webnovel

PARTNER IN CRIME : FRIENDZONE

Partner in crime, sebuah hubungan yang mereka jalani. Hanya sebatas sahabat tapi terkadang melebihi kekasih. Chakra adalah moodboster Lova, selalu jadi tempat bercerita saat dia senang, sandaran saat dia bersedih. Chakra selalu mengusahakan bahwa apapun keadaannya, dia harus bisa berada di samping Lova saat gadis itu membutuhkannya. Pria itu selalu menyediakan bahu untuk tempat bersandar, jari untuk menghapus airmatanya, dan tangan yang senantiasa menggenggamnya kemanapun mereka pergi. Bagi Chakra, Lova memiliki tempat tersendiri di hatinya. Bukan sebatas sahabat namun juga bukan sebagai kekasih. Meskipun banyak orang yang bilang hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan itu tidak lepas dari yang namanya love and lust….

seinseinaa · História
Classificações insuficientes
94 Chs

6. Problem [Perjodohan X]

Partner in crime, sebuah hubungan yang mereka jalani. Hanya sebatas sahabat tapi terkadang melebihi kekasih. Chakra adalah moodboster Lova, selalu jadi tempat bercerita saat dia senang, sandaran saat dia bersedih. Chakra selalu mengusahakan bahwa apapun keadaannya, dia harus bisa berada di samping Lova saat gadis itu membutuhkannya. Pria itu selalu menyediakan bahu untuk tempat bersandar, jari untuk menghapus airmatanya, dan tangan yang senantiasa menggenggamnya kemanapun mereka pergi.

Bagi Chakra, Lova memiliki tempat tersendiri di hatinya. Bukan sebatas sahabat namun juga bukan sebagai kekasih. Meskipun banyak orang yang bilang hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan itu tidak lepas dari yang namanya love and lust….

***********

Gathan menyeduh teh hangat buatan istrinya, pria berusia 40-an itu tengah mengobrol santai dengan tetangga baru yang ternyata adalah sahabatnya saat masa SMA dulu. PIlar Samudra. Pria yang dulu pernah menajdi antan terindah Rana, istrinya. Mereka baru saja mengobrol tentang masa lalu.

"Aku masih nggak menyangka kalau pada akhirnya kalian menikah," ujar Gathan menatap pasangan suami istri yang duduk di hadapannya.

"Sama, Than. Aku juga nggak menyangka jika mereka akhirnya menikah." Rana menyetujui ucapan suaminya.

"Ini namanya 'Jodoh', Than, Ran." Pilar menoleh ke arah istrinya. Ia lalu meraih tangan istrinya dan menggenggamnya erat. "Seperti kita saat ini. Aku kembali ke Indonesia setelah sekian lama dan kita bisa bertetangga seperti ini," imbuhnya kemudaian.

"Ck, tidak usah memperlihatkan kedekatan kalian! Pasangan paling fenomenal jaman SMA dulu ya kita." Gathan tersenyum lebar ke arah Rana.

"Yayaya, kalian berdua emang pasangan paling fenomenal." Istri PIlar tersenyum mengejek.

"Ngomong ngomong, gimana kalau kita reunian sama yang lainnya juga. Anak anak kita kan juga berteman di sekolah, tidak ada salahnya kalau kita reunian sekalian," celoteh Rana mengutarakan idenya untuk reunian.

"Wah, ide bagus itu!" seru PIlar setuju.

"Ran, itu fotonya Lova?" tanya Gista melirik ke arah bingkai foto di atas meja sudut. Foto itu menampilkan dua orang perempuan dan laki laki yang tengah berfoto ceria ke arah kamera.

Well, PIlar pada akhirnya menikah dengan Gista. Perjalanan cinta mereka cukup panjang dan menguras air mata. Tak cukup jika menceritakannya elwat du-tiga paragraf. Oke, kita skip saja kisah cinta mereka.

"Iya, Gis," ucap Rana menoleh ke arah bingkai foto di meja nakas ruang tamu rumahnya.

"Cantik kayak ibunya," ujar PIlar. "Ah, bagaimana kalau nanti malam kita makan malam bersama. Aku ingin mengenal Lova, sekaligus mengenalkan putraku pada kalian," serunya kemudian.

"Ide bagus! Nanti aku sama Rana yang masak," seru Gista menyetujui sara suaminya.

"Baiklah. KIta makan malam di rumahku saja," sahut Gathan.

"Hehm." Rana dan yang lainya mengangguk setuju.

"Kita nggak berjodoh, tapi siapa tahu anak anak kita berjodoh," celoteh Pilar bercanda.

"Hahahahaha, serahkan saja semuanya pada takdir," celetuk Gathan.

Mereka tertawa bersama. Menelesuri kembali benang cerita yang dulu pernag mereka rajut bersama. Persahabatan yang tidak akan pernah terputus sampai kapan pun.

*****

"Huh, dia fikir dia siapa? Sok otoriter! Kelakuannya makin absurd aja setelah ribuan kali nge-chat gue. Dasar orang gila! Nggak ngaruh banget sama peringatan gue," gerutu Lova sepanjang perjalanan menuju lorong tempat dia bertemu dengan Chakra tadi. Ditangannya menggantung 2 kantong kresek yang berisi minuman pesanan Chakra.

"Lov, lo baru datang?" sapa Winta dari arah depan.

"Lama banget kita sampai jamuran," gerutu Sana yang berdiri di sebelah Winta.

"Winta! Sana! Astaga, gue lupa ngasih tau ke kalian berdua. Gue ada sedikit masalah yang perlu gue selesain sekarang. Ma'af ya," celoteh Lova panik teringat janji temunya dengan dua temannya.

"Iya, nggak apa-apa kok. Tugasnya udah kita kerjain, Lo tinggal bikin PPT-ya aja sih. Materinya udah gue kirim ke email Lo," ujar Winta menjelaskan.

"Aduh, maaf banget ya. Jadi nggak enak sama kalian berdua," ceriwis Lova merasa bersalah.

"Kalau gitu, traktir kita es krim sekarang. Di Donate, hehm," usul Sana tersenyum lebar.

"Sekarang? Yah, gue nggak bisa. Gue harus samperin orang-orang nggak penting di ujung koridor," keluh Lova setengah mengomel.

"Hah? Orang-orang siapa maksud lo? Tadi kita lewat sana, tapi nggak ada siapa-siapa," jawab Winta heran.

"Iya, sepi kok. Maksud Lo siapa?" imbuh Sana juga heran.

"Nggak ada orang gimana? Jelas-jelas tadi gue lihat Chakra sama most wanted di diujung koridor. Lo nggak lihat mungkin."

"Beneran nggak ada orang sama sekali, kalau nggak percaya lo cek aja sekarang," jawab Winta meyakinkan.

'Masa' sih?" Lova masih belum percaya. Mungkin saja Chakra dan yang lain menunggunya di dalam kelas sehingga Winta dan juga Sana tidak melihat mereka.

"Beneran. Udah ya, kita cabut dulu. Mau makan es krim di Donate," pamit Sana kemudian pergi bersama Winta.

Setelah dua temannya pamit pergi, Lova melangkahkan kakinya menuju ujung koridor tempat Chakra CS dan hasilnya hanya ada udara kosong tanpa satu pun penghuni di koridor itu. Mencoba mengintip ke dalam kelas, tetap saja ia tak menemukan mereka.

"Lhah, kok sepi sih? Tuh orang pada kemana lagi? Udah ngerjain gue, trus sekarang ngilang gitu aja," omel Lova menggerutu sendiri.

Detik itu juga Lova mengambil HPnya dan langsung menekan gambar telpon di layar HPnya setelah dia menemukan 'jangan dijawab' di kontak phone-nya.

"Halo… eh, kucing lo ada dimana? Gue udah sampai tempat yang tadi," lapor Lova di telpon, setengah membentak saking kesalnya.

"....."

"Hah? Di lapangan basket depan! Kok gue tadi nggak lihat lo!"

"..."

"Ruang ganti! Terus minuman lo gimana?"

"...."

"Ogah! Lo yang butuh, kenapa gue yang harus nyamperin lo? Lo aja yang kesini!" omel Lova nggak terima.

Di lapangan basket terlihat seorang pemuda yang berdiri di pinggir lapangan sedang berbicara melalui teleponnya. Bibirnya tak luput dari senyuman lantaran senang telah mengerjai gadis yang akhir-akhir ini mengisi pikirannya. Ada perasaan senang tersendiri saat melihat gadis itu marah-marah karena ulahnya yang menjengkelkan. Membuat kesal Lova menjadi hobby baru untuk Chakra. Chakra terkekeh pelan saat membayangkan betapa kesalnyanya Lova di tempatnya sekarang.

"Eh, lo 'kan tinggal jalan ke sini. Apa susahnya, sih? Bawel banget lo," omel Chakra seenaknya, menahan tawanya agar tidak meledak.

"...."

"Gua nggak peduli, pokoknya dalam waktu 7 menit lo sudah harus ada dihadapan gue. Ngerti!"

"Argh… dasar DIKTATOR!" teriak Lova menggelegar kemudian mematikan sambungan secara sepihak.

Chakra tertawa kencang seraya memegangi perutnya yang sakit akibat tawanya yang tak kunjung berhenti. Bahkan tatapan sahabat dan juga musuhnya tak dia hiraukan. Chakra terus tertawa sambil membayangkan Lova yang mencak-mencak sendiri. Apalagi setelah mendengar jeritan frustasi Lova tadi.

Lova langsung menuju ke lapangan basket SMA ROMA. Selain untuk menyerahkan minuman ke Chakra, gadis itu juga berniat untuk memaki cowok annoying dan seenaknya itu.

Di pinggir lapangan, Lova sudah bersungut-sungut siap memarahi Chakra dengan segenap tenaganya yang masih tersisa sehabis lari-lari dari lorong kelas XI menuju lapangan basket. Dia sendiri tak habis fikir bagaimana bisa dengan mudahnya menuruti semua perintah Chakra yang gila itu.

Namun di sela amarahnya, terlintas perasaan senang karena dengan begini dia bisa melihat pujaan hatinya sedang adu basket dengan lihainya. Gayanya bermain menunjukan kalau dia memang idola ROMA saat ini. Matanya selalu tertuju ke arah cowok itu, Lova mengamati cara bermain cowok itu yang sudah seperti pemain MBA terkenal. Sesekali cowok itu mungusap keringat di pelipisnya sehingga menambah kesan seksi di mata Lova. Sampai-sampai gadis itu tidak sadar kalau permainan di hentikan sejenak untuk beristirahat.

"Woy! Bengong aja lo, kesambet setan lapangan!" teriak Chakra di telinga Lova sukses membuat jantung gadis itu melompat kaget.

"Kucing! Lo bikin gue kaget aja. Bisa nggak sih, lo nggak bikin darah tinggi gue kambuh. Bisa cepet mati gue kalau tiap hari harus meladeni orang sinting kayak lo," omel Lova panjang lebar.

Chakra hanya tersenyum tanpa dosa seraya memberi handuk pada Lova yang masih mengeluarkan raut wajah kesalnya. "Bersihin keringat gue," perintahnya santai.

"Lo gila, ini didepan umum! Gue nggak mau!" protes Lova menolak perintah Chakra. Namun, saat melihat tatapan Chakra menajam mau nggak mau Lova pun berjalan mendekati cowok itu untuk melakukan perintah Chakra. "Lo agak nunduk dong, gue nggak nyampek tau. Tinggi lo over banget, sih," celoteh Lova mulai mengelap wajah Chakra.

"Eh, lo aja yang kependekan, bodoh," omel Chakra mendorong kepala Lova dengan telunjuknya.

"Huh, dasar cowok rese', nggak punya hati, nyebelin, sok kecakepan, diktator, Mr. Bosy," maki Lova dalam hati memandangi wajah Chakra dengan tatapan membunuh.

"Eh, mandangnya nggak usah kayak pengen bunuh gue kali, serem amat," ledek Chakra menahan tawa melihat raut wajah Lova yang memerah menahan amarah. BUkannya takut, pria itu justru menikmati ekspresi membunuh di wajah Lova saat ini. Sungguh sangat mengasikkan karena ini kali pertama untuknya.

"Gue emang mau bunuh Lo! Kenapa? Lo mau request gimana caranya pembunuhan lo? Gue akan langsung kabulin karena itu permintaan terakhir lo. Biar tambah dramatis kayak di film film!" desis Lova dengan amarah sudah pada fase level tertinggi

"Weits, galak banget sih lo sama gue. Kurangin dikitlah kadar kebencian lo sama gue. Mulai hari ini 'kan kita harus saling mendekatkan diri," ucap Chakra menaik turunkan alisnya dengan gaya menyebalkannya, membuat Lova mengerutkan keningnya heran.

"Maksud lo?" tanya Lova tak mengerti ucapan Chakra barusan.

"Ya… lo akan tau kalau lo udah pulang ke rumah. Mungkin sekarang orangtua gue udah ngobrol panjang lebar sama ortu lo," ucap Chakra lagi-lagi menambah keheranan Lova.

"Ortu dia ketemu sama ortu gue… jangan-jangan dia mau di jodohin sama gue, kayak di sinetron atau novel-nevel klasik milik Winta. Oh, BIG NO!" lamun Lova menggeleng-gelengkan kepalanya.

Fikirannya sibuk mencerna ucapan Chakra dan segala kemungkinan buruk yang akan terjadi.

*****

Jangan lupa guys! Komen dan juga kasih review yaa..

Jangan lupa mampir ke cerita saya yang lainnya.

1. Not a CLassic Wedding

2. Jodoh [Aku yang Memilihmu], Partner In Crime [Sequel Jodoh [Aku yang Memilihmu]]

3. Black Tears

4. Selingkuhan

5. Merakit Perasaan

6. Cinderella Scandal's : I'am CEO, Bitch!

Dukung terus anak anak saya yaa....

Saya juga mengucapkan terimakasih kepada semuanya yang sudah mengikuti cerita ini sampai sejauh ini. Nunggu upnya luama banget, jangan lupa tab love terus komen ya guys. Biar anak saya rankingnya semakin naik. Saya jadi tambah semangat buat nulis kalau rangkingnya naik. wkwkwkwk

PYE! PYE!

Note : Saya akan lebih sering up lagi lho, stay tune....