Sesak dan menekan.
Perih dan menyakitkan.
Marah dan kekecewaan.
Kalud dan kegelisahan.
Takut dan kesedihan.
•
•
•
Beberapa saat yang lalu di tempat berbeda.
Jasmine memungut kardus basah yang sudah lembek karena air hujan. Alat tulis dan juga beberapa buku di dalamnya ikut basah, sudah tak bisa lagi terselamatkan. Semuanya terjatuh saat Leonardo menariknya paksa masuk ke dalam mobil dan meyetubuhinya dengan cukup brutal.
Jasmine menunduk lesu, ia kembali membanting lagi seluruh isi kardus dan menjerit dengan keras.
"AAAHHH!!!!" teriak Jasmine pilu, teriakkannya dibarengi dengan air mata, namun langsung tertelan oleh riuhnya air hujan.
Hujan masih turun dengan deras, membasuh air mata Jasmine. Jasmine menangis, terisak dalam lipatan sikunya. Membiarkan air hujan menghapus semua kesesakkan dalam hatinya saat ini.
Teringat kembali ucapan Leonardo saat meninggalkannya pulang tadi, "Ingat, tubuhmu kini milikku!! Hanya aku yang boleh menyentuhnya! Dan jangan coba-coba untuk bunuh diri!! Kalau kau nekat, aku akan membunuh seluruh keluargamu juga."
"Dasar iblis!!" geram Jasmine.
Jasmine bangkit, ia melangkah gontai masuk ke dalam kamarnya, melepaskan semua pakaian basah. Air hangat turun mengguyur tubuhnya dari keran shower. Semburannya cukup deras untuk menyamai hujan, Jasmine membasuh seluruh tubuhnya dengan sabun. Menggosok dengan kasar seluruh permukaan kulit yang disentuh oleh Leonardo.
"Kotor!! Aku kotor!!" isak Jasmine.
Tubuh wanita itu kembali merosot ke bawah, terduduk sambil meratapi nasibnya. Kehidupannya yang datar mendadak berubah, kehidupannya yang penuh kebahagiaan mendadak luntur, berganti dengan kesedihan yang penuh dengan derai air mata.
"Rafael, aku merindukanmu. Maafkan aku, Sayang. Maafkan aku. Walaupun rindu, aku terlalu malu untuk bertemu denganmu." Isak Jasmine.
Cukup lama Jasmine berkutat dengan air hangat dan juga pikirannya. Kulitnya mulai berkerut karena terlalu lama terguyur air. Jasmine teringat ucapan Leonardo, ia akan membunuh seluruh keluarganya bila Jasmine mati, maka wanita itu harus bangkit. Meski terasa enggan, meski terasa berat, wanita itu harus bangkit agar bisa tetap hidup.
Jasmine menarik handuk, melilitkannya di bawah ketiak. Teringat akan perlakuan Leonardo, pria itu tak pernah memakai pengaman saat mereka bersatu. Jasmine tak sudi bila harus mengandung anak dari bajingan itu. Cepat-cepat Jasmine mencari pil pemberian Rafael, menenggaknya beberapa butir sekaligus, Jasmine tak peduli lagi bila rahimnya harus mengering, atau bahkan bila rahimnya rusak sekali pun, yang penting ia tak mengandung anak dari Leonardo.
"AARRGG!!" Jasmine melemparkan botol berisi obat itu sampai membentur keras pada dinding ruangan. Isinya berhamburan.
"Kenapa aku begitu lemah? Kenapa?" jerit Jasmine.
ooooOoooo
Gairah dan Kepuasan
Nafsu dan Cinta
Hasrat dan Obsesi
Ambisi dan Keterikatan
Bahagia dan Keindahan.
•
•
•
Leonardo menyeringai, terus bermain dalam ingatannya percintaannya sore hari ini bersama dengan Jasmine. Tak hanya satu kali, pria itu memaksakan kehendaknya berkali-kali pada tubuh Jasmine. Wanita itu sampai terkulai lemas, tak kuasa lagi menahan hentakan kasar dari tubuh Leonardo.
Udara tipis di dalam mobil memang membuat napas keduanya menderu dengan cepat. Peluh panas yang menetes membuat perbedaan suhu udara dengan bagian luar mobil yang dingin karena hujan deras. Kaca jendela mengembun, jejak tangan Jasmine menempel sekejap lalu menghilang kembali.
"Ah, Jasmine. Baru sekejap dan aku sudah merindukanmu kembali." Leonardo menatap langit-langit ruangan, pendaran lampu indirect memancar sepanjang drop celling. Leonardo tak pernah merasa puas saat bercinta dengan Jasmine, ingin lagi dan lagi, terus dan terus. Wanita polos itu mampu membuatnya tergila-gila, sampai kehilangan pengendalian diri. Hasratnya kini begitu menggebu dan menginginkan Jasmine, ingin memiliki wanita itu seutuhnya.
"Bagaimana, Kato? Apa kau sudah membunuhnya?" tanya Leonardo, Kato terdiam di ujung panggilan telepon.
"Jangan bilang orangmu gagal lagi, Kato!" Leonardo meremat ponselnya geram, berapa lama lagi ia harus menunggu untuk mendapatkan Jasmine? Hanya membunuh satu orang saja menelan waktu begitu lama.
"Ma--maafkan saya, Tuan Leon. Saya akan melacaknya malam ini, bila perlu saya akan turun tangan sendiri untuk membunuhnya." Kato berjanji pada Leonardo.
"Berikan aku kabar baik besok! Waktumu hanya sampai senja!" Leonardo memberi perintah.
"Baik, Tuan Leon." Kato menutup sambungan teleponnya.
"Cih, pria itu seperti kecoak saja, susah sekali dibasmi," gerutu Leoardo, sudah berkali-kali ia mencoba membunuh Rafael, namun justru anak buahnya yang terbunuh. Muncul pertanyaan dalam benak Leonardo, siapa Rafael sebenarnya?
Aku pasti akan segera mendapatkanmu, Jasmine. pikir Leonardo.
ooooOoooo
Salah dan Penyesalan.
Rindu dan Keinginan.
Jarak dan Waktu.
Sayang dan Pengorbanan.
Lelah dan Letih.
•
•
•
Rafael baru bisa memejamkan matanya pukul 4 subuh, Regina menyelimutkan selimut pada punggung Rafael. Malam terasa panjang setelah kejadian menakutkan itu terjadi. Eric, kakak Rafael mengalami kejang dan gagal jantung. Setelah memeriksa kondisinya dan memastikan Eric dalam keadaan stabil, Regina baru beranjak pergi dari Hybrid room (ruang steril semacam ruang operasi sekaligus perawatan yang dilengkapi banyak alat seperti sinar X ray, ct scan, dll, pokoknya komplit, kalau tidak salah gaes.). Wanita itu melepaskan baju pelindung sekali pakai dan membuangnya pada tong sampah khusus daur ulang.
Kenapa Eric bisa kejang? Apa ada yang memicunya? Setelah 10 tahun baru kali ini Eric mengalami penurunan status kesehatan, tentu saja Regina curiga. Mungkin kalau pemicu itu terus distimulasikan dalam kadar yang sesuai, Eric bisa bangkit. Eric punya harapan kecil untuk sembuh.
Pukul 7.00 pagi, Rafael terbangun. Eric masih tetap sama, tak berkedip, tak bergerak, terus terbujur kaku tanpa daya. Wajahnya sepucat kapas, napasnya sudah teratur, begitu pula detak jantungnya.
"Ah, aku tertidur. Obat pemberian V pasti ada obat tidurnya." Rafael menguap, biasanya memang obat pereda nyeri memiliki efek samping mengantuk yang cukup kuat.
Rafael melihat ke arah lengannya. Rasanya masih berdenyut nyeri. Entah butuh berapa lama untuk luka ini pulih?
"Aku tak bisa menunggu luka ini sembuh baru pulang. Aku harus mengarang cerita dan pulang ke rumah. Aku ingin segera menemui Jasmine dan menjelaskan semuanya." Rafael bangkit.
"Sudah mau pulang?" Regina tiba-tiba saja muncul, melemparkan luaran kering yang mungkin saja muat menempel di tubuh Rafael.
"Iya, aku harus menemui, Jasmine." Rafael menggunakan jaket pemberian Regina.
"Kau merindukannya? Kini kau sudah mengerti apa itu cinta?" Regina terkikih dan sedikit meledek pria kaku itu saat bertanya padanya.
"Entahlah, V. Aku hanya ingin menemuinya saat ini." Rafael masih ragu dengan perasaannya sendiri.
"Ya sudah, pulanglah. Habiskan waktu kalian yang berharga. Serahkan semua sisa perkelahian semalam pada Albert." Regina menepuk pundak Rafael.
"Dia sudah tahu?"
"Seantero negara ini tahu, El. Mayat di temukan di toilet kereta api, beruntung Albert telah menghapus namamu dalam daftar penumpang." Regina mendesah panjang.
"Sampaikan rasa terima kasihku padanya, V." Rafael tersenyum sumbang sebelum meninggalkan Regina.
"Salam untuk, Jasmine!" seru Regina, namun Rafael sudah menaiki tangga menuju ke luar rubana.
ooooOoooo
Terima kasih Sudah membaca Mi Volas Vin.
love you Belle
Jangan Lupa Vote nya!!!
Aku cintah kaleyan semuwah....