Di sisi lain ....
Ibunya Yumeji yang sedang menjemput ayahnya ....
"...?" di tengah-tengah perjalanan, dia mendapati telepon yang tidak lain adalah suaminya 'My Honey' itu nama kontaknya. Dia segera menghentikan mobilnya dan menepi, lalu mematikan mesin mobilnya, dan mengangkat telepon dari sang suami.
"Halo?"
"Halo, sayang? Kamu sekarang di mana?" tanya sang suami memastikan istrinya ada di mana? Bisa saja istrinya yang cekatan ini tidak ada di rumah.
"Aku ada di jalan sekarang, perjalanan untuk menjemputmu ...." Jelasnya.
"Oh, begitu ya, kau wanita yang luar biasa." Ucapnya dengan perasaan tenang sambil memuji istrinya yang sangat perhatian padanya.
"Ehe, bukankah itu berlebihan?" jawab sang istri dengan malu-malu dengan nada agak genitnya.
"Hmm~" sang suami mendesah sambil tersenyum tipis.
Dan ... tiba-tiba saja langit pada waktu itu menjadi mendung, "Oh, ya sayang, kamu sudah selesai bekerja kah?"
"Ya," jawabnya singkat.
"Baiklah, aku matikan dulu ya teleponnya. Nanti tunggu aku hubungi lagi–"
"Ah, apa sebaiknya aku tunggu kamu di luar saja?" *Di luar kantor maksudnya.
"Ng?" gumam sang istri cemas karena langit yang mendung itu pertanda akan hujan, dan dia belum memastikan apa suaminya ini membawa payung apa tidak?
"Lebih baik aku saja yang menghampirimu ...." Ucapnya dengan riang dan santai.
"Oh, begitu, ya. Baiklah, terima kasih, sayang. Aku tunggu!" Jawab sang suami dengan perasaan lega. Sang istri langsung menutup teleponnya tanpa mengucapkan 'Baibai' padanya, tampaknya dia sedang terburu-buru, pikirnya dengan tenang.
*Hiyaaa~ romantis sekali, sudah tua pun masih panggil sayang-sayangan (>_<)
"Sudah tengah malam, ya ...." Lelaki tampan yang mengerjakan pekerjaannya hingga lembur itu mulai melepas kacamatanya, dia menyandarkan bahunya di kursi kerjanya untuk merileks kan tubuhnya yang kaku karena seharian bekerja. "Hah~" dia sempat menghela napasnya, dan mulutnya menguap menandakan dia sudah mengantuk, ingin cepat-cepat istirahat.
Dia menjadi tidak sabar menunggu kehadiran istrinya yang sedang dalam perjalanan untuk menjemputnya ....
Tiba-tiba, "Ng?" dari jendela ruang kerjanya dia melihat tetesan air hujan yang deras mulai membasahi kota ini.
"Hujan kah?" gumamnya dengan nada datarnya, dia beranjak dari kursinya dan berdiri memandangi hujan yang tiba-tiba turun itu.
Dia memastikan kalau malam hari ini sudah bulan Juni, arlojinya menunjukkan bahwa tengah malam sudah lewat sejak beberapa menit tadi.
"...?" dia sempat berpikir, mungkin istrinya tidak mengizinkannya keluar karena takut dirinya terkena air hujan *Kalo kehujanan di saat imun tubuh turun atau tubuhnya lelah nanti bisa sakit.
Dia memandang hujan itu sambil tersenyum tipis, "Istriku hebat!" itulah yang bisa dia katakan dalam hatinya saat ini.
****
Beberapa menit kemudian, sang istri tiba di kantor tempat suaminya bekerja, tidak lupa dia mengikuti aturan untuk parkir di halaman parkir belakang.
Ada payung lipat yang dia bawa juga sebelum berangkat tadi. Terkadang dia sering tepat memprediksi sesuatu, "Tuh, kan, hari ini akan hujan ...." Dan tidak lain, karena dia sempat melihat sekilas koran harian yang dipegang seseorang di bandara tadi, tentang ramalan cuaca malam hari, di katakan udaranya lembab di musim semi yang hangat ini.
'Itu artinya, malam hari atau tengah malam, pasti hujan.' Dia yakin akan hal itu, dia memang tidak memiliki kemampuan super atau sejenis peramal, hanya saja dia bisa memperkirakannya dengan tepat karena telah memikirkan hal tersebut berdasarkan kemungkinan-kemungkinan yang ada.
Dia segera mengenakan payung yang dia bawa dan memastikan telah mengunci pintu mobilnya setelah keluar dari mobil tersebut.
Deras!
'TAP', 'TAP', 'TAP'
Dia berjalan dengan langkah cepat untuk menuju ruang kerja suaminya. Payung yang telah dia kenakan, dia letakkan di semacam loker yang letaknya ada di samping resepsionis.
Tengah malam, kantor sepi dan gelap, ada pak penjaga yang bertugas menjaganya dan mengantar sang wanita hebat ini dengan bantuan senter untuk menemui suaminya.
....
"Ini ruangannya," beberapa menit kemudian, mereka sudah sampai.
"Terima kasih pak satpam sudah menemaniku kemari," ucapnya sambil memasang senyum lembut.
"Ya, sama-sama." Sang penjaga itu segera pergi dan berpatroli di kantornya lagi.
Sebelum masuk ruangan seseorang, dia membiasakan dirinya untuk mengetuk pintu lebih dulu.
"Siapa?" seorang lelaki yang berada di dalam ruangan itu meresponsnya, "Masuklah!" serunya.
Lalu, sang wanita itu pun masuk dan ....
Sepasang kekasih ini bertemu kembali.
"Oh, kamu sudah datang, sayang~" sang suami berjalan menghampirinya, menyambutnya sambil memasang senyum lembut.
"Kamu benar-benar sudah selesai,kah? Maaf lama, ya ...." Kata sang wanita itu dengan sedikit cemas.
"Ah~ tidak apa-apa, kok." Jawab sang suami yang masih tersenyum lembut lalu mencium kening istrinya yang sangat perhatian ini.
Dia meminta istrinya duduk sejenak dan membereskan tempat kerjanya itu, toh besok bakal kerja lagi. Dan begitu sudah selesai membereskannya ....
"Ayo, pulang!" serunya dengan wajah damai.
"Um," sang istri pun mengangguk, dan mereka kini keluar dari ruangan itu dengan bergandengan tangan.
Tak lupa sepasang kekasih ini pamit secara baik-baik pada pak penjaga di sana, dia sang istri mengambil kembali payungnya, lalu berpayungkan berdua.
Hari ini hujannya sangat deras, hujan di Bulan Juni di tengah malam.
*Jadi terkait mimpinya si Yumeji itu benar-benar hujan di Bulan Juni hanya saja dia mengira masih bulan Mei karena lupa menghidupkan jaringan di ponselnya jadi tidak automatis berubah waktunya.
****
Ketika mereka di dalam mobil dan kini sudah perjalanan pulang ....
"Kamu tidak mengajak Yumeji?" tanya sang suami.
"Tidak, aku menyuruhnya belanja buat bahan makan malam." Jawabnya dengan sedikit ketus, lah kok gitu? Entah kenapa saat membahas anaknya yang pemalas itu dia agak sensi.
"Ah~ begitu, ya." Sang suami hanya menjawabnya dengan santai.
"Yumeji adalah satu-satunya putri kita, saat aku berada di sampingmu dan tidak ada dia di sini rasanya kurang lengkap." Jelasnya.
"Hmm, begitu ya, tapi ... kurasa kamu terlalu memanjakan gadis itu. Saking manjanya, membuat dia menjadi anak yang pemalas." Jawabnya sambil membuat tatapan malas sesaat pada sang suami.
"Eh~ benarkah? Tapi, dia cukup pendiam juga, ya~" ucap sang suami yang tidak mengerti seperti apa bawelnya sang anak di depan istrinya ini.
Sang istri hanya bisa tertawa dalam hati, 'Ha ha ha ha ha~'
Namun, saat sang suami memperhatikan wajah sang istri yang hendak mengeluh tentang anaknya itu berkata, "Oh, iya, ya, kalian kan lebih sering bersama dari pada aku, jadi kalian jauh lebih akrab."
"Maksudmu?"
"Yah, maksudku tumben tidak mengajak Yumeji mungkin kalian habis bertengkar, ehehe~" sang suami sempat berpikir seperti itu, "Terutama nada bicaramu yang terkesan agak gimana gitu~" tambanya.
"Um~ sebenarnya bukan bertengkar, sih. Lebih tepatnya aku memarahinya karena aku kesal dengan sikap malasnya ...." Jelas sang istri dengan jujur.
Sang istri pun mengingat kembali dirinya sebelum berangkat menjemput suaminya:
"Kau ini sampai kapan mau menjadi anak pemalas seperti itu? Apa mentang-mentang ayahmu pebisnis sukses dan ibumu ini adalah orang yang serba bisa, kamu malah menyia-nyiakan hidupmu dengan sikap kemalasan seperti itu!?" bentaknya sampai membelalakkan mata. Dia sudah sangat kesal dan capek sekali mengurus semua ini.
"Baiklah," akhirnya Yumeji pun menurut.
Dia menyuruh Yumeji belanja ke konbini sambil membawa tas dan payung untuk jaga-jaga. Karena Yumeji ini masih punya sifat teledor yaitu sedikit pelupa, dia juga menyuruh Yumeji mencatat semua barang yang hendak dibelinya itu ke dalam catatan ponselnya.
"Itu semua barang yang harus kau beli, jangan sampai salah!" tegasnya sekali lagi.
"Ya, bu, baiklah." Dia langsung berangkat di hari itu juga.
....
Dia menjadi tenang sejenak dan menghela napasnya, "Ah~ mungkin aku terlalu galak kali, ya?"
"Ehehe, sudah lah jangan terlalu dipikirkan." Ucap sang suami dengan sangat perhatiannya, "Yang lalu, biarlah berlalu ...."
"Ya," jawabnya singkat, dan dia berharap anaknya tidak menyimpan rasa dendam dan takut karena dia telah membentaknya seperti itu.
________
Tapi, begitu mereka pulang, dan melihat anaknya yang terlihat depresi ketakutan itu ....
Sempat terbesit dibenak sang wanita yang menjadi ibunya ini, 'Eh ..., tindakanku tadi sudah sangat keterlaluan sehingga dia menjadi seperti ini?'
*Gadis yang riang itu, menjadi suram untuk pertama kalinya.
To be Contiued