan Rahima bersamaan.

Tidak lama setelah mengucap salam, keluar seorang pria paruh baya sambil menjawab salam mereka.

"Waalaikum sallam, kalian sudah datang. Ayo silahkan masuk, maaf rumahnya sempit." Jawab Umar yang tidak lain adalah ayah kandung dari Aisyah.

"Iya yah" balas Rafka dengan senyum tipisnya.

Mendengar panggilan Rafka pada Umar membuat Rahima dan Latifah menatap Rafka bingung, dan Rafka pun menjelaskan hal itu.

"Sebelumnya aku sudah bertemu dengan ayahnya Aisyah saat mengantarnya pulang, dan kami berkenalan. Tapi ayah tidak mau di panggil om, jadi aku memanggilnya dengan sebutan ayah." Jelas Rafka pada Latifah dan Rahima.

Mendengar penjelasan itu mereka pun mengangguk paham, lalu mereka melangkahkan kakinya memasuki rumah Aisyah. Ternyata di sana sudah ada RT setempat juga, untuk menjadi saksi dalam lamaran ini.

Mereka semua sama-sama duduk di lantai beralaskan karpet tebal, di sana juga sudah di siapkan beberapa minuman juga cemilan untuk menemani obrolan mereka.

Para wanita berada berada di sisi kanan, sedangkan para pria berada di sisi kiri. Sungguh acara perkumpulan yang sederhana, namun begitu bermakna. Dan karna semua pihak sudah berkumpul, maka acara lamaran pun di mulai.

"Assalamualaikum warrahmatullahi wabbarakatuh" ucap pak Rt membuka pidatonya.

"Waalaikum sallam warrahmatullahi wabbarakatuh" jawab semuanya selain RT itu.

"Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa, karna telah memberikan kita nikmat untuk bisa berkumpul di malam hari ini. Solawat dan salam tak lupa kita curahkan pada pimpinan kita nabi besar kita nabi Muhammad SAW. Baiklah bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian, saya selaku kepala RT di wilayah ini menyambut kedatangan tamu kita yaitu keluarga nak Rafka sekalian untuk menyampaikan sesuatu. Karna itu, saya persilahkan nak Rafka untuk mengatakan maksud dan tujuannya datang ke tempat kami ini. Waktu dan tempat, kami persilahkan." Jelas pak RT dengan tegas.

Semuanya mendengarkan dengan serius kata pengantar yang di bawakan oleh kepala RT setempat, lalu Rafka yang di minta berbicara pun merasa sedikit berdebar karna di tatap serius oleh Umar dan RT itu.

"saya tidak akan bicara panjang lebar, saya akan mengatakan langsung tujuan saya datang ke tempat ini tidak lain dan tidak bukan untuk melamar putri bapak yang bernama Aisyah." Jawab Rafka dengan tatapan pastinya.

Umar mengangguk paham, lalu ia pun menjawabnya dengan ketidak pastian.

"Saya tau maksud nak Rafka datang ramai-ramai ke sini untuk niat yang baik, tapi keputusan dari niat itu saya tidak bisa menjawabnya." Balas Umar dengan wajah tegasnya.

Baik Rafka maupun Rahima dan Latifah, mereka sama-sama terkejut mendengar hal itu. Mereka pikir ayahnya Aisyah itu menolak, dan tidak setuju dengan lamaran ini.

"Boleh saya tau alasannya?" Tanya Rafka memastikan.

Umar tersenyum tipis melihat keberanian Rafka, sepertinya mimpi Aisyah saat itu memang jawaban yang tepat.

"Karna yang menjalani hal itu adalah anak saya, jadi keputusannya saya serahkan pada Aisyah." Jawab Umar dengan santainya.

Rafka terkekeh mendengar hal itu, rasanya ia baru saja di permainkan oleh calon mertuanya. Begitu juga dengan Latifah dan Rahima yang ikut tersenyum geli di sisi lain, mereka sudah di buat panik tapi ternyata hanya gertakan saja. Benar-benar di luar dugaan.

"Aisyah, nak! Ayo ke sini, mereka sudah menunggumu." Panggil Umar dengan suara tegasnya.

Tidak lama kemudian Aisyah muncul dari kamarnya, ia memakai gamis putih yang begitu pas di tubuhnya. Dengan hijab yang di bentuk sederhana, namun terlihat sangat pas untuknya. Wajahnya natural, tidak ada satupun riasan di sana. Aisyah terlihat sangat cantik dan mempesona, dengan gamis putihnya ia terlihat bercahaya.

"Ya ayah, Aisyah di sini." Jawab Aisyah dengan suara lembutnya.

Aisyah menunduk saat menyadari tatapan semua orang mengarah padanya, terutama saat matanya bertatapan dengan manik hitam milik calon suaminya.

"Duduk nak, ada yang ingin ayah tanyakan padamu." Titah Umar pada Aisyah.

Aisyah mengangguk, lalu ia duduk di samping Rahima dan berhadapan dengan sang ayah.

"Aisyah, nak Rafka datang untuk melamarmu menjadi istrinya. Jadi, apa kau menerimanya?" Tanya Umar dengan serius.

Aisyah menatap sang ayah sesaat, lalu ia melirik pada pria yang berada tepat di samping ayahnya dan setelah itu Aisyah kembali menunduk.