webnovel

My Bastard Man!

Peringatan: Rate: 21+ Harap bijak dalam memilih bacaan. Manora James, seorang wanita yang sangat mencintai Aldrich Hamilton, yang tak lain merupakan kekasihnya sejak bangku perguruan tinggi. Keduanya memilih menikah ketika Aldrich memiliki pekerjaan tetap di perusahaan milik keluarganya. Namun, semakin hari sesak semakin menyelimuti hatinya. Bagaimana tidak, Aldrich yang dulunya sangat perhatian dan sangat mencintainya kini berubah menjadi dingin dan tak tersentuh olehnya. Jangan lupakan kebiasaan pria itu yang kini lebih senang menghabiskan waktu di luar dengan para wanita bayaran. Perlahan Manora mulai bertanya, apa dirinya harus bertahan di tengah dinginnya pernikahan mereka atau memilih pergi dan melupakan segala sakit yang membelenggunya. Manora dilema, antara bertahan dan pergi, apa yang harus ia pilih?

meserrine_ · Urbano
Classificações insuficientes
284 Chs

The Tightness that Manora Felt

Nora yang sedang mengepel lantai marmer mansion melirikan matanya menatap Cassandra yang mendudukan diri di kursi sofa tepat di depan televisi.

"Cepat buatkan makanan untukku, aku benar-benar lapar," ujar Cassandra dengan meraih sebuah majalah fashion yang ada di atas meja dan melihat-lihat gambarnya.

Nora yang mendengar itu diam, enggan merespon, bahkan melakukan apa yang di perintah Cassandra pun tidak.

Gadis itu masih asik menunduk dengan terus mengerjakan pekerjaan rumahnya yang sudah sehari-hari di lakukannya.

Cassandra yang merasa di anggurkan menggeram marah, ia melempar majalah yang ada di tangannya ke atas meja kaca. Menatap Nora dengan pandangan tajam.

"Kau dengar apa yang ku katakan! Buatkan aku sarapan."

"Aku tidak mau," balas Nora kali ini dengan nada enggan.

Cassandra mengepalkan kedua tangannya yang menggantung di udara, ia menetap Nora semakin geram. Ia berjalan mendekati Nora dan menarik rambutnya kasar.

Nora meringis, gadis itu menahan rambutnya yang di tarik oleh Cassandra agar tidak terlalu merasa kesakitan.

"Kau menentangku?! Apa kau mau aku berbicara yang tidak-tidak pada Aldrich tentangmu! Agar ia bisa berbuat kasar padamu seperti ini yang ia katakan kemarin."

Cassandra melepaskan tangannya yang menarik rambut Nora dan beralih melipat kedua tangannya di depan dada.

"Well, itu bukan hal yang sulit bagiku," tekannya mengancam. Bibirnya tersungging miring ketika melihat wajah tegang dan ketakutan yang di perlihatkan Nora secara terang-terangan.

"A-aku minta maaf, jangan lakukan itu." Nora bergerak menjauhi Cassandra, "Aku akan membuatkan makananmu sekarang," ujarnya lagi dan segera pergi meninggalkan Cassandra menuju dapur.

Cassandra tersenyum puas, ia kembali menduduki sofa sembari menunggu makanannya.

***

"Kau tidak memasukkan racun ke dalam makananku 'kan?" tuduh Cassandra dengan menatap Nora dengan tatapan tajam.

"Tidak." Nora menggeleng kecil menjawab pertanyaan Cassandra.

Cassandra terdiam di tempat, masih terlihat enggan mencicipi masakan Nora. Matanya melirik ke arah makanan yang sudah matang, terlihat menimang-nimang sebelum akhirnya memutuskan untuk berjalan mendekati meja makan.

"Awas saja jika ternyata sesuatu padaku! Aku akan mengadukanmu pada Aldrich karena membuat calon istri-nya keracunan makanan." Setelah mengucapkan kalimat yang berupa ancaman itu Cassandra pun langsung menarik salah satu kursi dan mendudukinya.

Masih menatap makanan Nora dengan pandangan ragu sebelum akhirnya ia pun langsung beridiri daur duduknya dan meraih makanan itu.

"Akan lebih baik jika aku makan bersama dengan Aldrich," singkatnya dan langsung meraih makanan itu dan membawanya menuju kamar.

Nora menghela napas untuk mengatur kembali rasa sakit yang menggoroti dadanya. Ia berjalan memasuki kamarnya dengan tubuh lemas. Beban yang di pukulnya kali ini benar-benar berat, bahkan hampir membuatnya tidak sanggup dan ingin mengakhiri hidup saja.

Namun saat berpikiran seperti itu, akl sehatnya kembali bekerja. Nora tidak tau harus melakukan apa.

Sedangkan di tempat lain ....

Aldrich menatap fokus layar laptop yang ada di hadapannya, jemarinya bergerak lincah di atas papan keyboard. Saat ini ia sedang mengerjakan beberapa pekerjaan kantor.

Ceklek!

Aldrich melirikan matanya pada pintu kamar yang di buka. Ia kembali fokus ketika mendapati Cassandra berjalan memasuki kamar dengan tangan yang menggenggam sebuah nampan berisi makanan. Bibir wanita terus saja memancarkan senyum lebar.

Aldrich hanya melihat sekilas dan kembali memfokuskan pandangannya ke depan, terlihat acuh dengan kehadiran Cassandra.

"Aldrich." Panggilan dari Casandra mengalun di telinganya.

"Hem." Aldrich berdehem singkat menjawabnya.

Cassandra yang merasa di abaikan mendengus, ia meletakkan makanan itu tepat di sebelah laptop milik Aldrich.

"Aku sudah menyiapkan makanan untukmu."

Dengan terpaksa Aldrich menurunkan jemarinya yang sedari tadi bergerak di atas laptop ketika Cassandra mendudukan dirinya di atas pangkuan Aldrich.

Cassandra melingkarkan kedua tangannya di belakang leher Aldrich dan tersenyum manis.

"Kau jangan bekerja terus, kau harus makan," peringat Cassandra dengan memajukan wajahnya, mengecup sekilas bibir Aldrich.

"Sejak kapan kau bisa memasak?" tanya Aldrich dengan nada enteng. Yang di katakannya memang benar adanya, Cassandra sedari dulu tidak pernah bisa memasak bahkan saat mereka menjalin kekasih.

Cassandra tertawa kecil dan membenamkan wajahnya di dada Aldrich, "Sekarang aku sudah bisa memasak walau sedikit." Cassandra memiringkan tubuhnya, mengambil piring yang berisi Salad Waldorf dan menyodorkannya di depan Aldrich.

"Cobalah," pintanya yang langsung di lakukan Aldrich, pria itu membuka mulutnya dan langsung menerima salad buatan Cassandra.

"Enak?" tanya Cassandra memastikan sambil menatap Aldrich yang masih mengunyah makanan itu dengan wajah datar.

Aldrich menganggukan kepalanya setelah menelan makanannya. "Sangat enak," pujinya yang membuat Cassandra tertawa bangga meski sebenarnya itu bukanlah masakannya.

Aldrich terdiam melamun dengan menatap wajah Cassandra, pria itu yakin jika ini bukanlah masakan Cassandra, tapi masakan Nora. Masakan gadis itu sudah sangat tidak asing di lidahnya. Lagi pula ia tidak percaya dengan perkataan Cassandra tadi. Mana mungkin wanita itu bisa memasak sedangkan dia sampai sekarang masih membutuhkan pelayan untuk membuatkannya makan.

"Aldrich, kau melamun?" perkataan Cassandra membuat lamunan Aldrich jadi buyar. Pria itu mendongak, tersenyum tipis dan mengacak pelan rambut Cassandra.

"Ayo suapi aku lagi. Makananmu benar-benar enak," akunya.

"Aku sangat tersanjung dengan pujianmu," lontar Cassandra dengan tertawa senang. Tangannya terus bergerak untuk menyuapi Aldrich.

Aldrich terkekeh kecil, pria itu terus saja menerima suapan Cassandra dan kembali terdiam ... Melamun, entah apa yang di pikirannya.

"Sebenarnya apa yang kau pikirkan?" Cassandra yang sudah jengah memutar bola mata. Ia meraih gelas di atas meja nakas dan memberikannya pada Aldrich.

Tanpa di minta Aldrich menerima, pria itu pun langsung meneguk air tersebut hingga tandas.

"Tidak apa-apa, berikan padaku lagi," Aldrich menjauhkan laptop yang sedari tadi bertengger di atas kakinya, menggesernya ke sebelah sembari terus menerima suapan kecil dari Cassandra.

Saat sedang asik mengunyah makanannya, Aldrich menghentikan aksi kunyahannya ketika melihat dari balik bahu Cassandra, Nora berdiri diam di pintu kamar sembari memperhatikan dirinya dan Cassandra. Tatapan gadis itu terpaku ke arah sepasang manusia yang ada di depannya. Seharusnya dia yang ada di posisi itu, batinnya miris.

Kenapa ia tidak pernah bisa membuat Aldrich bahagia seperti apa yang di lakukan oleh Cassandra?

Merasa seseorang memperhatikannya, Nora mengangkat pandang, seketika tatapannya berhenti pada Aldrich yang juga menatapnya dengan datar.

Merasa ketahuan, Nora berjalan mundur, menggumamkan kata maaf tanpa suara pada Aldrich dan langsung berlalu dari sana.

Manora menyadarkan badannya di dinding, tangannya memegang jantungnya yang sedari tadi berdegup kencang tapi bukan karena jatuh cinta.

Ia tadinya berpikir jika Aldrich akan memarahinya habis-habisan karena mengganggu privasinya dan Cassandra, dan mungkin juga Cassandra. Untungnya Cassandra duduk membelakanginya tadi, alhasil wanita itu sama sekali tidak menyadari kehadirannya.

Nora menghembuskan napas lega. Gadis itu pun dengan cepat mengunci pintu kamarnya dan segera berbaring telentang di atas ranjang.

Saat hampir tertidur, Nora kembali terjaga. Gadis itu menatap langit-langit kamar dengan raut sendu, kenapa ini benar-benar menyakitkan? Lagi-lagi ia mendengar desahan-desahan aneh di kamar sebelah yang di yakini adalah milik Cassandra.

Nora memilin selimut yang di gunakannya, gadis itu masih tidak mengucapkan sepatah katapun, kedua tangan dengan cepat menutup telinga miliknya ketika desahan yang di keluarkan oleh Cassandra semakin keras.