webnovel

Part 23-Labirin Cermin

"Berjanjilah....kau akan menjaga koleksiku."

"Tidak, aku tidak bisa meninggalkanmu di sini! Jika kita pergi bersama pasti...."

"Black! Kau harus memutuskannya.....Berkorban....atau.....mengorbankan?"

BRAK!!!

"Tidak! Tidak.....TIDAK!!!"

"Sakura! Hei, kau baik-baik saja....?" Panggil suara itu. Perlahan pandangan Sakura yang kabur mulai melihat jelas sosok pria yang berada tepat di depannya dan bagaimana orang itu menggoncang-goncangkan tubuhnya.

"Noel." Seru gadis itu saat mengenali wajah yang ada di depannya.

Sakura terdiam sejenak, dalam kebingungan itu dia terus melirik kesekelilingnya di mana hanya ada mereka berdua di sana dalam sebuah lorong dengan dinding-dinding yang berlapis kaca. Apa ini? Bagaimana aku bisa berada di sini....dan sejak kapan aku bersama Noel? Batin Sakura.

"Iya ini aku, kau baik-baik saja Sakura? Kelihatannya....lukamu cukup parah." Ujar pria itu saat memandangi lengan kanan Sakura. Menyadari itu sontak saja Sakura langsung beralih kearah tangan kanannya dimana ia bisa melihat lengan bajunya yang sobek dengan luka goresan, beserta bercak darah dengan urat-urat hitam yang terlihat di sekitarnya.

"Ini....racun!"

"Kita harus mengobatinya sebelum...." Belum sempat Noel melanjutkan kalimatnya mulutnya sudah lebih dulu dibungkam dengan pemandangan di depannya. Saat bagaimana tangan gadis itu sudah menodongkan Vs Changer kewajahnya.

"Apa yang terjadi.....kenapa aku tidak bisa mengingat apapun! Apa kau benar-benar Noel?" Tanya Sakura yang sudah menggenggam erat Vs Changer itu di tangan kirinya sembari melempar tatapan penuh curiga pada Noel.

Pria itu terdiam sejenak, menurunkan pandangannya bersamaan dengan kedua tangannya yang sempat terangkat karna reaksi Sakura yang begitu tiba-tiba. Diliriknya tangan kanan gadis itu yang agak bergetar karna menahan lukanya.

"Hah....sudah kuduga, ternyata memang koleksi itu."

"Koleksi, apa maksudmu?...."

"Noel, ada di mana kita?" Tanya Sakura yang perlahan menurunkan Vs Changer miliknya. Pria itu hanya diam sebelum akhirnya membalas tatapan gadis itu yang sejak tadi terus di arahkan padanya.

"Labirin Cermin, kita sedang berada di dalamnya."

Di waktu yang sama....

"Hoah....selamat pagi...." Ujar Kairi yang barus terbangun dari tidurnya sebelum ia terkejut karena menyadari sudah berada di tempat berbeda. "Hah! A-apa dimana aku?" Ujarnya saat melihat dinding cermin itu di sekitarnya.

"Aaa....Fluppy Ped....jangan tinggalkan aku...." Lirih suara wanita di belakang di ikuti pelukan hangat yang tentu saja langsung membuat Kairi terkejut saat menyedari siapa yang sedang memeluknya itu.

"Bagaimana aku bisa di si....Hah! Su-sukasa....hei-hei bangun ini aku Kairi." Ujar Kairi sambil menepuki wajah polisi wanita itu berusaha menyadarkannya.

"Hmm?...."

Sukasa yang saat itu mendengar jelas suara Kairi langsung terkejut dan cepat-cepat menjauh saat melihat wajahnya yang sudah sangat dekat dengan pemuda itu. Melihat keanehan di depannya langsung menyadarkan polisi wanita itu, jika ia sudah berada di tempat berbeda yang tentu saja itu bukan kamar kesayangannya yang penuh dengan boneka hewan.

"Te-tempat apa ini? Di-di mana kita?" Tanya Sukasa dengan wajah yang agak merona.

"Ntahlah....saat bangun aku sudah berada di sini, dan sepertinya kau juga tidak tahu ya?" Tutur Kairi yang mulai bangun sembari melipat kedua tangannya.

"Apa....ini perbuatan gangler?"

"Auw!"

"Hmm? Ah....Keichiro, maaf aku tidak sengaja! Kau....sejak kapan berada di sana?" Ujar Sukasa yang tanpa sengaja menendang tubuh pria itu saat hendak bangun. "Cepat bangun kau tahu kita dimana?"

"Sukasa? Sedang apa kau di rumahku?" Tanya Keichiro yang mengira tempat itu adalah rumahnya dan sudah jelas mempelihatkan pada mereka berdua jika pria ini juga tidak tahu apa yang baru saja terjadi.

"Sadarlah dan lihat di mana kau sekarang! Kau pikira ini asrama polisi?" Tanya Sukasa lagi sambil menarik lengan Patren Ichigou itu agar ia bangun.

"Eh, dimana kita? Hah! Ada Kairi juga, tempat apa sebenarnya ini?"

"Kau baru menanyakan itu sekarang?" Tanya Kairi yang tanpa sengaja membuat pria itu sedikit tersinggung karna ucapannya.

"Apa maksudmu berkata seperti itu hah!!! Kau pikir ini semua rencana kami? Katakan yang sejujurnya, apa kalian berkomplot dengan gadis itu kemudian mengurung kami di sini?!"

"Sudah Keichiro tenanglah....dia hanya bertanya!" Sahut Sukasa yang seperti biasa menenangkannya untuk kebaikan bersama.

Hah....apa-apaan ini? Bagaimana aku bisa bersama Kei Chan dan Sukasa di tempat ini, kemana perginya Toma dan Umika dan lagi.....ada yang aneh, kenapa aku sama sekali tidak mengingat apapun. Apa yang sebenarnya terjadi? Batin Kairi.

Tidak jauh dari sana....

"Sakuya! Sakuya bangun! Apa kau bisa mendengarku?" Panggil gadis berambut pendek itu padanya.

Sakuya yang sama-samar mendengar mengenali suara panggilan itu perlahan mulai membuka matanya, dan betapa tekejutnya ia saat mendapati Umika sudah duduk di sampingnya dengan wajah khawatir.

"U-Umika! A-apa bagaimana kau bisa berada di....." Kalimat Sakuya tepotong kala gadis itu langsung menatapnya dengan wajah kesal sekaligus sedih. Itu terlihat dari matanya yang mulai berkaca-kaca.

"Kau....baik-baik saja?" Tanya pemuda.

BUK!

Tangan gadis itu langsung melayang ke tubuhnya, dengan nada suara yang bergetar gadis itu meneriakinya dengan kesal sambil terusa memukulinya beberapa kali.

"Dasar payah! Sakuya payah!... Kenapa kau melakukan itu?" Pekiknya.

"A-aduh, apa? Aduh, memangnya apa yang kulakukan?"

"Kau masih bertanya!...."

Sakuya tediam, pandangan penuh tanya masih ia arahkan pada gadis berambut pendek yang tetunduk di depannya itu. Tidak sampai semenit saat telinganya mendengar isakan pelan darinya, yang masih terus berusaha untuk bicara.

"Hiks.....Aku....pikir kau tidak akan bangun....hiks....Syukulah...ternyata kau baik-baik saja....jika sampai terjadi sesuatu padamu....aku...." Ucap Umika terbata-bata.

"Maaf...." Ucapnya lembut, saat tangannya langsung mendekap erat tubuh gadis itu dalam pelukannya. Meskipun secara sadar tidak bisa mengingat kesalahan apa yang di maksud, entah kenapa rasa bersalah itu timbul di benak Sakuya. Bukan karna telah melakukan kesalahan, bukan pula karna melupakan kesalahan tesebut melainkan....

"Maaf Umika....maaf karna telah....membuatmu menangis."

(Flash Back, beberapa saat sebelumnya)

Sakura terbangun dari tidurnya, saat kepala gadis itu di buat pusing dengan ponselnya yang terus berdering sejak tadi. Apa-apaan ini, kukira aku sudah mengatakan pada Rhinson agar tidak menelpon. Kenapa pagi-pagi sudah mengganggu begini! Batin gadis itu.

Namun pikirannya berubah saat matanya melihat nama orang lain yang terpampang di layar ponselnya. "Umika? Ada apa ini?"

"Halo Umika!"

"Apa?....Apa kau bilang?"

"Maaf aku tidak bisa....Halo!....Halo!"

Sakura mematikan ponsel sejenak. Di tatapnya layar hitam itu sambil memikirkan hal aneh apa yang sebenarnya terjadi. Umika yang sejak tadi terus menelponnya, atau panggilan mereka yang tiba-tiba terputus saat ia berusaha memahami apa yang ingin di sampaikan gadis itu.

Tidak mungkin sinyal menghilang di tempatnyakan? Itu tidak masuk akal. Tidak....mungkin karna polisi itu, seharusnya mereka sedang berkencan sekarang. Batin Umika sambil mengingat bagaimana gadis berambut pendek itu menarik perhatian tetangga mereka kemarin karna teriakannya.

"Bahkan alasannyapun tidak masuk akal. Huh! Ada pesan?" Sambil membaca tulisan yang tertera pada kolom pesan.

"Mereka mulai bergerak, sepertinya akan cukup sulit mulai dari sini. Wanita itu sudah mengincar Black Dial Fighter dia meminta Zanjio untuk memancingmu keluar, berhati-hatilah dia tidak sendiri. Diluar itu, aku tidak tahu mengapa tapi akhir-akhir ini wanita itu terlihat aneh. Kurasa dia mulai dikendalikan! Kuharap kau baik-baik saja kakak."

Gadis itu bungkam. pandangannya yang terus terpaku pada tulisan itu, terus membaca bagian akhirnya berkali-kali. Meski sudah memperhitungkannya tapi tetap saja, jika ia bisa dikendalikan dan hilang kendali secepat ini.....

"Rupanya kau lebih berbahaya dari dugaanku." Ujar Sakura saat mengeluarkan Dial Fighter miliknya. Beberapa kali gadis itu melirik ke samping kanan dan kirinya sebelum pandanganya terhenti pada Nana yang tampak masih tertidur lelap di depannya.

Rumah sakit masih terasa sepi, saat Sakura memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar tempat itu. Sesekali ia bertemu para suster dan perawat yang ternyata sudah berjaga di sana sejak malam. Meski begitu tetap saja pikiran gadis itu tidak bisa keluar dari masalahnya.

"Saat kegelapan merasukimu, saat itulah kematian mulai mendekat. Aku tidak mengerti! Jika yang dimaksud kegelapan itu adalah rasa takut, lalu apa yang ditakutkan oleh wanita itu. Arsen....tidak bisakah kau meninggalkan sedikit petunjuk, kenapa hanya aku yang di persulit di sini. Huh?

"Kau, kenapa kau....bisa di sini?" Tanya gadis itu ekspresi terkejut saat mendapati ketiga Patranger berada di dalam lift yang terbuka di depannya. Namun sepertinya bukan hanya Sakura yang merasa seperti itu.

"Se-selamat pagi Nona....Sakura." Sapa pemuda itu yang kaget saat tatapan gadis itu mengerah padanya.

"Seharusnya kami yang bertanya, apa yang kau lakukan di rumah sakit sepagi ini?" Ujar Keichiro balik bertanya, yang sayangnya tidak di gubris oleh Sakura yang lebih tertarik untuk bicara dengan Sakuya saat itu.

"Ku Tanya sekali lagi, apa yang sedang kau lakukan di sini Sakuya?"

"Ah...soal itu...." Sakuya menghentikkan kalimatnya saat tangan Sukasa mendadak menepuk pelan pundaknya, sebelum berjalan mendahului mereka menghampiri Sakura.

"Ini urusan polisi, warga sipil sepertimu tidak perlu ikut campur!" Tegas Sukasa yang langsung membalas tatapan gadis itu. Sementara Keichiro dan Sakuya hanya mengangguki pelan kalimatnya dari belakang.

Sakura terdiam menatap polisi itu. Perlahan kakinya mulai melangkah mundur memberikan jalan untuk mereka bertiga lewat, namun saat Sukasa berlalu untuk melewatinya gadis itu langsung menahan pundaknya sembari tersenyum.

"Kalimat yang bagus, sayang itu belum bisa menutupi kecurigaanku." Sambil menepuk pelan pundak Sukasa. "Sebenarnya aku hanya ingin tahu apa yang membuatmu sampai membatalkan janji itu dengan Umika? Jadi....kuharap kau tidak menyesali keputusanmu." Ujar Sakura sesaat sebelum meninggalkan mereka.

"Apa yang dia katakan?"

"Lupakan dia? Dia seharusnya lebih pintar lagi jika ingin menggertak seorang polisi."

"Entahlah Keichiro, aku rasa gadis itu tidak sedang...."

"DARURAT! DARURAT! Keichiro, terjadi penyerangan gangler di kota, lokasinya di Taman*****. Kalian harus bergegas, menurut laporan warga bukan hanya satu gangler di sana, tapi ada dua!!!"

"A-apa, kau bilang?"

"Tidak.....Umika.....Umika ada di sana!"

"Sakuya!!!....Keichiro kita harus mengejarnya!"

"Akh....! Kenapa semua menjadi kacau saat ada gadis itu."

(Flash Back end)

Sakura terdiam, saat tangan pria berambut karamel itu melilitkan perban putih pada luka di tangannya. Lilitan yang lembut dan sangat hati-hati, meski tidak menutup kemungkinan jika gadis itu masih bisa merasakan sakit dari sana. Beberapa kali mata gadis itu sempat terpaku pada wajah yang ada di depannya.

"Oui!....Sudah selesai."

"Ya, terimakasih." Ucap Sakura, menahan tawa.

"Apa yang lucu?" Tanya Noel yang langsung menyadarinya. Sakura yang sudah beralih pada tangannya hanya bergeleng, seolah tidak tahu. Sementara Noel yang melihatnya hanya menghelah nafas.

"Aku baru tahu faire semblant d'oublier, bisa membuat luka separah ini." Ujar Sakura sambil mencoba menggerakkan tangannya.

"Bukan koleksi tapi kekuatan gangler itu."

"Masa! Kalau begitu labirin cermin ini?...."

"Itu juga kekuatannya."

"Apa? Ah....baiklah beritahu aku apa kakuatan koleksi itu?"

"Jadi kau tidak tahu kekuatannya?"

"Apa aku akan bertanya padamu jika aku mengetahuinya." Ujar Sakura yang berusaha untuk berdiri. "Kau yang memberitahuku namanya, bagaimana aku bisa tahu."

"Tapi kau selalu mengirimkan intel itu pada kami."

"Siapa yang mengatakan itu padamu, Kogurei?" Tanya Sakura saat berbalik padanya, Noel yang mendengar itu langsung mengangguk mengiyakan. Melihatnya gadis itu langsung tersenyum, sebelum memalingkan wajahnya.

"Ya....itu masuk akal, tidak mungkin dia akan mengatakan jika Keluarga Lupin memiliki seorang intel yang bahkan tidak tahu-menahu soal koleksi." Ujar Sakura, tepat sesaat sebelum kesunyian menyelimuti keduanya.

"Aku tidak mengerti, Koleksi Lupin adalah peninggalan Arsen Lupin, jika kau bagian dari keluarga seharusnya kau juga...." Noel tidak melanjutkan kalimatnya saat pandangannya terfokus pada Sakura yang masih membelakanginya.

"Apa ada sesuatu, Sakura?"

Jangan lupa vote dan komen ya kalo kalian ada ide seputar cerita, atau kalo ada kata yang salah dalam penulisan cerita. Biar saya bisa lebih memperbaiki tulisan saya sendiri^^ makasih buat yang udah baca, sampai jumpa di Part selanjutnya....Adieu!

Creation is hard, cheer me up!

Ulya_Ramadhancreators' thoughts