webnovel

Penjaga Sang Dewi

WARNING FOR 21+ Siapa yang mau dituduh sebagai pria gay padahal kenyataannya ia memiliki seorang pacar wanita? Itulah yang dialami oleh Alrescha June Winthrop Harristian, seorang pemilik label rekaman dan perusahaan entertainment ternama, Skylar Labels. Oleh karena itu, ia membayar seorang wanita untuk kencan semalam demi membuktikan pada teman-temannya jika dia adalah pria normal. Sampai di tengah kencan, Rei sadar jika gadis yang bersamanya sebenarnya bukan gadis panggilan. Rasa bersalah membuatnya mencoba mencari untuk meminta maaf pada gadis tersebut, namun gadis itu menghilang. Rei terpaksa meminta bantuan asisten pribadi barunya, Axel Clarkson untuk ikut mencari gadis itu. Masalahnya, Rei perlahan malah mulai merasakan suka pada asistennya tersebut. Apakah Rei sebenarnya memang seorang gay? Atau ia hanya terjebak pada perasaan masa lalu dengan cinta pertamanya saat remaja? "Aku rasa ... aku jatuh cinta padamu, Axel!" ujar Rei makin mendekat dan Axel makin mundur ke belakang sampai ia terjebak diantara Rei dan lemari buku. "Pak ..." "Kita bisa menjalin hubungan yang rahasia!" Axel melebarkan matanya dengan bibir terbuka terkejut. (cerita ini merupakan salah satu sekuel dari The Seven Wolves) follow my IG: @nandastrand, FB: @NandaStrand

Andromeda_Venus · Urbano
Classificações insuficientes
447 Chs

Back At 0(zero)

"Rei, gue uda dapet asal kota cewek yang lo cari. Dia bukan dari Boston tapi Crawford county, Pennsylvania!" kening Rei mengernyit dengan kedua alisnya naik bersamaan.

"What ..."

"Yup, pantes kita gak pernah ketemu. Ada salah satu panitia yang ingat ada cewek rambut pirang dan bermata biru laut yang pernah datang mendaftar. Dia salah satu perwakilan dari Pennsylvania. Masalahnya ada 10 orang peserta pra audisi yang ikut dari kota itu dan panitia gak punya fotonya," jelas Ares pada Rei. Rei langsung mendengus kesal.

Mengapa setiap kali jalan terbuka lebar dan kemudian seperti tertutup lagi. Rei mengurut kening lalu berbalik untuk berjalan kembali ke tempat duduknya.

"Masa dari 10 orang itu gak ada datanya sama sekali!" sahut Rei sedikit menaikkan suaranya dengan kesal.

"Hanya berupa formulir dan data awal saja. Mereka baru memberikan foto setelah lolos pra audisi. Bukannya peraturan itu kamu yang buat?" Rei ingin sekali menjedotkan kepalanya ke meja kerjanya. Aturan yang ia buat agar sedikit mengurangi jumlah sampah kertas yang dihasilkan dari banyaknya formulir pendaftaran ataupun foto yang tak akan terpakai, kini menjadi bumerang baginya.

"Ahk ... sial. Trus lo dapet nama-nama mereka?" tanya Rei masih berusaha mendapatkan harapan.

"Ada 10 orang cewek. Masalahnya panitia itu udah gak ingat lagi yang mana yang gadis berambut pirang itu. Bentar gue kirim nama-nama mereka. Coba dibaca, mungkin ada yang lo inget!"

"Oke!"

Tak butuh waktu lama bagi Ares untuk mengirimkan informasi pada Rei berupa sebuah gambar berisi nama-nama peserta dari Crawford. Rei kemudian memperbesar gambarnya sambil masih tetap berhubungan dengan Ares. Ia lalu membaca satu persatu dan mencoba mengingat sefamiliar apa nama-nama itu.

"Gue buntu, Res. Gue bener-bener gak tau nama cewek itu. Apa kita cari satu persatu satu di Crawford?" tanya Rei mulai pasrah.

"Mmhh, rasanya gak mungkin, Rei. Jumlah penduduk di sana aja nyaris 90 ribu orang. Gak mungkin kita ke sana dan memeriksa seluruh isi kota." Rei makin mengurut keningnya mencoba berpikir cepat.

"Ares, coba lo periksa apa ada dari 10 nama ini yang lolos ke babak audisi? Mungkin kita bisa tanya sama peserta itu?" ujar Rei memberikan usulannya.

"Oke, nanti gue kasih kabar lagi ke elo!"

"Okay!" Ares langsung mematikan ponselnya dan tinggallah Rei berpikir sendirian. Ia tak bisa berkonsentrasi bekerja sementara pikirannya tengah mencari ke mana gadis itu sekarang.

"Oh Tuhan, temukan dia untukku! Aku benar-benar membutuhkannya," gumam Rei pelan. Ia menengok pada jam tangan dan baru ingat jika dirinya memiliki janji dengan Aldrich dan Jupiter. Rei pun bersiap dan keluar dari ruangannya dengan harapan masalahnya bisa cepat selesai.

CRAWFORD

Ciuman lembut Josh untuk Honey mulai pindah dari bibir kini sekarang beralih ke pipi dan rahang. Awalnya Honey membiarkan saja sampai bibir Josh sedikit mengulum pada bagian atas lehernya. Saat itulah Honey tersentak dan mendorong Josh sampai terlepas.

"Ah ... aku ..." Josh memandang Honey dengan perasaan tak enak karena Honey terang-terangan menolaknya.

"Aku harus pulang. Nanti Daddy bisa khawatir!" potong Honey memberikan alasannya. Josh masih menelan ludah dan akhirnya mengangguk saja.

Honey pun menjauhkan dirinya dari Josh dan langsung berjalan keluar dari restoran itu bahkan tanpa menunggu.

"Tunggu!" Josh memanggil Honey yang langsung bersikap dingin serta aneh. Honey yang sudah duluan keluar lalu berhenti dan berbalik.

"Honey, aku minta maaf jika membuatmu tidak nyaman tadi. Aku hanya ... aku terlalu larut pada perasaanku. Mungkin kamu terlalu menganggapnya berani ... " Josh mencoba begitu berhati-hati berbicara pada Honey. Gadis itu terlalu sensitif dan kerap terlihat sedih.

"Tidak, Josh. Aku hanya khawatir harus pulang." Josh tersenyum tipis dan mengangguk.

"Ayo kita pulang!" ajak Josh membawa Honey ke mobil untuk mengantarkannya pulang.

NEW YORK

Rei masuk ke dalam apartemen mewah milik Aldrich Tristan Caesar setelah dibukakan pintu. Ia masuk dengan senyuman dan Jupiter yang terlihat sedang menelepon sambil memarahi seseorang. Ia mengangkat satu tangannya pada Rei sambil terus berbicara dengan nada cukup tinggi.

"Siapa lagi yang dimarahinya?" tanya Rei pada Aldrich yang mempersilahkannya masuk ke ruang makan meninggalkan Jupiter di ruang tengah.

"Entahlah, sekretarisnya mungkin. Aku pikir bertunangan dengan Putri akan membuat Jupiter jadi pria yang lebih sabar? Phuufff!" sindir Aldrich sambil duduk dengan tenang seperti seorang aristokrat.

Terdengar alunan musik klasik milik Tchaikovsky, Symphony No. 6 in B Minor di seluruh ruangan membuat suasana jadi jauh lebih intens daripada romantis.

"Ald ... sejak kapan kamu menyukai Tchaikovsky?" tanya Rei dengan kening mengernyit. Aldrich tersenyum dan mengangkat gelasnya.

"Sudah lama aku menyukai musik klasik. Dulu aku sering mendengarkan Andy bermain melody Fur Elise karya Beethoven. Kami bahkan pernah mengolaborasikannya dengan musik Rock ... sebagai percobaan," jawab Aldrich sambil tersenyum. Rei pun ikut tersenyum.

"Kalau begitu, aku butuh kamu untuk pembuatan album baru The Heaten, drummer mereka ... aku kurang suka," ujar Rei lagi sambil ikut meminum wine yang dihidangkan untuknya.

"Aku hanya menggebuk drum untuk hobi."

"Lakukan hobi itu untukku sekali lagi," pinta Rei dan Aldrich hanya bisa menangguk pasrah sampai Jupiter datang dan ikut duduk.

"Aku coba memastikan dengan mencari nama Jewel Belgenza di daftar penduduk," ujar Jupiter setelah meletakkan serbet di pangkuannya.

"Lalu? Aku yakin kamu pasti gila?" sindir Aldrich dengan senyuman sinisnya seperti biasa.

"Ayolah, apa yang tak bisa didapatkan oleh Jupiter Zerdoun King? Tidak ada!" sahut Jupiter membual dengan sombongnya.

"Aku melakukan itu agar Rei tak dituntut jika saja pemilik nama asli Jewel kembali ..." Rei terpaku pada Jupiter. Ia tak bisa memungkiri jika jantungnya agak berdetak kencang.

"Jewel Belgenza dilaporkan meninggal 14 tahun yang lalu oleh seorang petani. Mayatnya ditemukan di sungai dan ada laporan polisi tentang itu," sambung Jupiter lagi. Rei jadi makin mengernyitkan keningnya. Sementara wajah tersenyum Aldrich berubah dan ia melirik pada Rei.

"Itu artinya kamu bebas memakai nama dan identitas Jewel untuk gadis yang kamu tiduri itu. Dia tidak akan kembali." Jupiter menaikkan gelasnya setelah memberitahukan informasi yang ia dapatkan. Rei benar-benar terlihat aneh sekarang. Ia jadi terpaku dan terbersit rasa kecewa yang luar biasa. Selama bertahun-tahun ia pernah berharap akan bertemu dengan Jewel lagi.

Dan entah mengapa nama Jewel terlintas di kepalanya begitu ia harus meletakkan nama seseorang di perjanjian pranikah itu. Kini semuanya hanya tinggal nama.

"Kamu baik-baik saja?" tanya Aldrich sedikit mengejutkan Rei yang terdiam cukup lama. Rei mengangguk dan tersenyum pelan, ia kemudian memulai makan malam tanpa bicara apa pun sama sekali.

"Bagaimana dengan Cass?" Aldrich mencoba iseng bertanya pada Jupiter. Rei tak mengangkat wajahnya dan hanya mendengar.

"Hilang ... tidak ada laporan kematian soal Cassidy Belgenza. Hanya ada Jewel." Aldrich mengangguk pelan dan ikut memotong makan malamnya perlahan.

"Ngomong-ngomong, memangnya Jewel ditemukan dimana?" Aldrich masih bertanya dengan santainya.

"Uh ... " Jupiter tampak mengingat sesaat.

"Kalau tidak salah namanya ... Crawford county, Pennsylvania!" jawab Jupiter cepat dan mengangguk. Seketika Rei berhenti makan dan wajahnya terangkat melihat pada Jupiter yang berhadapan dengannya.

"Apa katamu?"