webnovel

Terbeban Rahasia

Madison kembali masuk ke ruangan di belakangnya usai Cass dan Divers pergi dari tokonya. Sophie yang separuh bersembunyi langsung bangun menghampirinya begitu ia melihat Madison masuk.

"Apa mereka sudah pergi?" tanya Sophie dengan nada cemas. Madison mengangguk cepat dan memegang lengan Sophie.

"Apa yang terjadi? Di mana kamu mengenal dia?" tanya Madison jadi makin penasaran dengan yang terjadi pada sahabatnya. Sophie terlihat makin tidak tenang. Sebelah tangannya memegang kening dan mendengus kesal. Tubuhnya berbalik ke arah lain sementara Madison masih menunggu jawaban dari Sophie.

"Aku tidak kenal siapa dia!" cetus Sophie berbalik pada Madison.

"Jika tidak kenal lantas kenapa dia mengatakan jika kalian berkencan?"

"Aku tidak tahu, Maddy! Pria itu terus mengikutiku seperti psikopat! Dia orang gila!" sahut Sophie memojokkan Cass. Madison makin mengernyit tidak mengerti. Rasa rasanya jika melihat penampilan Cass, ia bukan pria yang tidak waras. Terlihat jelas jika Cass adalah seorang pria kaya dan kemungkinan besar adalah pengusaha terkenal atau bahkan mungkin model majalah.

"Apa kamu yakin? Pria itu tidak terlihat seperti orang gila," sanggah Madison pada Sophie. Sophie langsung berdecap dan menggelengkan kepalanya.

"Dia mengikutiku kemana pun, Maddy! Aku bahkan tidak ingat siapa namanya!"

"Aku ingat, namanya Cassidy!" sahut Madison malah balik membalas. Sophie makin berdecap kesal dan menggelengkan kepalanya.

"Maddy, aku punya masalah dengan pria itu ..."

"Itu yang membuatku penasaran. Dia bicara padamu seolah-olah kalian sudah berkencan." Sophie makin menundukkan kepala lalu mengurutnya. Sebelah tangannya yang lain menopang pinggang dan memejamkan matanya sembari mendengus keras.

"Katakan padaku, Sophie. Apa yang terjadi di antara kalian berdua? Siapa pria itu?" Madison masih terus bertanya hal yang sama pada Sophie. Sophie hanya terus menggelengkan kepalanya dan tetap mengatakan hal yang sama.

"Aku tidak kenal dia, Maddy. Sungguh aku tidak bohong. Aku bahkan tidak tahu bagaimana dia bisa menemukanku di sini!" tukas Sophie dengan nada kesal. Madison hanya diam saja memperhatikan. Sophie ingin bercerita tapi ia seperti takut untuk bicara.

Tak berapa lama, ponsel Madison malah berdering dan hal itu membuat keduanya sama-sama melihat ke arah ponsel tersebut.

"Collin?" sebut Madison saat melihat layar ponselnya. Pandangannya langsung beralih pada Sophie yang juga kaget saat mendengar Madison menyebut nama Collin.

"Aku yakin dia mencarimu," ujar Madison pada Sophie. Sophie menghela napas dan menggelengkan kepalanya.

"Jangan bicara apa-apa," sahut Sophie memperingatkan Madison. Madison hanya mengangguk dan mengangkat panggilan itu dengan Sophie masih berada di dekatnya.

"Hai, Collin. Ada apa kamu menghubungiku?" tanya Madison langsung menyasar pada tujuannya menghubungi.

"Uh, Maddy. Tolong jangan ditutup dulu. Aku benar-benar butuh berbicara dengan Sophie. Tolong berikan nomor ponsel Sophie padaku, aku ingin bicara dengannya." Madison menghela napas panjang dan menjauhkan ponselnya. Ia lalu mendekat dan berbisik di telinga Sophie mengatakan hal yang diminta oleh Collin.

Sophie langsung menggelengkan kepalanya dan meminta Madison untuk tidak memberikan apa pun pada Collin.

"Maafkan aku, Collin. Aku tidak bisa memberikannya padamu," tolak Madison pada Collin.

"Aku mohon, Madison. Ini sangat penting!"

"Collin, lebih baik jika kamu tidak menghubungi Sophie lagi! Bukankah kamu sudah menikah? Jika sampai istrimu tahu semuanya akan makin jadi masalah."

"Angelica tidak akan tahu soal ini! aku mohon, Maddy! Sophie harus mendengar penjelasanku."

"Tidak, Collin. Aku tidak berani melakukan itu. Sophie tidak memberikan ijin padaku. Maafkan aku!" Madison lantas memutuskan sambungan itu dan menghadap pada Sophie.

"Aku tidak mengerti dengan si bodoh itu! jelas-jelas dia menikah dengan wanita lain setelah menghamilinya, untuk apa dia masih mengejarmu?" tukas Madison kesal dengan panggilan Collin baru saja. Ia bahkan separuh melempar ponselnya ke atas meja yang tak jauh dari mereka.

Sophie memilih diam dan tidak mau menanggapi. Ia menengok pada jam tangannya dan sudah saatnya pulang.

"Lebih baik aku pulang saja ..."

"Kamu baik-baik saja?" tanya Madison yang terdengar khawatir pada Sophie. Sophie tersenyum miris dan mengangguk. Ia memeluk Madison yang hanya bisa mengelus punggung Sophie.

"Aku akan baik-baik saja. Terima kasih atas bantuanmu, Maddy."

"Tentu saja. Aku akan selalu membantumu," balas Maddy sembari tersenyum pada Sophie. Sophie pun masih tersenyum dan pamit pulang.

Sophie berusaha keras untuk berkonsentrasi mengendarai mobilnya. Hari ini ia bertemu dengan Cass yang mengancamnya lalu Collin menghubungi Maddy saat ia masih berada di tempat yang sama.

Entah apa lagi yang akan terjadi esok padanya. Yang jelas, Sophie makin merasa tidak tenang dalam hidupnya. Untung saja. Sophie tiba di rumahnya dengan selamat. Ia pulang lebih awal dari ayahnya Jonathan yang masih bekerja.

Begitu ia pulang, Kakaknya Laura langsung memanggilnya. Sophie pun datang menghampiri. Ia bahkan belum sempat berganti pakaian.

"Apa kamu bisa menolongku?" tanya Laura yang masih memakai celemeknya. Ia seperti baru saja membuat kue.

"Tentu, Laura. Apa yang bisa aku lakukan?"

"Temani aku mengantar pesanan kue!" Kening Sophie sontak mengernyit.

"Apa? Bukankah kamu punya staf yang mengantar pesanan? Lagi pula mengapa kamu membuatnya di rumah bukan di tokomu?"

"Itu karena pesanannya baru masuk siang ini dan pelanggannya sudah membayar. Aku mau menolak tapi stafku malah menerimanya. Aku tidak punya pilihan selain membuatnya di sini. Ayolah, temani aku!" pinta Laura sekali lagi.

Sophie menghela napas dan mengangguk. Laura langsung tersenyum lebar dan melepaskan celemeknya. Laura Marigold merupakan pemilik toko kue dan roti yang cukup baik. Ia memiliki toko kue yang dibangun dari modalnya sendiri meskipun ayahnya adalah pemilik perusahaan. Namun Laura lebih suka membangun usahanya sendiri.

Singkatnya, Sophie meneman Laura mengantarkan pesanan kue ulang tahun ke sebuah kompleks apartemen mewah di Brooklyn. Tidak ada kecurigaan sama sekali saat mereka masuk ke dalam lift yang membawa mereka ke lantai yang dituju.

Setelah membunyikan bel, pintu pun dibuka. Laura tersenyum menyapa dan memberitahukan jika ia sedang mengirimkan kue ulang tahun. Keduanya dipersilahkan masuk dan mata Sophie sontak terbelalak.