webnovel

DEEP FEELING

Embun pagi berubah menjadi butiran air jernih pada ujung dedaunan. Pagi ini terasa cukup dingin, cukup membuat manusia tetap betah berkelung di dalam selimut mereka. Namun tidak bagi Jasmine, sudah semalaman ia terjaga. Tak bisa tidur barang sekejap mata.

Jasmine menyeduh secangkir teh dan juga memanggang roti pada toaster. Sarapan sederhana. Meski hatinya sedang terguncang tapi perutnya tak menerima kompromi apapun, wanita itu tetap saja merasa lapar.

Jasmine mengambil sendok makan yang sengaja ia bekukan di dalam frezer kulkas. Cara ampuh untuk menghilangkan noda kissmark yang menempel pada sekujur tubuhnya. Jasmine menyiapkan sepuluh sendok besi beku.

"Ugh!!" Jasmine mengeluk kaget saat dinginnya sendok menempel pada permukaan kulitnya. Mata bulatnya terus memandang kaca dengan perasaan jijik dan hina. Banyak sekali noda kiss mark yang ditinggalkan oleh Leonardo. Bahkan di dekat pangkal pahanya pun ada.

Benar-benar pria brengsek, umpat Jasmine dalam hati.

Perlahan-lahan nodanya mulai memudar. Tidak menghilang sempurna, tapi telah tersamarkan. Jasmine menghela napas lega lalu kembali mengoleskan saleb lebab ke atas permukaan kiss mark. Pastinya sebentar lagi seluruh noda-noda itu akan menghilang total. Hanya rasa sakit dan perasaan kotor yang masih belum bisa menghilang dari tubuhnya.

Sudah satu minggu Rafael pergi bekerja ke luar kota. Dari surat yang ditinggalkan Rafael, ia akan pergi selama 10 hari. Jasmine merasa lega, masih ada tiga hari sebelum Rafael pulang, ia tak tahu apa ia bisa menghadapi Rafael dengan hati gundah gulana seperti saat ini.

Semenjak pertengkaran mereka tempo hari, Jasmine bahkan belum berani menghubungi Rafael. Hubungan mereka mendadak renggang dengan sendirinya, seperti muncul jurang besar membentang pada dataran hati Jasmine.

"Bahkan roti yang biasanya enak pun sekarang terasa hambar," gumam Jasmine, ia membanting roti panggang yang baru saja termakan sebagian ke atas piring. Wanita itu lantas membenamkan wajah pada siku tangan, malas dan tak bergairah. Air mata seakan sudah mengering, Jasmine bahkan ta bisa lagi menangis.

"El," lirih Jasmine, ia merindukan suaminya.

"Jasmine?!" Tiba-tiba sebuah tangan yang hangat menyentuh tengkuk Jasmine, memanggil namanya dengan lembut.

Jasmine tersentak, memang benar ia merindukan Rafael saat ini, tapi Jasmine belum siap untuk bertemu dengan suaminya itu. Kini Rafael telah pulang, tanpa pemberitahuan tiba-tiba saja pria itu sudah berdiri di sampingnya —padahal belum sepuluh hari berlalu.

"Kenapa tidur di sini? Kau tidak pergi bekerja?" Rafael mengelus rambut Jasmine, Sedangkan Jasmine masih belum berani mengangkat wajahnya.

"Jas, kau baik-baik saja kan? Atau masih marah padaku?" Rafael menggoncang pelan bahu Jasmine.

Wanita itu sudah tak bisa lagi menghindar, dengan perlahan ia mengangkat kepalanya. Mencoba untuk tersenyum walaupun hatinya begitu getir. Jasmine menarik sudut bibirnya, namun langsung batal begitu melihat wajah dan tubuh Rafael babak belur.

"EL??? Apa yang terjadi padamu??" Jasmine membelalak, ia bergetar hebat melihat luka-luka di sekujur tubuh suaminya.

"Well..." Rafael bingung, tak mungkin ia mengatakan pada istrinya kalau ia meloncat dari kereta api yang sedang melaju cepat di tengah hujan deras semalam.

"Apa yang terjadi, El??!" Jasmine mendesak, kini air matanya kembali bisa menetes.

"Jangan menangis, Jas. Aku tidak apa-apa, hanya kecelakaan kerja saat menggambar. Aku terjatuh dari perancah saat melukis langit-langit ruangan." Rafael mengutarakan alasan palsunya.

"Sampai separah ini?" Jasmine mengelus luka-luka di wajah tampan Rafael, pria itu hanya tersenyum saat Jasmine mengkhawatirkannya. Rafael tak tahu caranya menanggapi perasaan Jasmine, jadi dia hanya bisa tersenyum.

"Jangan tersenyum!! Kau tak tahu betapa khawatirnya hatiku!" tukas Jasmine, hatinya sedih dan terluka. Bagaimana tidak, saat suaminya bekerja sampai mempertaruhkan nyawa dia malah berduaan dengan pria lain.

"Aku tersenyum agar kau tidak khawatir. Sungguh. Aku baik-baik saja, Jas." Rafael lagi-lagi berbohong,   Ia tak sedang baik-baik saja, sekujur tubuhnya remuk dan nyeri. Belum lagi hatinya yang gundah karena Kakaknya hampir saja meninggal semalam.

"Aku sayang padamu!! Jangan terluka, El. Jangan," lirih Jasmine, Rafael memeluknya dengan erat. Menepuk beberapa kali punggung istrinya.

"Iya, aku tak akan terluka lagi. Aku berjanji." Rafael mendekap Jasmine semakin erat. Mencium leher istrinya dalam, menghirup aroma manis yang membuatnya mengenal arti kata rindu.

"El, kau bau sekali?! Sudah berapa hari tidak mandi?" Jasmine melepaskan pelukkannya ia menutup hidung, Rafael ikut membau dirinya, memang benar, baunya sedikit anyir. Mungkin sisa darah semalam.

"Aku akan segera mandi, bisa kau bantu aku Jas? Jahitannya tak boleh terkena air." Rafael menggandeng Jasmine masuk ke dalam kamar mandi.

"Jahitan?" Jasmine terlihat kaget. Ternyata bukan hanya memar saja luka di tubuh suaminya.

"Cuman sedikit kok, tidak apa." Rafael mencoba menenangkan Jasmine.

"Kemarilah!" Jasmine membantu Rafael melepaskan pakaiannya, sedikit gusar karena mendapati Rafael menyembunyikan luka dan rasa sakit itu sendirian.

Jasmine melucuti satu per satu pakaian yang membungkus tubuh suaminya. Terlihat luka-luka lebam pada punggung belakang, juga luka sayat yang terbebat perban. Luka itu tak boleh terkena air karena bisa menyebabkan infeksi. Jasmine menghela napasnya panjang dan mulai mengguyur bagian selain lengan Rafael yang terluka. Rafael duduk pada bangku pendek agar Jasmine mudah menjangkau tubuhnya yang tinggi.

"Apa arti tatto ini, El?" tanya Jasmine, ia mengelus lambang omega di punggung Rafael saat menyabun.

"Heung? Artinya yang terakhir." Rafael menikmati guyuran air hangat, juga belaian tangan istrinya yang membersihkan tiap kotoran.

"Yang terakhir?" Jasmine menelan ludahnya, hatinya tidak nyaman saat mendengar ucapan Rafael.

"Kemarilah, Jas. Ayo kita mandi bersama, aku merindukanmu." Rafael menarik tangan Jasmine sampai wanita itu duduk pada pangkuannya.

"Hei, aku belum selesai dengan rambutmu." Jasmine protes, ia belum selesai mengeramasi rambut Rafael dan pria itu malah sudah menariknya jatuh. Kini pakaian Jasmine ikutan basah.

"Aku sudah tak sabar." Rafael mengecup bibir Jasmine, lalu berpindah pada leher, membuat Jasmine menggeliat geli dan terkikih pelan.

"Jangan coba-coba, El! Tanganmu masih sakitkan." Jasmine mengancam, Rafael tak peduli, tangannya masuk ke dalam kaos basah Jasmine. Meremas dada sintal istrinya dengan penuh gairah. Memainkannya sampai Jasmine merasa kepayahan.

"Aku punya satu tangan lagi yang tidak terluka, Jas. Lagian, hanya perlu otot pinggul untuk memuaskanmu bukan?" Rafael melepaskan baju basah Jasmine.

Keduanya kini berada di bawah guyuran air. Rafael tak lagi peduli bila lukanya terkena air. Ia medudukkan Jasmine dalam pangkuannya. Menyesap tiap-tiap jengkal permukaan kulit Jasmine yang tersuguh di depan mata.

Jasmine sedikit takut, takut kalau Rafael mendapati bekas kiss mark Leonardo pada tubuhnya. Walaupun telah pudar, tetap saja Jasmine merasa tidak nyaman.

"Kau tidak nyaman? Apa mau ke dalam kamar?" tanya Rafael, sepertinya ia tahu gerak gerik Jasmine yang berbeda dari biasanya.

"Iya, kita pindah saja, El. Nanti lukamu terkena air." Jasmine memberi Rafael alasan, Rafael mengangguk dan membiarkan Jasmine lepas dari dekapannya. Jasmine kembali mengguyur tubuh Rafael, membersihkan seluruh permukaannya dari busa sabun.

Di dalam kamar Jasmine juga membantu Rafael mengeringkan rambut. Menggosoknya dengan handuk kering. Rambut hitam tebal yang sedikit panjang itu kini punya wangi shampo mint yang maskulin. Jasmine tak kuasa juga menahan rasa rindu yang membuncah di dalam hatinya, dengan perlahan Jasmine mendekatkan wajah, mengecup pelan leher di bawah tengkuk Rafael.

"Aku mencintaimu, El. Kau tahu itukan?" lirih Jasmine.

"Ya, aku tahu itu." Rafael menikmati bibir basah sang istri yang hangat bersarang pada lehernya.

Rafael memutar tubuh, ia menatap intens pada bola mata Jasmine yang terlihat penuh kaca. Dengan perlahan Rafael mengelus wajah cantik istrinya sebelum mendaratkan sebuah ciuman. Jasmine menutup mata, menikmati alunan gerak bibir Rafael yang melumat habis bibirnya. Sesekali Rafael memberikan gigitan ringan yang membuat Jasmine mendesah pelan.

Kamar terlihat gelap, bukan hanya karena gorden yang tertutup rapat. Tapi juga karena langit sedikit mendung. Jasmine mulai melepaskan handuk yang melilit tubuh indahnya, membiarkan suaminya menatap penuh gairah atas tiap-tiap lengkukan tubuh itu.

"Aku mencintaimu juga, Jas." Rafael berbisik hangat pada daun telinga Jasmine. Ia sedang berusaha, berusaha mengartikan perasaan di dalam hatinya dalam satu kata indah yaitu, 'cinta'.

Jasmine tersenyum, air matanya menetes perlahan. Hatinya justru semakin sakit dan terluka. Desiran halus bergetar ke seluruh tubuhnya.

Rafael merebahkan tubuh Jasmine di bawah kungkungannya. Gesekan kulit terasa hangat dan penuh kenikmatan. Rafael menyesap pusat buah dada Jasmine dan membuat wanitanya itu melengguh dengan penuh kenikmatan. Tubuh Jasmine semakin melemas karena rangsangan yang diberika Rafael. Berbeda dengan permainan Leonardo yang kasar, Rafael selalu memperlakukannya dengan lembut.

"Aku mencintaimu, El. Sangat!!" Jasmine terisak saat Rafael mulai menyatukan milik keduanya dalam posisi missionaris.

"Kenapa menangis? Apa cinta membuatmu sesakit ini?" Rafael menghapus air mata Jasmine, masih bingung kenapa ungkapan cinta justru membuat Jasmine menangis, bukannya tersenyum?

Jasmine tetap terisak, ia menutup wajahnya dengan tangkupan tangan, tak kuasa lagi menatap wajah suaminya itu.

"Ssstt ... kalau kau mau punya anak, kita berusaha, Jas. Aku akan berusaha mewujudkannya." Rafael mengelus rambut Jasmine sebelum bergerak maju mundur.

"Iya, arg ... iya, El," desah Jasmine, ia mencakar punggung Rafael untuk menahan hentakan yang dalam dan cepat.

Hujan mulai turun seiring dengan persatuan penuh kenikmatan yang terjadi di antara sepasang insan manusia itu. Rafael dan Jasmine tak pernah tahu, bahwa saat itu adalah saat-saat terakhir mereka bersama sebagai suami dan istri.

Ponsel Rafael bergetar, muncul pesan text.

___________

ALBERT:

Aku sudah menemukan

keberadaan KING

___________

oooooOooooo

Hiks ... hikss ... walaupun sebentar biarlah El sadar kalau ia juga mencintai Jasmine.

Huhuhu 😭😭😭

Next chapter