MKC 65
...
Ternyata hari itu bukan hanya sekedar survei lokasi. Gue pun di paksa untuk tinggal langsung di asrama SMK Pelita Harapan.
"Yah, bukan ini kesepakatan awal. Kenapa sih, ayah selalu kasih Anggi kejutan tanpa boleh Anggi untuk mempersiapkan diri?" raung gue di salah satu sudut sekolah.
Anggoro yang melihat muka gue merah pada menahan marah hanya bisa melongo kebingungan. Mungkin Anggoro juga terkejut. Mungkin Anggoro juga bingung dengan kelaluan ayah yang tidak bisa ditebak.
Lagi pula, mana bisa anak sembilan tahun atau gue sendiri bisa menebak isi kepala orang tua. Apalagi itu adalah ayah, ayah gue yang misteriusnya level dewa tujuh turunan.
"Kalau ayah bilang sejak awal, apa kamu akan mau? Lagi pula ongkos pulang pergi bertiga tidak murah. Anggi harus tahu, kita harus berhemat sebanyak mungkin untuk apa?" balas Ayah dengan nada lembut yang menghanyutkan.
"Anggoro sudah sunat. Lalu buat apa lagi?" rengek gue, tidak mau berpikir terlalu jauh.
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com