webnovel

Main Character is here

Para pengungsi berjalan dalam barisan yang rapi. Dengan arahan dari Pangeran dan kelompok Merman, mereka memasuki sebuah terowongan ke dalam tanah. Itu adalah Gua buatan khusus untuk evakuasi darurat yang dipersiapkan oleh keluarga Marquis. Sebagai Kota perdagangan terbesar, ini bukan pertama kalinya sekelompok orang mencoba menyerang dan mengambil alih tempat strategis tersebut.

 

Sesampai di ujung terowongan itu, mereka semua terjebak oleh genangan air. Reinhardt menyadari gua ini terhubung dengan danau Larcova, lebih tepatnya saat ini mereka berada di salah satu jalur menuju dasar danau. Rumor mengatakan salah satu desa Klan Merman berada di dasar danau Larcova, rumor ini akan segera terungkap sebentar lagi. Kelompok Merman yang ditinggalkan Kana mulai merapal sebuah mantra sihir. Seketika genangan air itu mulai tersisihkan ke samping dan terowongan udara pun terbentuk.

 

Para penduduk kota melihat fenomena itu dengan terkagum-kagum. Perlahan mereka memasuki terowongan itu mengikuti jalur yang sudah diarahkan. Mereka berjalan masuk perlahan-lahan mengikuti arahan dari Reinhardt. Perasaan bagai dunia lain seketika terbuka di hadapan mereka. Dasar danau terlihat bercahaya dan mereka dapat melihat desa bawah laut itu. Pemandangan itu sangat sulit dipercaya jika tidak dilihat langsung. Terowongan itu hanya mengitari desa Merman karena jalur evakuasi mereka bukanlah ke sana.

 

Penduduk kota dapat melihat kehidupan bawah air untuk pertama kalinya dalam hidup mereka. Ikan-ikan berenang dengan bebas, terumbu karang dari berbagai warna dan bentuk. Mereka juga dapat melihat kapal-kapal yang sudah karam menjadi tempat tinggal dari para merman. Reinhardt memastikan semua penduduk mengungsi dengan selamat, Ia menunggu dengan sabar walau tahu Ia sangat terburu-buru ingin kembali. Salah seorang Merman berkata pada Pangeran untuk mempercayakan pengungsian pada mereka, menyarankan dirinya kembali pada rekannya. "Terima kasih, Kuserahkan bagian ini padamu" ujarnya sebelum pergi.

 

Reinhardt bukan terburu-buru karena keadaan darurat, melainkan karena permintaan dari Eideth. Itu adalah permintaan yang tidak disangka-sangka, dari perbincangan mereka saat berlatih bersama. "Kamu bilang apa" seru Reinhardt, "dengarkan Aku, ini serius, Aku tahu Kamu dapat melakukannya Pangeran, karena ini adalah keahlianmu". Eideth memberi Reinhardt sebuah mantra yang sudah Ia modifikasi khusus untuknya.

 

Reinhardt kagum dengan mantra itu dan menanyakan asalnya, bahkan Ia sendiri tidak pernah melihat mantra sihir seperti itu. Eideth berkata itu adalah mantra sihir ciptaannya, Ia memodifikasinya sedikit agar cocok untuknya. Ia berkata karena Talent miliknya membuat semua mantra yang Ia pakai memiliki peraturan tertentu, Eideth tidak bisa memberinya tiruan mantra yang asli. Reinhardt merasa kewalahan dengan beban harapan yang ditujukan padanya, Eideth bahkan membuatkan sebuah mantra sihir untuknya. "Kalau Pangeran percaya padaku, tolong beri lebih banyak kepercayaan pada diri Pangeran, Kita pasti bisa melakukan ini".

 

Reinhardt tersenyum mengingat interaksi mereka itu. Ia tidak percaya dapat merasa begitu dekat dengan orang yang belum lama Ia temui. Membuatnya ingin lebih mempercayai dirinya. Reinhardt mulai merapal mantra itu, mengikuti arahan yang tertera di catatannya. Mantra itu adalah semacam mantra ritual pengendalian cuaca.

 

Perlawanan dari Apostle semakin memanas, Vista, Claudias, dan Paladin semakin kesulitan mempertahankan diri dari serangan lawan mereka. Eideth semakin tidak tenang di tempat duduknya menonton dari layar ciptaan Theo. Sebuah hembusan angin pelan menyapu wajahnya, Eideth melirik keatas tanpa menoleh, melihat awan hitam mulai berkumpul. Eideth tersenyum melihat Reinhardt telah menyelesaikan misinya dan akan segera kembali.

 

Carmilla dan Theo merasa diri mereka dihadapan dalam memenangkan taruhan itu. Mereka begitu senang melihat ekspresi gelisah Eideth. Tiba-tiba Eideth menghela nafas lega dan bersandar di punggungnya. Apakah Eideth mencoba menipu mereka. Mereka akhirnya tersadar apa yang janggal. Jalannya pertarungan memang memihak mereka sampai saat ini tapi hal itu akan segera berubah.

 

Selesai merapal mantra, Reinhardt melihat hasil ciptaannya diatas langit. Sebuah kumpulan awan berputar kencang seperti sebuah badai. Ia tidak menyangka dapat memakai kekuatannya seperti itu. Ia butuh sejenak sambil melihat tangannya memastikan bahwa ini adalah kenyataan. Ia berhasil mencapai tingkat baru dalam sihir pengendalian cuaca.

 

Talent Reinhardt adalah Talent tipe Ability bernama [Weather Shaman]. Talent miliknya memberi Reinhardt akses pada beberapa jenis sihir berkaitan dengan cuaca. Sihir yang Ia miliki termasuk petir, guntur, air, es, dan angin. Kelemahan Talent ini adalah kebergantungan pada cuaca di sekitarnya. Reinhardt tidak bisa memakai beberapa elemen sihir jika cuaca yang diperlukan tidak terpenuhi. Sederhananya, Reinhardt butuh berada ditengah sebuah badai untuk menggunakan kekuatan penuh dari Talent miliknya.

 

"Baiklah, ini seharusnya cukup". Reinhardt bisa merasakan potensi dari Talent miliknya sudah terbuka. Reinhardt mencoba merapal mantra angin untuk terbang di udara tapi seperti yang Ia duga. "Uwooh" Reinhardt hampir terhempas oleh anginnya, "efeknya terlalu kuat". Ini adalah kali pertama Ia menggunakan Talent miliknya dalam kondisi yang sempurna seperti ini. Ia sudah menduga output dari mantranya akan meningkat berkali-kali lipat, tapi sepertinya masih diluar prediksi. "Kalau jalan bakalan telat, oh…" Reinhardt mendapat sebuah ide.

 

Hembusan angin yang kuat bertiup kencang pada bazar kota yang kosong. Semua orang disekitar sana dapat merasakan sesuatu yang besar datang menuju mereka. Reinhardt menggunakan sebuah papan kayu untuk mengangkatnya terbang dengan sihir angin. Reinhardt masih belum memiliki kontrol yang baik dengan sihir itu sehingga Ia harus berselancar di atas angin untuk bergegas kembali pada rekannya.

 

Layar pengawas Theo seketika menangkap pergerakan Reinhardt. Eideth begitu bersemangat melihat Reinhardt kembali dengan yang lain untuk memberi bantuan. Eideth dan Apostle dapat melihat Reinhardt menyergap Apostle-apostle baru. Ia menerobos masuk kedalam salah satu pertarungan rekannya. Vista dan Arlaw terkejut melihat kedatangan sang Pangeran. "[Wind Blade]" Reinhardt menembakkan serangan angin menghalau Arlaw mundur.

 

"Maaf, Aku terlambat" Reinhardt melompat dari papan selancarnya dan mendarat dengan aman di tanah. "Gak papa, bantu Aku lumpuhkan orang ini, bisa-bisanya Eideth meminta 'permintaan aneh' seperti itu pada Kita" keluhnya. "Tidak apa, Kamu bisa santai sedikit sekarang, Kita harus segera berkumpul dengan yang lain" balas Reinhardt. "Halo Pangeran, senang bertemu dengan Anda, apa Anda juga ingin ikut bermain dengan Kami" tanya Arlaw. Vista berbisik pada Reinhardt sejenak sebelum menjawab. "Maaf ya, tapi Kamu harus pergi". Menggunakan papan kayu tadi, Reinhardt dan Vista berselancar pergi meninggalkan Arlaw.

 

Arlaw kaget melihat kejadian itu, Ia mengira akan berhadapan dengan Pangeran dan mantan Apostle sekaligus tapi mereka berdua lari meninggalkannya. Arlaw menghela nafas dengan ekspresi tenang tapi wajahnya segera berubah. "Tidak, tidak, Aku harus segera mengejar mereka, Aku harus menyelesaikan tugas ini, kalau tidak anak-anak akan…". Setelah mengatakan itu, Arlaw segera berlari mengejar mereka dengan kecepatan yang luar biasa.

 

"Reinhardt, Ia sudah di belakang Kita, bisa Kau lebih cepat lagi" Vista harus berteriak dengan angin kencang disekitar mereka. "Aku usahakan, Aku masih belum menguasai angin ini, sulit menjaga Kita tetap seimbang dengan kecepatan seperti ini, apalagi jika bertambah cepat" jawabnya. Reinhardt seketika mendengar suara dadu itu kembali, setelah itu Ia berhasil menambah kecepatan.

 

"Vista apa Kau mendengar itu, barusan ada", "suara dadu yang bergulir, Aku juga mendengarnya, Aku sudah peringatkan bukan, kekuatan Eideth perlu waktu" sambung Vista. Reinhardt segera terbang mencari rekan-rekannya yang lain agar mereka dapat bertarung bersama di satu tempat. "Itu Claudias" tunjuk Vista menyuruh Reinhardt untuk berbelok.

 

Claudias tengah kesulitan berhadapan dengan bayangan ilusi yang dibuat meniru dirinya. Naga raksasa itu dua kali lebih besar darinya, dan yang terburuk. Cakar Claudias menembus naga itu seperit yang di duganya. "Ini hanya bayangan ilusi, bagaimana Aku harus mengalahkannya" pikir Claudias. Disaat itu juga, bayangan itu menyerang balik menghajar wajahnya. Claudias bisa merasakan rasa sakit dari pukulan itu, semakin bingung bagian mana yang asli atau ilusi.

 

Sebuah ledakan keras terdengar dari arah belakang. Kedua naga itu menoleh kesana karena penasaran tapi hanya Claudias yang langsung menyadari apa yang terjadi. Ia melihat Reinhardt dan Vista berselancar diatas sebuah pintu kayu, mengulurkan tangan mereka padanya mencoba mengatakan sesuatu. Secara insting Ia tau apa yang ingin mereka sampaikan. Claudias berubah menjadi wujud hybrid miliknya dan menangkap tangan mereka.

 

"Terima kasih teman-teman, Aku benar-benar kesulitan tadi" Claudias bersyukur. "Sudah kubilang bukan, Claudias itu yang lebih kecil", "ya, ya, Kau benar, Perhatikan depanmu" seru Vista. Reinhardt berbelok cukup cepat untuk menghindari bangunan didepan mereka selagi Vista dan Claudias berpegangan erat agar tidak jatuh. "Hampir saja" mereka bertiga menghela nafas lega kemudian tertawa bersama. Mereka tidak menyangka masih bisa lalai saat bertarung dengan serius seperti itu.

 

Eideth dari kursi penonton juga menyadari keanehan itu. Eideth tahu Ia membagikan kekuatan Talent miliknya pada rekan-rekannya sebagai jaminan keselamatan, tapi Ia tidak pernah tahu efek samping seperti ini. Eideth juga menyadari hal itu dari waktu ke waktu, sikapnya saat memakai Talentnya berubah. Ia terkadang menjadi tidak serius dan sering lalai. 'Apa karena Aku menganggap ini hanya permainan' pikirnya. Carmilla dan Theo duduk ke tepi bangku menyerukan agar junior mereka menangkap lawan mereka itu.

 

Mereka bertiga segera menghampiri Paladin yang sedang menghadapi seorang Ksatria. Kali ini Reinhardt menabrakkan papan mereka pada Ksatria itu mengalihkan perhatiannya dari Paladin. Akhirnya mereka berkumpul bersama, "tahap kedua selesai" ujar Claudias. Tidak hanya mereka, ketiga apostle baru itupun akhirnya berkumpul bersama. Semua petarung telah hadir. "Ayo Kita selesaikan ini, Aku akan menjalankan tahap terakhir, teman-teman ulurkan Aku waktu" pinta Reinhardt.

 

Vista, Paladin, dan Claudias kini berhadapan kembali dengan lawan mereka. Ketiga Apostle itu juga tengah bersiap menyerbu mereka. "Paladin, Kamu mau bertukar lawan," tanya Vista, "lawanku adalah pria tinggi berwajah menyebalkan itu, Ia suka bicara jadi kupikir lawan yang cocok untukmu". Paladin menoleh pada Vista bertanya apa yang Ia maksud dengan itu, Paladin tidak bertanya tentunya, tapi gesturnya menjelaskan semua itu.

 

"Aku tidak bermaksud buruk atau apapun, Dia mencoba berbicara padaku, sepertinya kekuatannya itu berhubungan dengan bicara, Ia pasti lemah terhadapmu" jelasnya. Paladin mengangguk setuju dengan usulan itu. "Bagaimana denganku ada yang mau bertukar denganku," bisik Claudias, "wanita itu, adalah seorang penyihir yang memakai ilusi, sulit bagiku untuk melawannya karena Ia membuat bayangan tiruan dariku, wanita itu sudah tahu sebagian besar kemampuanku kau tahu" jelas Claudias.

 

"Oh, jadi itu kenapa ada naga yang satunya lagi, itu masuk akal, Aku bisa mengurusnya untukmu" Vista mengajukan diri. "Berarti yang terakhir adalah Ksatria itu, Kamu kesulitan menghadapinya Paladin, bagaimana bisa" tanya Claudias. Butuh beberapa saat untuknya menulis balasan, [Pria itu menguasai Teknik pedang kekaisaran] tulisnya. "Oh, serahkan padaku kalau begitu, Aku sudah terbiasa dengan serangan mereka" Claudias menjelaskan Ia sering melihat Reinhardt berlatih dan memahami teknik pedang itu. "Kita semua sudah siap bukan" Claudias memastikan yang mana Vista dan Paladin mengangguk.

 

"Terima kasih sudah menunggu kami loh" sahut Vista kepada Apostle, "tidak apa Senior, Kami juga ingin pertarungan yang adil kok" balas Arlaw. Tanpa aba-aba, mereka semua segera menyerbu maju. Kedua sisi segera bentrok mencoba mengambil keuntungan diatas yang lain. Paladin bergegas kedepan menyerang Arlaw tapi tak berjalan lancar. Memahami apa yang dipikiran lawannya, Kalos segera mencegat mereka berdua, menyibukkan Paladin dengan serangannya.

 

Rencana mereka segera berantakan mengetahui musuh tak membiarkan mereka mengambil keuntungan. "Sial, ternyata mereka tahu" umpat Vista, Claudias segera mengambil inisiatif untuk memisahkan Paladin tapi Dandelia menabraknya. Sebelumnya, para apostle juga berdiskusi satu sama lain, mereka menyadari bahwa senior mereka, Theo dan Carmilla, memilih lawan yang sesuai untuk mereka. Mengetahui keuntungan itu, mereka dengan mudah memperkirakan langkah lawan mereka selanjutnya.

 

Vista berhenti di tengah jalan mengamati situasi, sama dengan Arlaw yang memperhatikan seluruh gerak-geriknya. "Kenapa Senior, rencana Senior gagal" ledek Arlaw. Mereka berdua diam ditempat menunggu yang lain membuat pergerakan lebih dulu. Arlaw terlihat sangat senang hingga Ia memasang wajah sombong, Vista tahu itu adalah sebuah umpan menahan emosinya.

 

Saat Ia menyerang Arlaw dengan uppercut itu, Arlaw langsung bisa beradaptasi dengan serangannya. Vista berpikir pada dirinya sendiri mengapa Ia begitu emosi pada lawannya, perkataannya tidak begitu menghasut jadi mengapa pikirnya. Ia masih belum mengerti kekuatan aneh dari lawannya. Vista tersenyum membuat Arlaw sedikit tidak tenang. "Apa Kamu berpikir Aku akhirnya mengetahui kekuatanmu" tanya Vista, Arlaw menelan ludahnya memperkirakan yang terburuk.

 

"Tentu saja tidak, bodoh, mana peduli Aku dengan kekuatanmu, Kami hanya perlu menahan Kalian disini sehingga Reaper Kami dapat melumpuhkan Kalian" jelasnya. Arlaw segera tersadar apa yang Vista maksud, Ia melihat orang di belakangnya. Reinhardt mengacungkan pedangnya pada mereka seperti mengarahkan tongkat sihir, "[Lightning strike]" sebuah petir turun dari atas langit menyambar Arlaw.

 

Dandelia dan Kalos segera menyadari apa yang dilakukan sang Pangeran. Mereka mencoba menjaga jarak dengannya seorang penyihir. "Kalian mencoba melarikan diri" tanya Reinhardt sambil merapal mantra, "biasanya semakin jauh jarak target, semakin tidak akurat sihir seseorang, tapi dibawah awan ini, Kalian semua berada di bawah jangkauanku". "[Hailstorm]" puluhan pasak es jatuh dari atas langit menghujani pada Arlaw dan Dandelia.

 

Ilusi Dandelia segera terbongkar dan tubuh aslinya pun terungkap. Reinhardt mengambil kesempatan itu untuk menargetkannya. Ia memerangkap Dandelia dalam penjara es, begitu juga Arlaw. "Phew, kenapa Kita harus melakukan ini" hela Reinhardt. Ia harus menopang tubuhnya dengan pedangnya agar tidak jatuh ke tanah.

 

"Benar juga, kenapa Kalian tidak langsung menghabisi lawan Kalian" tanya Theo. Mereka berempat langsung berbalik ke sumber suara itu dan melihat Eideth berlari dengan Theo dan Carmilla dibelakangnya. Eideth melompat dengan dramatis kemudian memeluk rekan-rekannya memberi selamat. Ia memberi mereka beberapa pujian karena kerja keras mereka barusan. Eideth membiarkan Theo dan Carmilla menghampiri Apostle baru yang sudah dilumpuhkan. "Eideth, tidakkah sebaiknya Kita menyerang mereka ketika mereka lengah" tanya Claudias. "Kalian bisa mencoba tapi itu bakalan sia-sia, pria itu sudah memasang dinding pelindung diantara Kita tadi" balas Eideth.

 

Mereka harus memfokuskan mata mereka agar dapat melihat dinding transparan itu. "Dia bersikap adil tidak memerangkap Kita dengan kekuatannya, anggap saja Kita—", "beruntung" potong Carmilla. "Ini adalah yang seharusnya Kami lakukan, Eideth menghargai taruhan Kami itu, dan Kami menerima kekalahan junior Kami" sambung Carmilla. Eideth melihat luka dari apostle baru, "Kalian brutal sekali Kalian tahu, Aku bahkan tidak sampai hati" tegur Eideth. Mereka tahu Eideth bercanda dengan mereka tapi sulit tidak merasa kesal.

 

Mereka memperhatikan dengan seksama bagaimana Theo menolong juniornya menggunakan kekuatan dunia lain. Ia melepas Dandelia dari penjara es itu, menunjukkan setengah wajahnya berubah menjadi lebih tua. Eideth seketika terkejut tapi tidak bisa memalingkan pandangannya. Setelah Ia lihat-lihat lagi, sebelah wajahnya tidak terlihat sama dengan sisi lainnya. Ia seperti melihat wajah orang lain.

 

Ketika Dandelia sadar, Ia mulai berteriak histeris. "Putriku, kemana putriku, Tuan Theo, ini bukan yang Anda janjikan, kembalikan putriku" jeritnya. "Tenang Reine, Aku tidak melanggar janjiku, biarkan Aku mengembalikan putrimu, tenanglah sebentar" Theo mencoba menenangkannya. Ia mengeluarkan sebuah bola cahaya kecil dari udara. Eideth sedikit tertegun menyadari apa yang dilihatnya itu.

 

Walau tidak terlihat sama persis, Ia bisa tahu hanya dengan memandangnya. Itu adalah [▮▮▮▮ Seed]. Benda yang sama yang Ia temukan di medan pertempuran di sekitar Menara Sixen. Theo memasukkan [Seed] itu ke dalam tubuh Dandelia, seketika mengembalikan setengah wajahnya. Itu adalah pemandangan yang mengerikan. Claudias dan Paladin coba menahan tubuh mereka untuk tidak muntah.

 

Theo juga menghampiri Arlaw yang kelelahan. "Theo, Kau brengsek, kenapa Kau ada disini, dimana anak-anak yang lain, Kau janji akan menyembuhkan mereka" pekiknya geram. "Tenang, tenang, Aku akan menepati janjiku setelah Kamu melakukan tugasmu, terimalah ini" Theo memasukkan [Seed] ke dalam tubuhnya juga. Reaksi Arlaw sedikit berbeda, Ia merintih kesakitan seperti tubuhnya menolak pemberian itu. "Argh… ingat Theo, Kau berjanji brengsek" rintihnya sebelum kembali tenang.

 

Setelah menyaksikan dua pemandangan tidak manusiawi itu, rekan-rekan Eideth memiliki tatapan berbeda pada Theo dan Carmilla, kecuali Vista. Inilah kenyataannya, mereka semua memiliki perasaan bertabrakan tentang itu. Mereka mulai memikirkan kemungkinan bahwa Apostle baru ini adalah orang-orang yang dipaksa oleh Theo dan Carmilla lewat "perjanjian" mereka. Meski gusar, Eideth dan Vista menjadi orang yang bersikap tenang di situasi ini demi keamanan mereka semua. 

 

Theo kemudian menghampiri Ksatria terakhir, Ia melepas helmnya agar Kalos bisa bernafas. Reinhardt seketika mengenali wajah Kalos, pupil matanya mengecil dan tinjunya gemetaran. "Tidak mungkin… Kalos… apa yang Kau lakukan" teriaknya murka, menyadari dua contoh sebelumnya Reinhardt memperkirakan yang terburuk. "Halo Pangeran, senang bisa bertemu dengan Anda" sapa Kalos dengan lemah. "Ayolah Ksatria Kekaisaran, Kamu tidak ingin tumbang sebelum menyelesaikan misimu bukan" Theo mengingatkan.

 

Sebuah langkah kaki terdengar disaat semua orang telah mengungsi dari kota itu. Mereka semua menoleh pada seorang gadis mengenakan gaun berjalan menghampiri Kalos. "Jangan menyerah Kalos, Kamu berjanji akan melindungiku bukan" ujar gadis itu. Mendengar perkataannya, Kalos segera bangkit Claudias segera mengenali siapa gadis bergaun cantik itu, "bagaimana bisa, dia ada disini, Tuan Putri".

 

Vista dan Paladin segera menyadari gadis itu adalah adik dari Reinhardt. "Ada apa Reinhardt" Vista mencoba menenangkan Reinhardt yang hilang kendali. Mereka sadar Reinhardt kesal kepada pengkhianat itu, menyadari mereka punya hubungan sebelumnya. Tapi kemarahannya tampak lebih dari itu. "Gyslaine, Kau sudah mati" teriak Reinhardt dengan keras. Vista dan Paladin tidak tahu apa yang terjadi tapi mereka coba menenangkannya.

 

Gyslaine menoleh kearah Reinhardt dengan senyum datar itu, "Kakak, apa yang Kakak katakan, Aku disini" balasnya. Reinhardt mengencangkan dagunya mencoba memendam emosi. Tidak mau masalah bertambah runyam, Eideth mengalihkan topik pembicaraan. "Jadi Carmilla, kesepakatan Kita tadi, bukankah Kamu menjanjikanku sebuah hadiah, memperbaiki tongkatku yang rusak adalah ide yang bagus, Aku sangat menyukai tongkat yang Kamu patahkan ini" ungkapnya.

 

Eideth melihat kelima Apostle sudah berkumpul bersama menghadap kearah mereka. "Pffft, ayolah, Aku tidak akan menuntutmu soal itu, Aku bercanda, bagaimana jika Hadiahku adalah Kalian meninggalkan kota ini, bagaimana" sambungnya sedikit gugup. Eideth mencoba bernegosiasi dengan mereka. Itu adalah pilihannya untuk menyelamatkan rekan-rekannya. Mereka beruntung apostle baru masih belum memiliki pengalaman yang cukup, tapi Theo dan Carmilla sudah mengakali hal itu.

 

Entah bagaimana, mereka telah mengatur daftar pertarungan itu. Mengambil keuntungan dari informasi tentang lawannya, memasangkan lawan yang sesuai untuk Apostle baru mereka. Eideth dan teman-temannya berhasil memenangkan taruhan karena persiapan yang dilakukan oleh Reinhardt. Dalam pertarungan yang adil, lima lawan lima secara langsung. Mereka tak punya kesempatan.

 

"Oh, tentu, Kami akan memberimu hadiah itu" Carmilla berkedip kepada Theo. Ia menggunakan kekuatannya membentuk pagar dari bongkahan besi tajam, memisahkan Eideth dari rekan-rekannya. Raut wajah Eideth berubah seketika, Ia tidak berpikir apostle akan bermain curang dengan sejarah permainan mereka yang bersih dan sportif. Apakah Ia terlalu naif? "Eideth" teriak rekan-rekannya yang terkejut. Mereka mencoba mendekat tapi tak bisa mendekat sedikitpun. Theo telah memasang dinding pelindung diantara mereka untuk kesekian kalinya.

 

Carmilla dan Theo mendekati Eideth dengan perlahan, pemandangan itu tidak pernah terlihat begitu mengerikan di matanya. Mengingat senjata utamanya sudah rusak, Eideth berimprovisasi. Ia membentuk dua bilah cahaya menggunakan [Stasis] untuk berjaga-jaga. Hanya senjata itu yang berhasil melumpuhkan seorang Apostle sebelumnya. Satu-satunya alat pertahanan terakhir yang Ia punya.

 

Eideth mengambil percobaan pertama dan menusuk mereka menggunakan [Stasis]. Kedua serangannya tidak berhasil. Niatnya terlalu jelas dan pergerakannya begitu mudah terlihat. Mereka menangkap pergelangan tangan Eideth sebelum sempat menusukkan [Stasis] miliknya. Theo mengambil kedua pergelangan tangannya itu, sedangkan Carmilla meringkus [Stasis] miliknya. Eideth mencoba memberontak tapi Ia begitu lemah.

 

"Ayolah Carmilla, Kamu tidak akan menusukku untuk yang kedua kalinya bukan" tanya Eideth. "Tidak dong, Aku akan lebih lembut kali ini," Carmilla memegang [Stasis] seperti sebuah pisau, memasukkan kekuatan dunia lain kedalamnya. "Apa yang akan Kamu lakukan" gusarnya, "Aku akan menjadikanmu Apostle dari Dewa Kami, Varrak" Ia tersenyum.

 

"Apa maksudmu, Aku tidak punya [Benih] seperti mereka", "oh, Kamu tahu tentang [Seed]". Eideth menyesal membuka mulutnya. "Itu tidak perlu, karena Kamu sudah punya satu dalam dirimu, bukan". Carmilla menusuk jantung Eideth dengan begitu semangat, membalaskan dendamnya saat Ia dikalahkan. "Eideth" teriak rekan-rekan Eideth begitu kesal, karena mereka tak dapat berbuat apa-apa.

 

Seketika udara keluar dari paru-paru Eideth. Tubuhnya kehilangan kekuatan dan lemas di lengan Theo. Ia sudah sering menusuk dirinya dengan [Stasis] untuk mengubah lembar karakter dan kelasnya. Namun ini pertama kalinya Ia merasakan sakit. Cahaya di mata Eideth mulai pudar selagi kesadarannya terlepas ke tingkat eksistensi yang lebih tinggi. Eideth tidak akan sama lagi.