webnovel

Nyata tapi Lara

"Kring..Kring..Kring.."

Nada dering phonsel Anita berbunyi, mendandakan ada yang menelfon Anita.

"aaarrggghhh.. Siapa sih pagi-pagi udah telfon, nggak tau orang libur itu waktunya tidur panjang kali ya."Sambil menggerutu tetapi Anita tetap mengangkat telpon.

"Selamat pagi wanita manja tapi keras kepala. Hari ini kelihatan cerah, kalau nggak sibuk kita jalan yuk ."

Anita mencoba menyadarkan diri atas tidurnya dan membuka mata perlahan, "Mmm Vicky ya. Emang mau kemana aku masih lapar juga baru bangun." Kemanjaan Anita mulai melonjak.

Vicky berniat mengajak Anita berjalan-jalan agar tidak merasa sepi ketika waktu libur kerja. Mereka selalu terlihat kompak dan saling menjaga.

***Tidak berselang lama, Vicky langsung datang ke kamar kos Anita dan membawakan makan untuk sarapan pagi bersama Anita.

"Anita, bangun Lu !! Tuh udah ada Vicky yang nunggu in."

Tami membangunkan Anita yang kebetulan satu kamar dengannya.

"Iya sebentar." Sahut Anita.

Tami membuka pintu,"Udah Vic masuk aja, nih dia kalau nggak kamu bangunin nggak bakalan mau sarapan."

Namun kagetnya, bukan Anita yang sudah bangun mandi dan bersiap untuk jalan-jalan malah kembali memejamkan mata yang semakin membuat Vicky gemas akan tingkahnya. Vicky masuk dengan melempar boneka ke tangan Anita.

"Aduh ni anak manjanya minta diapakan sih!"

"Ya lagian kamu kesini pagi banget." Ucap Anita.

"Udah yuk sini duduk dulu makan aku suapin ya, aaakk ayo buka mulut." Suruh Vicky.

"aaakkk, enak lho sayurnya."Sahut Anita sambil menggoda Vicky.

"Itu mulut masih penuh jangan ngomong terus." Vicky menyuapi Anita dengan penuh rasa sabar sedangkan Vicky sendiri belum makan tetapi tetap mendahulukan Anita terlebih dahulu.

Anita merasa beruntung memiliki sahabat yang begitu perduli serta bisa memberi kenyamanan meski Anita tidak begitu bisa merasakan kasih sayang dari keluarganya tapi setidaknya masih banyak sahabat yang begitu menyayanginya.

"Terimakasih ya Vic, maafkan aku yang sering merepotkan kamu."

Vicky mengelus rambut Anita sambil berkata lirih,"Kamu adalah wanita yang pantas di bahagiakan. Apapun akan aku lakukan untuk kamu Anita."

Merasa terganggu, Tami lanjut menjeda percakapan mereka."Duh bucin amat sih kalian tu, jadi panas ni telinga gue."

"Hahaha, makanya lu cepet sana cari cowok. Ntar gue sama Vicky mau jalan sebentar Lu ikut nggak ?" Anita meledek Tami.

Tami sontak menjawab ajakan Anita, "Idih ogah banget, Lu tega jadiin gua obat nyamuk gitu? Dasar bucin Lu pada."

Anita selalu bersama Tami dimana saja, sebab Tami adalah wanita yang sudah mau menjadi pendengar yang baik bagi Anita. Begitu juga dengan Anita, menjadi pendengar dan sahabat setia untuk Tami. Mereka bersahabat sejak memasuki masa putih abu-abu hingga saat ini.

Anita dan Vicky melanjutkan untuk makan, setelah selesai makan Vicky menyuruh Anita untuk segera pergi mandi dan Vicky menunggu Anita di depan pintu kamar kos yang kebetulan ada sebuah kursi untuk bersantai. Di balik semua itu Anita tengah bingung memilih pakaian agar terlihat menarik di hadapan Vicky dan terus meminta pendapat kepada Tami. Tami segera menyatakan jika Anita pantas memakai pakaian apapun sebab lelaki itu melihat wanita bukan hanya dari penampilannya saja. Mendengar pernyataan Tami, Anita langsung memilih memakai celana jeans warna hitam dan kaos lengan pendek berwarna mustrad. Berselang tiga puluh menit Anita keluar dari kamar dan menghampiri Vicky lalu mengajaknya untuk berangkat.

Namun saat menuju gerbang kebiasaan Anita muncul lagi, Anita ketinggalan jam tanggannya di dekat bantal. Karena merasa lelah sudah berjalan agak jauh Anita merengek manja kepada Vicky, akhirnya Vicky yang mengambilkan jam tangan tersebut lalu memberikannya kepada Anita dengan menyentuh pergelangan tangan kanannya.

Tiba-tiba di tengah perjalanan Vicky bertanya," Anita, bolehkah aku bertanya sesuatu! Kenapa kamu selalu menangis saat semua teman kamu menerima panggilan dari Ibu mereka?"

"Aku hanya bersedih karena sudah sebesar ini aku belum pernah merasakan bagaimana rasanya di panggil sayang oleh ibuku sendiri, belum pernah bisa merasakan bagaimana rasa makanan dari tangan Ibu yang sudah melahirkan aku."

Tidak sengaja air mata Anita mulai meneteskan bulir-bulir kecil.

Vicky menyentuh pipi Anita lalu mengusap air matanya dengan tangan sembari menenangkan, "Maafkan aku sudah membuat kamu menagis atas pentanyaan yang aku lontarkan. Jika ada beban pikiran kamu boleh berbagi dengan ku, setidaknya bisa mengurangi penat atas otak mu."

"Iya Vicky.. Aku merasa seperti tidak diinginkan oleh orang tuaku. Sedari kecil aku tidak tahu di mana Ibuku berada, yang aku tau beliau sedang bekerja di Negara sebelah. Namun beliau tidak pernah memberiku kabar maupun bertanya tentang kehidupan ku sedangkan Ayah aku selalu sibuk dengan teman-temannya hingga lupa waktu." Anita menjelaskan kepada Vicky.

Vicky merasa iba lalu kedua tangannya menggenggam erat tangan Anita dengan berkata jika Anita adalah wanita yang kuat dan semua orang tua tidak mungkin tidak menginginkan kehadiran anak, memang ada tetapi tidak semua.

Memang begitu keadaan keluarga Anita. Terpecah belah tanpa arah. Tidak tahu dimana ibunya berada,merindukan tapi tidak bisa tersampaikan. Sang Ibu masih menjadi istri sah dari ayah Anita, namun Ibunya sudah menjalin hubungan dengan lelaki lain di tempat ia bekerja. Sebut saja lelaki itu Zamil Hamad. Pria tampan yang memiliki jabatan tinggi, bergelimang harta dan tidak kekurangan akan tahta. Mengeluarkan uang lima puluh juta dalam dua jam, itu baginya adalah hal kecil. Memang Ibu Anita ketika di rumah tidak begitu mudah mencari uang bahkan untuk makan saja harus memetik sayuran yang tumbuh liar di samping-samping rumahnya. Terhimpit ekonomi dan terpaksa akan tekanan dari keluarga Ayah Anita yang memang tidak menyukai Ibunya sebab dahulu menikah sudah memiliki anak dari lelaki lain yang bernama Hasby. Hasby adalah pengusaha yang sukses dalam bidang seni rupa, memiliki empat istri dan enam anak termasuk ibu Anita. Ibu Anita menjadi istri ke empat dan memiliki anak bernama Fara Anindita. Ibunya di tinggalkan oleh tuan Hasby ketika sedang mengandung kak Fara tujuh bulan. Jadi ketika persalinan, bukan tuan Hasby yang menemani namun ayah Anita yang mendampingi hingga membantu merawat bayi merah tersebut. Ketika itu ayah Anita sangat mencintai bayi merah tersebut, sebab beliau sangat mendambakan anak kecil sejak pertama menikah dengan wanita sebelum ibu kak Fara. Ayah Anita meninggalkan istri pertamanya sebab sang istri tidak bisa hamil sehingga memilih ibu kak Fara meski yang di dalam rahim bukan hasil tetes spermanya. Meski belum dinikahi, setiap pagi ayah selalu memandikan bayi mungil itu, membungkusnya dengan kain panjang agar tetap terjaga kehangatan tubuhnya.