webnovel

Cinta atau monyet

Kehidupan tetap berjalan, meski harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Lika-liku tetap ada disetiap rumah tangga maupun kehidupan yang masih lajang, memiliki kerikil tersendiri dan jalan berkelok yang beragam. Hanya manusia hebat yang mampu bertahan, bukan berarti mereka yang tidak bisa bertahan itu tidak hebat namun setiap manusia memiliki tolak ukur masing-masing dalam mengahadapinya. Sama seperti yang kak Fara dan Anita alami. Kak Fara sangat mudah rapuh hatinya, tetapi bisa terlihat begitu kuat. Tidak untuk Anita, dia sekalinya rapuh untuk makan saja tidak mau. Jiwanya mudah rapuh begitu juga dengan raganya.

***Menjelang sore hari, kak Fara dan Anita sering bercanda di halaman depan sambil saling bercerita bahkan bertengkarpun sudah biasa. Secangkir teh hangat menemani dan sebungkus kue kering menjadi pendamping. Tiba-tiba Anita bertanya kepada sang kakak.

"Kak Fara, aku sangat merindukan Ibu." Anita duduk termenung di depan rumah bersama sang kakak.

Kak Fara menjawab dengan nada lembut, tapi hatinya juga merasakan sakit.

"Kakak juga sangat rindu, tapi saat ini Ibu kita belum bisa mengobatinya."

"Apa yang membuat Ibu tidak bisa?"

"Kakak belum bisa menjawab, maafkan."

Mereka sangat sering bertengar, tapi sang kakak mempunyai jiwa sabar begitu besar untuk menghadapi adik tiri yang terus meronta menyalahkannya atas kepergian Ibunya.

Anita mengahalalkan berbagai cara untuk bisa menghubungi Ibu yang bekerja di Doha Qatar dengan abal-abal menjadi TKI. Iya, itu yang Anita tahu.Tapi semua itu hanya fatamorgana. Awalnya memang benar sebagai Tenaga Kerja Indonesia namun seiring berjalannya waktu Anita mengetahui jika Ibunya telah memiliki lelaki lain selain ayahnya dari foto berukuran kecil yang dikirimkan melalui surat kabar sekitar dua belas tahun yang lalu. Dalam surat tersebut menyatakan jika Ibu Anita sudah bahagia dan menyuruh ayahnya untuk menikah lagi lalu melupakan Ibunya.

***Keesokan hari Anita mendapat informasi dari seorang guru SMK tempat dia sekolah yang menawarkan sebuah diklat. Dia langsung meminta izin,

"Kak, aku mau ikut diklat di kota sebelah ya?"

"Diklat apa, seberapa lama, kapan,dan bagaimana seterusnya?"

Kak Fara sangat sadis, tapi hatinya dan kepeduliannya sangat besar walaupun sering disakiti oleh Anita.

Dalam hati Anita menggerutu, "Huft masih aja begini, pertanyaan udah kaya kereta."

Pertanyaan belum dijawab tapi kak Fara sudah mengimbuh lagi.

"Ayok dijawab jangan diam-diam cari alasan!"

"Iya iya ini mau jawab. Itu di Surabaya kak tempatnya."

"Diklatnya apa disana?"

"Disana diklatnya menjahit, nanti disana 21 hari dengan uang saku 1 jt lalu di salurkan ke pabrik."

Disini kak Fara dengan ngototnya bilang itu penipuan dan tetap tidak mengizinkan.

"Kamu tidak usah berangkat,disana itu kata teman-teman kakak tidak ada diklat yang seperti itu. Nanti kalau terjadi apa-apa siapa yang mau menolong kamu disana!"

Anita mencoba menjelaskan sedikit demi sedikit. Namun penjelasannya tidak mengubah keputusan kak Fara untuk mengizinkannya berangkat.

Dengan berat hati Anita tetap berangkat karena di kota tempat dia dilahirkan belum juga mendapat sebuah pekerjaan yang tepat.

Anita berangkat dengan uang seadanya. Uang saku yang cuma 300.000 itu bisa sampai di tempat diklat bersama beberapa teman dari SMK. Tarif 100.000 untuk biaya transportasi dan sisanya untuk pegangan. Tetapi untungnya di sana semua makan serta minum disediakan empat sehat lima sempurna,kecuali susu. Dengan fasilitas makan ambil sepuasnya, tidur dengan ruangan yang full AC, serta disediakan tukang laundry setiap dua hari sekali untuk mencuci dan setrika baju para peserta diklat.

Anita satu kamar dengan teman yang bernama Tami.

"Wah kamarnya bagus banget ya udah ada AC nya dan kamar mandi nya bagus sekali". Celoteh Anita.

"Eh iya ya Ta, disini kita kaya putri. Makan sudah ada yang masak, kamar mandi sudah seperti punya artis-artis gitu, baju juga udah tinggal pakai tanpa membuat tangan sakit karena mencuci."

Maklum, mereka hanya gadis desa yang belum pernah melihat kemewahan.

Berjalan sudah satu minggu di tempat diklat, Anita bertemu dengan seorang lelaki yang sangat tampan, bertubuh besar dan tinggi. Iya, dia bernama Hevid Ekfa. Lelaki paling pandai dalam lingkup diklat waktu itu.

"Tami, itu siapa sih kok cakep banget."

"Oh itu,itu namanya Hevid dari kota yang sama juga dengan kita."

"Dia pandai banget ya Tam, aku jadi kagum."

***Tapi menjelang waktu makan malam dia bahagia karena melihat lelaki yang dikagumi makan bersama dengan kelompoknya.

"Makan tuh yang banyak biar cepet besar !!"

Eh, si lelaki itu menggoda Anita.

"Udah makan banyak aja nggak besar-besar."

Anita berjalan menuju meja makan bersama Tami. Sedangkan Hevid makan di meja berbeda dengan temannya yang bernama Fadly.

"Fad, perempuan itu siapa sih? Lu kenal nggak..."

Fadly pun langsung menjawab karena memang dia tau," Oh dia.. Itu kota asalnya sama kaya kita. Cuma kita berangkatnya kan dari cabang Madiun. Dia berangkat dari cabang Ponorogo."

Hevid tersenyum," Waw, lumayan. Semoga suatu saat bisa pulang bareng."

"Ngomong apa sih Lu?"

"Hehe nggak, cuma suka aja liat wanita yang periang dan selalu fresh." Sahut Hevid.

Anita mempunyai kisah cinta masalalu yang begitu suram. Pacaran dua tahun, tapi dia tidak menyadari kalau sedang di manfaatkan atas pekerjaan sekolah maupun finansial. Dan begitu lugunya, dia diperlakukan seperti pembantu yang harus siap siaga atas perintahnya tanpa menolak.Seiring berjalannya waktu Anita bisa melupakan semua itu.

Diklat telah usai. Semua anggota di salurkan ke pabrik yang berada di Jawa Tengah. Anita dekat dengan seorang lelaki bernama Vicky. Yang selalu ada saat keadaan Anita susah maupun senang. Vicky melakukan apapun untuk membuat Anita selalu bahagia.

"Kita jalan-jalan yuk." Ajak Vicky.

Anita menjawab," Jalan kemana, ayok dari pada di kos jenuh."

Berhubung mereka belum bawa kendaraan, jadi jalan-jalannya ya beneran pakai kaki.

"Aduh aku capek, kaki aku rasanya pegal." Merengek dengan muka manja.

"Yaudah sini deh aku gendong, atuh atuh sini sayang." Tingkah Vicky dengan sigap walaupun belum dijawab oleh Anita.

"Makasi ya, kamu selalu membuat aku tertawa."

"Apapun akan aku lakuan untuk mu Anita."

Mereka tidak memiliki sebuah hubungan, mereka hanya menjalani sebuah komitmen untuk saling membahagiakan tanpa harus menyakiti. Sejak pertama masuk diklat Anita dan Vicky memang sudah sangat dekat, sering bercanda ketika malam hari setelah selesai sekolah diklat di halaman depan. Mereka juga setiap malam liburan juga sering makan malam di luar tempat diklat yang lumayan dekat. Meski hanya dengan menu nasi goreng pinggir jalan, mereka selalu menikmati kebersamaan dan kebahagiaan yang sedang mereka rintis.