webnovel

Perjalanan Cinta KIRA

Shakira Chairunisa yang ingin menyelamatkan ayahnya dari kesalahan masa lalu, akhirnya setuju untuk menikah dengan seorang pemuda kaya usia 30 tahun bernama Ryan Adiantara, pemilik kerajaan bisnis Rich Tech Company. Pernikahan tanpa cinta yang dilandasi oleh dendam Ryan kepada ayah istrinya membuat kehidupan wanita berusia sembilan belas tahun itu hidup bagaikan dalam neraka. Ditambah dengan penyakit mental yang di derita Ryan, membuat semua menjadi semakin berat dari hari ke hari untuk Kira. Akankah keberuntungan berpihak pada Kira? Bisakah Kira bertahan dengan semua kesulitan yang dialaminya? Akankah Kira mampu memperjuangkan masa depan dan kebebasannya dari belenggu kekejaman Ryan? Mimpi untuk menjadi seorang scientist.. Akankah itu terwujud? Ikuti kelanjutan kisahnya dalam novel bergenre romantic - Perjalanan Cinta KIRA

Ri_Chi_Rich · Urbano
Classificações insuficientes
102 Chs

Destinasi Baru

"Aaah.." Kira kaget dan langsung merubah duduknya. "Aku lihat lampu-lampu."

"Apa maksudmu?" Orang yang diajak Kira bicara ga paham maksud Kira.

"Hmm.. Lampu-lampu diluar sangat bagus. Kota Jakarta jadi terlihat kerlap kerlip. Aku.."

"Aku apa? Bicara jangan setengah-setengah!" Ryan mulai stress lagi melihat Kira berbicara sepotong-sepotong yang tak dimengertinya.

"Hmm.. Aku tadi berpikir, kalau lampunya diliat dari atas gedung, sebagus apa?" Kira menatap si pemberi pertanyaan. "Soalnya cantik banget banget lampu-lampunya.. " lalu menunduk lagi.

"Kau suka lihat lampu-lampu itu?"

Kira mengangguk.

"Kau belum pernah lihat Kota Jakarta di malam hari dari atas gedung?"

Kira mengangguk lagi, lebih banyak anggukannya dari pertanyaan pertama.

"Andi!"

"Iya Tuan?"

"Kita ke Millenium Tower by Rich Group."

"Baik Tuan."

"Ehm.. Kita ga jadi pulang?" Tanya Kira bingung pada Ryan.

"Wanita ini.. Tadi Dia bilang ingin lihat Kota Jakarta dari atas gedung, sekarang Dia tanya jadi pulang atau enggak? Ada apa dengan otaknya? Apa konslet?" Ryan yang sudah mengantuk, akhirnya kehilangan rasa kantuknya.

"Apa Kau bisa diam? Kau berisik!"

"I..iya.." Kira menunduk dan kembali bersandar di kursinya tanpa banyak tanya.

"Andi!"

"Iya Tuan Muda?"

"Aku mau bermalam di Millenium Tower! Bawakan bajuku dan Nyonya Muda!"

"Baik Tuan Muda!"

"Merepotkan sekali orang yang sedang jatuh cinta! Rumahnya hanya tinggal lima menit lagi sampai, tapi sekarang harus balik arah, perjalanan tiga puluh menit!" Asisten Andi tak habis pikir dengan Tuannya. Perjalanan sepuluh menit lebih lambat saja biasanya sudah marah. Saat ini, meminta balik arah perjalanan tiga puluh menit.

"Kemari!" Ryan menyenderkan kepalanya di sandaran kursi, matanya juga sudah terpejam.

Kira mendengar perintah Ryan, tapi Dia masih mengamati Ryan. "Apa Dia mengigau ya?"

"Harus selama apa Aku menunggu?" Ryan membuka matanya menengok ke arah Kira.

"Maaf.." Kira mendekat lalu kemudian menjauh lagi. "Maaf.. Tapi badanku bau.. Tadi Aku banyak berkeringatan di bagasi." Kira menunduk.

"Maaf Suamiku.. Aku.. Malu mendekat ke arahmu dengan bau badanku begini dan sudah keringatan tadi di bagasi. Aku.. Ga sewangi Tania.. Yang orangnya sudah pergi, wanginya masih tertinggal." Nyali Kira ciut mendekati Ryan.

"Kemari, Kataku!"

Kira menggeleng..

"Kau.. Tak ingin menurutiku?"

Kira menunduk tanpa menjawab.

"Kau ingin Aku mengulangi kata-kataku?" Ryan sudah merubah posisinya menjadi tegak.

"Bukan begitu, badanku bau.. Biar Aku bersihkan dulu supaya Kamu ga kebauan sama bekas keringatku.. Tubuhmu wangi, bersih, sedangkan Aku kotor, bau keringat.. Aku malu.." Kira semakin menunduk dan tak ingin mendekat.

"Apa tadi Dia bilang? Tubuhku wangi?" Ryan tersenyum didalam hatinya. "Jadi, Dia suka wangi tubuhku?"

"Kau bilang tubuhku wangi?"

Kira menatap Ryan. "Iya."

"Tuh. Benarkan.. ternyata Dia menyukai wangi tubuhku! Hahah.."

"Kau suka?"

Kira menatap Ryan lagi, "Iya "

"Aduuuuh Kira.. Kamu ngomong apa siiih? Menjatuhkan harga diri banget deh! Huff.. Maluuuu.. Tapi mau gimana lagi. Daripada Aku ngedeket terus dibandingin sama Tania yang wangi semerbak bunga. Kan tambah malu. Ya kan.." Hati Kira mulai protes.

"Kemari!" Kali ini tangan Ryan langsung menyambar tangan Kira dan menarik tubuh Kira mendekat. Merangkulnya lagi.

"Lain kali. Kalau Aku panggil, Kamu harus datang dan mendekat! Aku ga peduli Kamu habis ngapain, mau se bau apa. Pokoknya harus langsung mendekat! Mengerti?"

"Iya." Kira menjawab dengan berat hati.

"Haaaah.. Malunya Akuuuuuuu... Aku ga sewangi Tania.. Apa Aku harus beli parfum ya? Hmm.. Tunggulah sampai bulan depan, uang beasiswa cair, nanti Aku nitip beliin sama Rini. Eh tunggu, tapi tadi kan uang buat beli tas ga kepake.. masih utuh.. Berarti bisa beli parfum, dong? Tapi harganya berapa ya? Parfum yang seperti Tania pakai tadi? Aaah.. Aku lupa, Aku ga bisa beli parfum.. Harus nabung beli laptop dulu.. Hwawawa..." Kira pusing sendiri dengan caranya mengatur uang. Dia harus memikirkan skala prioritas sebelum membeli.

"Apa yang Kau pikirkan?" Ryan yang memperhatikan gerak gerik Kira, merasa ada yang ga beres. Kira berbeda dengan Kira sebelum kejadian tadi.

"Ah, ga ada.. Aku.. "

"Ehmm.. Bicara jangan sepotong-sepotong!"

"Maaaf, Tadi Aku lagi mi.."

"Tuan Muda, Kita sudah sampai di Foyer!"

"Kau ini Andi.. Kenapa kepekaanmu sekarang berkurang! Aku sedang closing ini!" Ingin rasanya Ryan menimpuk Asisten Andi dengan sepatunya! Dia baru saja akan mendapatkan informasi apa yang Kira pikirkan, tapi karena Asisten Andi. Ryan kehilangan kesempatan emasnya!

Ryan membuka pintu, mengulurkan tangan untuk Kira, lalu melangkah ke dalam Gedung apartemen terbaru dan tertinggi miliknya. Gedung yang mencakup perkantoran, swalayan, sport centre, restaurant, di lantai dasar sampai lantai empat. Diatasnya hotel dan apartemen.

TING

pintu lift terbuka.

Ryan menggandeng tangan Kira masuk ke dalam lift. Memencet angka lima puluh dua. Angka teratas gedung ini. Tak ada pembicaraan di antara mereka. Masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri-sendiri.

"Wah, tinggi sekali.. Hmm.. Suamiku bukan mau jorokin Aku dari lantai tertinggi, kan ya?" Kira mencoba menerka.

"Kenapa Aku mengikuti keinginanmu, padahal Kau tak memohon padaku mewujudkan keinginanmu?" Ryan memikirkan hari ini.. Hidupnya setengah hari ini yang hanya mewujudkan keinginan Kira.

TING

pintu lift terbuka. Ryan keluar lebih dulu. Menuju sebuah pintu dengan warna silver. Ryan memencet angka pin, di monitor kecil di samping pintu.

Tiiiiiit

Lalu mendorong pintu. Seketika, lampu menyala sendiri setelah mendapat sinyal dari sensor..

Ryan melepaskan tangan Kira setelah masuk ke dalam penthouse nya. Melonggarkan dasinya, membuka jas dan menaruh sembarang di kursi, dan Ryan duduk di sofa, menutup matanya untuk mengistirahatkan, bukan tidur.

Tiiiiit

Seseorang memencet kode pin,

"Permisi, Nyonya Muda!" Asisten Andi meminta Kria minggir karena masih berdiri dibelakang pintu, dan mengalanginya masuk. Dibelakang Asisten Andi beberapa pelayan membawakan makanan langsung ke dapur, mengisi kulkas. Sebagian ada yang ke kamar dan ada yang membawa barang belanjaan yang tadi dibeli Ryan.

"Waaah.. Seperti mau pindahan saja!" Kira bergumam, sambil menatap suaminya. "Sultan satu ini, selalu merepotkan orang saja. Membawa semua bawang dari rumah. Dia sendir, sudah enak-enakan. Baru pulang kegiatannya seperti biasa, rebahan di sofa tanpa membantu! Eh tunggu.. Dia di sofa.. Haaaah.. Astaghfirulloh!" Kira yang teringat sesuatu langsung berlari ke dapur. Mengambil cangkir.

"Permisi, french tea nya dimana ya?" Kira berbisik pada pelayan di dapur.

"Oh, ini Nyonya Muda!" Pelayan mengambilkan yang diminta Kira.

"Ah, terima kasih..." Secepat yang Kira bisa segera membuatnya. Lalu bergegas ke sofa.

"Suamiku, ini tehnya." Hati Kira sedikit gugup.

Ryan membuka matanya, melihat Kira yang sudah duduk bersimpuh di bawah membawakan French tea.

"Kenapa Dia memberikanku ini? Ga di racun, kan?"

Ryan menegakkan duduknyaz mengamati Kira, mengambil cangkir di tangan Kira dan meminum French Tea nya.

Tangan Kira sudah di kaki Ryan untuk membuka sepatu.

"Eh, mau apa Dia?" Ryan yang lagi meminum teh, memilih menyudahinya sebentar untuk melihat Kira membuka sepatunya, kaos kaki, dan memberikan sandaran untuk Kakinya.

"Hmm.. Tunggu sebentar, ya. Aku cari sendal dulu." Kira langsung berlari ke dapir menanyakan sendal.

"Kenapa Dia melayaniku seperti ini?" Ryan menyeruput lagi French Tea nya.

"Tuan Muda, semua sudah disiapkan, Apa ada yang lain?

"Pulanglah!"

"Baik, Tuan Muda. Saya dan para pelayan, pamit dulu. Permisi." Andi berpamitan.

"Hmmmm!"

Klek

Pintu tertutup.

Sementara Kira sudah mengambil sandal di kamar tidur dan menyalakan air di bathtub, lalu bergegas menemui Ryan di ruang tengah.

"Ini sandalnya."

"Kenapa Dia berbuat baik dan melayaniku seperti ini? Aku tak memintanya, tapi Dia melakukannya atas kemauannya sendiri, kan? Apa.. Sekarang Dia telah jatuh cinta padaku?" Hati Ryan besorak girang

"Aku tak ingin dicambuk seperti kemarin malam lagi karena berbuat kesalahan, Aku pastikan hari ini Aku melakukan hal yang benar. Hehe.." Kira mencoba memastikan semua yang dilakuannya tak ada kesalahan. Dan Kira sangat senang Ryan mau memakai sandalnya. "Iyesssss... Tak ada kesalahan kali ini! Air mandi juga sudah siap!" Kira Hampir loncat kegirangan.

"Apa Kau ingin mandi sekarang?" Tanya Kira.

"Mandi? Ah.. Bahkan Dia mulai merindukanku di ranjang, bukan? Dia menyiapkan Air mandi dan mengajakku mandi!" Ryan mulai berkhayal dalam pikirannya. Ryan tak mengingat semua perintah ini diwajibkan untuk Kira, karena mereka tidak sedang dirumah. Jadi, Ryan merasa semua yang dilakukan Kira adalah sesuatu yang keluar dari dalam hatinya.

"Hmm.. Baiklah, Aku mau mandi." Ryan berdiri dari duduknya.

Tiiiiit

Pintu terbuka

"Ryan?"

Seorang gadis cantik dengan rambut lurus sepinggang, memakai coat berwarna merah dan riasan wajah yang tampak cantik dan elegan memasuki ruangan.