webnovel

Kau Tidak Pernah Sendiri, Kau Masih Memilikiku (5)

Editor: Wave Literature

Rasanya seakan sepasang tangan tak kasat mata sedang mencekik lehernya dengan kuat, membuatnya sulit bernapas.

Dia sedang sendirian di kamarnya; ruangan itu begitu hening sehingga dia bisa mendengar suara detak jantungnya sendiri. Pelan, namun berat, dan dalam setiap degupan, dia bisa merasakan dengan jelas rasa sakit yang menusuk hingga ke tulang belulang.

Rasa sakit itu membuat giginya bergemeretakkan, sekujur tubuhnya bermandikan keringat, dan membekukan bilik jantungnya yang terdalam.

Pemuda itu spontan mengangkat tangan lalu meletakkan rokok di mulutnya dan akhirnya menghisapnya dalam-dalam setelah sekian lama tidak melakukannya.

Sebelum bertemu dengan Ji Yi, dia mencoba melakukan hal yang berlawanan dengan segala kebaikan He Yuguang dengan merokok, minum-minum, berkelahi… tidak ada yang tidak dia lakukan.

Setelah bertemu dengan Ji Yi dan tahu bahwa Ji Yi tidak suka bau asap rokok, dia memaksakan diri untuk berhenti merokok.

Dia sangat kecanduan rokok, jadi setiap kali suasana hatinya buruk, kecanduannya kembali. Ketika hal itu terjadi, dia menyalakan rokok hanya untuk menenangkan diri sebentar, tetapi dia tidak memperbolehkan dirinya menghisap rokok itu, kecuali ketika dia sangat putus asa.

Dia tahu caranya merokok, tetapi saat baru saja menghisap rokoknya satu kali, dia lupa menghembuskan asapnya dan akhirnya terbatuk.

Dia mencengkeram dadanya dan membungkukkan badan sembari terbatuk-batuk parah hingga air mata menggenangi pelupuk matanya.

He Jichen tidak tahu kapan batuknya berhenti, tetapi ketika dia sudah pulih, rokoknya sudah terbakar habis dan hampir membakar kulit tangannya.

Dia mematikan puntung rokok itu di asbak dan perlahan menegakkan punggung untuk memeriksa ponselnya.

Setelah Ji Yi melihat bahwa dia belum membalas pesan setelah beberapa saat, gadis itu mengirim pesan lainnya. "Kak Yuguang, apakah kau sudah tidur?"

Sekitar tiga menit kemudian, dia mengirim pesan lagi: "Selamat malam kak Yuguang, sudah larut malam, jadi aku juga akan tidur."

He Jichen menatap layar ponselnya beberapa saat, tetapi tidak mengirimkan balasan. Dia meletakkan ponselnya dan menyalakan rokok lainnya sambil menatap kegelapan malam dari balik jendela. Seakan terperangkap dalam kebingungan dan rasa frustrasi, ia pun menghisap rokoknya, lagi, dan lagi.

He Jichen tidak yakin sudah berapa batang rokok yang dihisapnya, tetapi dia tahu sampai mulutnya terasa pahit, dia belum mengambil keputusan.

Pemuda itu turun dari ranjang, mengambil sebotol air minum dan menenggak setengah isi botol sebelum berjalan ke arah jendela kamar hotel yang menjulang tinggi. Dia berdiri dalam keheningan di sana untuk beberapa lama sebelum akhirnya kembali ke ranjang dan mengambil ponsel He Yuguang. Dia membuka WeChat dan memencet nama Ji Yi.

Dia membaca ulang pesan-pesan Ji Yi yang panjang, dan ingin sekali menghibur gadis itu.

Tetapi setelah memikirkan apa yang hendak dikatakannya, dan bahwa dia harus menggunakan identitas He Yuguang untuk mengatakannya pada gadis itu, dia menjadi ragu dan bimbang.

He Jichen memencet keyboard dua kali, lalu berhenti.

Sama seperti ketika mereka masih muda dulu, Ji Yi hanya memberitahukan perasaannya yang sebenarnya pada He Yuguang. Jika sesuatu yang buruk terjadi di sekolah, jika dia berselisih paham dengan teman sekelasnya, atau jika seseorang membuatnya merasa sedih, Ji Yi tidak akan pernah bercerita padanya. Justru, Ji Yi akan pulang dan hanya memberitahu He Yuguang.

Sehingga kata-kata yang ingin diucapkannya untuk menenangkan gadis itu akhirnya tidak terucapkan.

He Jichen mengeratkan bibirnya dalam diam dan jarinya kembali bergerak. Dengan suara "tap tap tap" pada keyboard, He Jichen merasakan keputusasaan dan ketidakberdayaan menggerogoti lubuk hatinya.

Setelah semua yang terjadi, dia hanya berharap Ji Yi bisa berbahagia.

Bahkan jika dia harus menderita demi kebahagiaan gadis itu.

He Jichen berhenti dan dengan seksama membaca kembali apa yang diketiknya sebelum memencet tombol "kirim".