webnovel

[02] Lembar - Siasat Busuk

"Engh, engh ... Ah~"

Suara erangan basah bergema di dalam ruangan itu, membuat beberapa pelayan di luar ruangan tidak bisa menahan diri untuk memerah dan segera mempercepat langkah mereka menjauhi kamar sejoli yang tengah melakukan tindakan senonoh semacam itu di waktu ketika matahari bahkan masih jauh dari peristirahatan.

"Angh, um ... um .... ugh! Jangan gigit!"

Pemuda yang tengah menenggelamkan diri untuk mencicipi kelezatan di hadapan wajahnya, segera mengangkat kepala dan tersenyum lembut. Melengkungkan matanya seperti bulan sabit.

"Maaf, tapi kau benar-benar nikmat, hehe. Kau pasti mengerti bahwa sangat sulit bagiku menahan diri ketika kau jelas-jelas menghidangkan dirimu di hadapanku." Ujar pemuda itu sambil kembali menunduk untuk menjilat tubuh di bawahnya.

Rona merah jelas merambat di sepanjang wajah wanita di pelukannya itu, membuat si pemuda semakin gemas dan kembali mengigit daging di depan mulutnya.

"Angh! Aku akan habis jika kau terus mengigit." ucapnya.

Pemuda itu tertawa kecil, "aku akan makan sedikit demi sedikit."

"Kau jelas tahu untuk tidak bertindak serakah," ucap perempuan itu. Kedua tangannya bergerak untuk memeluk pria di depannya. Kemudian berkata, "Tapi, saat ini kita benar-benar perlu bicara."

Tuan muda itu meremas daging di tangannya, "pada saat seperti ini, apa hal yang begitu penting untuk di bicarakan?"

"Ini terkait dengan Mu Qionglin." Perempuan itu tidak menyerah.

Pemuda itu bertanya tanpa menghentikan gerakannya, "Oh? Ada apa dengannya?"

"Dia sudah bangun saat ini, tapi ..." Wanita itu mengambil jeda sejenak, "dia tampaknya kehilangan ingatannya."

Jemari yang tengah meremas gumpalan daging di tangannya terhenti sejenak, sebelum kemudian itu tiba-tiba meremasnya dengan keras, hingga wanita itu memekik kesakitan dan menyadarkannya.

"Anghh! Apa yang kau lakukan begitu tiba-tiba?! Itu menyakitkan!" Keluh si wanita dengan wajah keheranan, apakah fakta bahwa Mu Qionglin itu hilang ingatan sangat mengejutkan? Bukankah reaksi ini sedikit di luar harapannya?

Tampaknya tersadar bahwa dia sempat linglung, pemuda itu segera tersenyum dan mengusap lembut tubuh di pelukannya.

"Maaf, aku hanya sedikit terkejut bahwa ternyata dia hanya kehilangan ingatan, bukankah itu jauh lebih baik dari yang kau harapkan?" Ujar pemuda itu, lantas kembali menunduk dan menggerayangi tubuh gemulai yang tengah dipeluknya.

Wanita itu menghembuskan nafas kesal, "yah, sebenarnya aku berharap dia mati di sungai itu."

Pemuda itu terkekeh samar, menyelipkan tangannya di antara belahan kaki jenjang wanita itu, dan terus mengusap sembari berbicara, "mengapa kau sangat ingin dia mati? Bukankah itu berarti rencana untuk membuatnya menikah dengan si bodoh akan gagal, bukan?"

"Um ... ngh ..." Wanita itu bergerak dan mendesah, sebelum menarik nafas dalam-dalam dan mencoba berbicara, "tidak ada bedanya jika dia mati ... um ... nghh ... ketika aku memiliki ide untuk menikahkannya dengan si bodoh itu, tentu saja karena aku ingin membuatnya kehilangan harga diri dan tidak ingin hidup, engh ... lagi. Ahhhh ... "

Wanita itu menahan pergelangan tangan yang mana jemarinya telah bermain di dalam goa miliknya, "aku bilang kita perlu bicara, kenapa kau masih masuk?"

Pemuda itu memasang raut wajah polos dan tidak bersalah, "bukankah saat ini kita juga sedang bicara? Lagipula, ini hanya jari-jariku."

"Itu sama saja," Wanita itu menggerutu.

"Tentu saja ini berbeda, sayangku." Pemuda itu mengerakkan jemarinya di bawah sana. "Apakah kau menyamakan jemariku dengan barangku? Jelas-jelas itu berukuran sangat berbeda."

"Enghh ... Ah! Aku tidak bermaksud ...." Wanita itu memiliki wajah yang merona seluruhnya, antara sedikit malu tapi juga merasa lebih panas karena kata-kata tidak senonoh pemuda di atasnya itu.

Dia segera menegakkan tubuhnya, bergerak menjauh beberapa saat dan menatap mata pemuda di depannya dengan tegas, "kita benar-benar harus bicara, aku bersungguh-sungguh."

"Baiklah," pemuda itu menyandarkan tubuhnya di atas kepala ranjang, menatap balik ke arah pihak lain dan tersenyum, "katakan apa yang ingin kau bicarakan."

Ada jeda yang menghasilkan keheningan sejenak saat mereka saling menatap satu sama lain.

Wanita itu menghela nafas, "apakah ini tidak apa-apa jika mereka berdua menikah? Si bodoh Zhanqui itu akan menikah dengan pemuda yang memiliki wajah lembut dan cantik, Qionglin? Apakah ini tidak akan masuk ke dalam kisah-kisah opera di rumah hiburan atau bahkan panggung di tengah pusat perdagangan?"

Pemuda itu terkekeh samar, mengusap leher wanita yang ikut berbaring di sampingnya, "apakah kau membayangkan kisah seperti si bodoh dan si jelita? atau kecantikan dan si buruk rupa?"

Wanita itu menghentikan tangan yang mencoba meraba lebih jauh, dan mengatakan pemikirannya, "aku hanya tidak ingin ada kemungkinan bahwa apa yang kita pikir akan membuatnya kehilangan harga diri justru akan membuat Qionglin itu menjadi lebih banyak di kenal."

"Oh, sayangku, pada masa ini, menurutmu adakah yang lebih penting daripada reputasi seseorang? Bahkan jika kisahnya masuk ke dalam opera, atau bahkan hingga seluruh pelosok negeri, menurutmu adakah yang masih tersisa dari reputasi si cantik Qionglin itu?" Jelas si pemuda dengan perlahan-lahan.

Wanita itu menelisik jauh ke dalam mata sang pemuda, sebelum kemudian menghela nafas dalam-dalam, "bahkan kau masih menyebutnya sebagai si cantik Qionglin. Apakah menurutmu di luar sana tidak akan ada orang yang tergoda untuk mendukungnya selama reputasinya mulai jatuh?"

"Oh, hanya jika orang itu tidak keberatan bahwa kecantikannya sebenarnya menikah dengan seorang laki-laki. Dan lagi, jika Qionglin menerima dukungan orang-orang tertentu, bukankah itu semakin menegaskan reputasi buruknya?" Ujar pemuda itu, meraih lekukan pinggang wanita di sebelahnya, dan tersenyum lagi.

"Jika itu dirimu, maukah kau untuk masih menawarkan dukungan padanya?" Desak wanita itu.

"Jika itu diriku, hm ..." pemuda itu mengusap dagunya sejenak. "Aku sudah memiliki kecantikan di tanganku sekarang, apakah menurutmu aku begitu mudah tergoda? Lagipula aku tidak akan menjadi begitu rendah untuk mendukung istri pria lain, dan lagi meskipun dia cantik, apa kau lupa Qionglin masih laki-laki, apa gunanya untukku?"

Wanita di pelukannya mendesah lega, memainkan jemarinya di atas dada yang bidang milik pihak lain, "aku hanya cemas. Kau tidak lupa, bukan? Sejak sang kaisar sebelumnya mengambil selir laki-laki, tampaknya para pria bangsawan juga diam-diam menekuni kegemaran aneh ini. Bahkan Rumah hiburan juga secara halus mendukungnya dengan menyiapkan pelacur laki-laki."

Pemuda itu terkekeh samar, mengecup hidung wanita di pelukannya, "apa yang kau cemaskan, kegemaran itu hanya dilakukan untuk bersenang-senang, tidak lebih. Sangat jarang orang yang berani menunjukannya secara gamblang, mereka tidak mau mengambil resiko merusak reputasi dan menjadi bahan gunjingan."

"Apa yang kau katakan memang benar," wanita itu menarik nafas lagi, "aku hanya terlalu banyak berpikir, takut bahwa semua pria akan tergoda oleh si pelacur Qionglin itu."

"Kau membencinya begitu banyak?"

Wanita itu meregut kesal, "kau masih perlu bertanya? Aku membencinya, sangat membencinya!"

Pemuda itu tertawa lagi kali ini, dan bangkit di atas tubuh yang sebelumnya berada dalam pelukannya, "Baiklah, jangan membicarakannya lagi. Apakah kali ini aku boleh masuk?"

Wanita di bawahnya merona sangat merah, tetapi masih berpura-pura untuk berjuang.

"Tidak, kau terlalu besar, itu akan menyakitkan jika kau bergerak terlalu kasar nanti." Bisiknya.

Pemuda itu tertawa sebagai tanggapannya, tapi masih menjulurkan tangan untuk memulai kegiatan mereka kembali.

"Aku akan berusaha untuk lembut."

[To Be Continued]

Sudah dapet kah feelnya? Sudah greget dengan sejoli yang masih belum tahu siapa mereka ini? Yuk lanjut ke chapter selanjutnya. Thank You.

~ Ann

Hi_Annchicreators' thoughts