Sedari tadi, Laras mondar-mandir ke dapur dan ke teras depan guna melihat apakah Panji sudah pulang atau belum. Hari sudah malam, namun laki-laki itu tidak kunjung pulang. Di meja makan sudah tersedia beberapa macam lauk pauk kesukaan Panji. Sengaja Laras masakkan itu spesial agar Panji memaafkannya. Karena, demi Tuhan, Panji yang marah itu jauh lebih menyita pikiran daripada tugas geografi.
"Itu orang ke mana, sih, nggak pulang-pulang. Lupa apa, ya, kalau dia udah punya istri." Laras menggerutu sembari terus mengetikkan rentetan pesan singkat pada nomor Panji. Hanya ceklis satu berwarna abu-abu, yang artinya laki-laki itu tak mengaktifkan ponselnya.
Suara deru mobil terdengar, membuat Laras bergegas dan berlari kecil ke depan. Dan benar saja, Panji sudah pulang. Dengan kantung kresek hitam di tangan kanan yang Laras yakini isinya adalah rujak titipannya.
"Jangan lari-lari," tegur Panji ketika Laras berdiri di depannya dengan napas yang terengah.
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com