webnovel

My Teacher, My Boyfriend (Mr Bima is Mine)

Bagaimana jika gurumu sendiri menyukaimu? Senja, hidupnya benar-benar menjadi tidak tenang. Senja sering merasa kesal jika gurunya bertingkah seenaknya. Gurunya ini selalu ikut campur, selalu menggoda, selalu sok keren plus sok ganteng, dan selalu berhasil membuat Senja kalah saat berdebat. Di sisi lain, Senja juga merasa bersyukur atas kehadirannya di hidup Senja.

moonlxttc · Adolescente
Classificações insuficientes
18 Chs

Bapak Suka Kepadaku?

"Rasa suka sama halnya dengan matematika. Jika hanya menduga-duga pasti akan sulit, jika mencoba memahami pasti akan dapat jawabannya, jika sudah dapat pasti akan tau benar tidaknya."

________________________________________________________________

Sial sekali Senja, di ruang guru ini dia harus mendengarkan omelan Bima dari a sampai z bahkan dari penjumlahan sampai pengakaran. Kuping Senja memerah karenanya. Apa ini balasan karena dia baru saja mencampakkan anak orang lagi? Kejadian sial terus menerus menghantuinya, salah satunya pertemuan Senja dengan Bima adalah kesialan yang paling parah.

Semesta pasti sudah mengutuknya.

Bima pun menyuruh Rere pergi dengan hukuman memilah-milah sampah yang ada di belakang gedung sekolah. Meskipun Bima berpikir hukuman itu sangatlah ringan tapi bagi Rere justru kebalikannya. Rere yakin, sejarah mistis sekolah ini benar-benar ada, bahwa di tempat tersebutlah makhluk halus bernama Melati bersembunyi.

Dengan berat hati Rere harus mematuhi dan meninggalkan Senja yang menatapnya memelas seperti meminta pertolongan.

Terlihat Bima yang sedang duduk membelakangi mejanya celingukan lalu meraih penggaris panjang di meja guru sebelah.

"Pinjam, Bu." ucapnya pada Ibu Rosi guru Farmakologi yang langsung mengangguk.

Senja menelan ludahnya dengan susah payah, takut-takut jikalau guru muda ini menyabetkan benda tersebut ke badan indahnya.

Mata Senja yang mulanya merapat kini perlahan terbuka karena Bima hanya menyentuhkan ujung penggaris di pergelangan tangan Senja,

"Kau tahu kesalahanmu hari ini apa saja?" tanyanya dan membuat Senja menundukkan wajah untuk menjelajah penampilannya dengan muka polosnya.

Bima kembali menyentuhkan benda itu di atas bahu lalu puncak kepala Senja.

Senja pun merutuki dirinya sendiri, bisa-bisanya dia lupa akan hal seperti ini.

"Rok terlalu tinggi, rambut terurai tidak dikuncir. Terus kenapa atasannya tidak kau kancingkan semua? Meskipun memakai kaos sebagai dalaman seperti ini, tetap saja melanggar peraturan, Senja." jelasnya.

Seharusnya Senja memperbaiki penampilannya terlebih dahulu sebelum masuk ruang guru. Jika begini, dia akan kena poin pelanggaran lagi dan lagi.

"Karena panas, Pak. Agar mengikuti tren Korea juga. Lantas kenapa tidak ada libur musim panas? Padahal di negara lain ada." protesnya atau mungkin cara merubah topik ala Senja.

"Baiklah jika kau inginkan itu. Kau tak perlu masuk sekolah selama musim kemarau, masuklah saat musim hujan saja. Bapak bisa bantu absenmu."

"Loh, kenapa begitu, Pak?"

"Kau lupa negara kita ada berapa musim? Karena itu jangan terlalu sering menonton drama Korea dan Jepang, nantinya kau banyak berkhayal." ejek Bima.

Senja hanya menanggapi dengan decakan malas.

"Dah! Cepat dibenahi!" perintah pria itu. Walaupun tidak ikhlas, Senja tetap saja menuruti Bima dengan menurunkan sedikit roknya, mengancingkan dan memasukkan atasannya, hingga menguncir rambutnya.

Di sisi lain ada Bima yang terus mengamati gerak gerik gadis di depannya ini tanpa berkedip. Senja yang melakukan kegiatan menguncir dengan mata mengarah keluar gedung, membuat Bima tak henti-hentinya berdecak kagum dengan wajah dan sikap Senja yang dari awal berhasil merebut hatinya.

Bima masih muda, dia dan Senja hanya terpaut tiga tahun. Apa karena di sekolah ini panggilan 'guru' yang sudah melekat di dirinya membuat Bima mempertimbangkan kembali rasa sukanya?

Senja risih, kenapa orang ini terus menatap dirinya tanpa berkedip? Senja yakin, Bima pasti memikirkan hal yang aneh-aneh. Dari awal Senja sudah sangat yakin, gurunya ini tidak beres, pasti guru mesum.

Gadis itu berdeham seraya melambaikan tangannya di depan wajah Bima,

"Pak?" ucapnya kemudian.

Bima tersadar, mengedipkan kelopak matanya beberapa kali lalu mengangkat kedua alisnya tanda bertanya.

"Sudah kan?" tanya Senja seraya memperlihatkan tubuhnya yang dibalut seragam SMK Bangsa yang rapi dan taat peraturan. Yahhh, meskipun dirinya sendiri tidak niat melakukannya.

Mata Bima mengarah dari atas ke bawah lalu tubuhnya bersandar.

"Kau mendapatkan poin pelanggaran lagi karena masalah seragam tadi. Jika masalah ke kantin saat jam pelajaran, Bapak tau hukuman yang cocok untukmu." ucapnya sambil terkekeh licik.

Senja menghentakkan kakinya dan menghela napas pasrah,

"Iya, apa?" tanyanya malas.

Bima meraih selembar kertas berisi lima soal matematika yang ada di atas mejanya lalu menyerahkan pada Senja,

"Kerjakan! Pulang sekolah segera berikan ke Bapak..." ucap Bima.

Senja tersenyum, ini hal yang mudah. Mengingat bahwa teman sekelasnya banyak yang pandai soal seperti ini, dia bisa meminta bantuan kepada siapa saja.

"...Tanpa bantuan teman." lanjut Bima, tentu saja Senja mematung.

"Ujian minggu lalu, matematika kamu dapat 5 dari nilai 100, yang berarti cuma satu soal yang berhasil kau jawab dengan benar. Anggap ini sebagai belajar tambahan untuk anak malas sepertimu." jelasnya.

Senja mulai gelisah, bagaimana dia bisa selesai di jam pulang dengan mengerjakan soal matematika ini sendirian? Bima tahu saja kelemahan Senja.

"Aku kembali ke kelas sekarang." ucapnya malas.

"Tunggu!" kaki Senja langsung berhenti lalu berbalik dengan kesal.

"Satu hal lagi. Kenapa bibirmu merah sekali? Kau mau tebar pesona?" tanya Bima ketus dan membuat Senja mengeryitkan kening.

"Aku memang cantik dari lahir, kenapa membawa kalimat 'tebar pesona'? Bibirku ini memang begini." balasnya tak mau kalah, tapi dia berbohong tentang lip tint yang dia pakai di bibirnya.

"Jika memang gitu, esok kau ke sekolah jangan lupa memakai masker. Agar murid-murid pria setampan Bapak di SMK Bangsa ini tidak terpana kepada wajahmu melulu."

"Seperti ini ketampanan Bapak pun sebelas dua belas dengan Suho loh!" lanjut Bima seraya memamerkan senyum dan wajah tampannya.

Senja masih memfilter kata-kata Bima dengan perlahan,

"Jadi, Bapak suka terpana dengan wajah aku?" ucapnya pelan dengan wajah yang masih terlihat berpikir.

Bima tersentak, dia langsung menghujat dirinya sendiri atas borosnya bibir yang tercipta tipis ini.

"Apa yang Suho? Tingkat ketampanan Bapak bagi saya serupa dengan Pak Tarno Pesulap." lanjut Senja, membuat Bima sedikit bernapas lega. Mungkin Senja tidak terlalu memikirkan ucapannya tadi.

Bima berdeham berusaha menetralkan kembali suasana hatinya,

"Bapak tidak mau tahu, jikalau besok masih terlihat merah mencolok seperti itu, Bapak tak segan untuk hukummu." ucapnya tegas.

"Pak Bima suka sekali memberiku hukuman, padahal yang memakai lip tint di sekolah ini bukan aku saja. Tadi Bapak mengucapkan bahwa Bapak suka terpana denganku, dulu juga pernah memelukku..." ucap Senja tanpa berhenti seperti kereta yang bergerak cepat dan langsung membuat mereka berdua jadi titik sorot dalam ruang guru ini.

Gawat. Batin Bima, dia ingin sekali berdiri dan langsung menutup mulut Senja dengan tangannya sendiri tapi sayang kondisi dan tempat tidak memungkinkan.

"...apa jangan-jangan Bapak suka kepadaku?"

Bima ingin sekali terjun dari gedung ini sekarang juga. Mukanya benar-benar berubah menjadi merah karena malu.

Benar-benar dibuat malu oleh seorang gadis bernama Senja.