Millenia dan Kana sedang berada diluar dinding kota. Mereka bersama masyarakat yang lain menjalankan sebuah parade memperingati Hari ulang tahun kota mereka tercinta. Sebenarnya Parade itu adalah salah satu bagian dari ritual mantra sihir level tinggi yang digunakan untuk memasang sebuah pelindung mengelilingi Larcova. Sebagai Marquis dan pemimpin dari suku Merman, Millenia dan Kana harus berpatisipasi dalam parade itu.
"Sepertinya semua masih berjalan dengan lancar…" tepat saat Millenia mengucapkan rasa syukurnya, sebuah ledakan keras terdengar dari dalam kota. Kana melihat Millenia dengan kecewa, Ia sudah lebih dulu memperingatkan Millenia untuk tidak mengucapkan kalimat pembawa sial seperti itu. Ia sempat ingin pergi ke dalam Kota namun mendapat pesan dari cermin sihir yang dipinjamkan oleh Pangeran Reinhardt.
[Lanjutkan saja paradenya, Kami akan menangani Apostle, semoga rencana Kita berhasil] tertulis disana. Millenia memastikan para penduduk yang mengikuti festival untuk menyelesaikan parade mereka. "Dengan mengembalikan Kubah pelindung, Kita dapat menangkap penjahat yang mengganggu Kota Kita, Ayo semuanya, Kita selesaikan parade ini" seru Millenia membangkitkan keyakinan rakyatnya. "Tolong tunggu Kami" gumam Millenia melihat kearah kota.
…
Paladin yang mengikuti turnamen duel Ksatria, Ia memenangkan turnamen ini dengan mudah. Terlalu mudah pikirnya, Ia berpikir akan mendapat gangguan saat menjalani turnamen itu. Ia menerima hadiah pertama, sebuah pedang baru yang ditempa dengan baik. Tiba-tiba cahaya dari langit menghilang, menyoroti seseorang dengan gaun yang indah.
Ia berjalan dengan anggun mendekati panggung pemenang. Seperti seorang bangsawan, Ia memberikan tangannya kepada seorang kesatria yang Ia anggap layak. Paladin jatuh berlutut didekat kehadirannya, "cium tanganku wahai kesatria pilihan, Kamu layak untuk menjadi pengikutku" ujarnya. Paladin menganggukkan kepalanya menolak, Ia kemudian bangun dan pergi dari sana tanpa berbicara apa-apa.
Seorang Kestria dari kerumunan penonton mengangkat pedangnya dengan murka. "Beraninya Kamu tidak menghormati tuan putri" Ia melompat dan menyerang Paladin seketika itu juga. Paladin menghunuskan pedangnya menangkis serangan itu, Ia bahkan tidak sempat memahami situasi aneh yang terjadi ini. "Kenapa, tidak bisa berbicara" tanya Kesatria itu, Ia menguatkan genggaman pada pedangnya menghempaskan Paladin jauh ke belakang.
Paladin menabrak barang dagangan pedagang, meringankan benturan dari serangan tadi. Paladin mengenali teknik pedang itu, Ia berpikir itu adalah Teknik pedang Kekaisaran. Ia terkejut bahwa seseorang kesatria menguasai Teknik pedang seperti itu. Paladin bangun dan yakin bahwa Kesatria yang baru saja menghajarnya adalah seorang Apostle. Ia mengambil pedang barunya yang Ia dapat dari turnamen, memegangnya di tangan kiri memakai teknik dua pedang. Ia hendak menghadapi lawannya dengan serius dari awal mengetahui betapa kuat musuhnya.
…
Eideth terjebak dalam situasi yang paling merugikan. Ia terpisah dengan rekan-rekannya, ditawan oleh dua Apostle dari dunia lain. Ia duduk disana tak bisa bergerak tahu mereka dapat membunuhnya saat itu juga. Anehnya Eideth tidak panik, ini bukan kali pertama tubuhnya lumpuh di hadapan kekuatan yang luar biasa kuat. Eideth melihat ledakan dari kejauhan sangat penasaran dengan apa yang terjadi disana.
"Apa? Kamu ingin menonton juga," tanya Carmilla, "tolong ya Theo". Theo segera memakai kekuatannya membentuk sebuah layar di udara, Eideth seperti melihat sepotong kaca melayang di udara. Berbeda dari layar tipis yang Ia lihat saat memakai kekuatannya, kaca itu seperti sebuah monitor televisi yang menunjukkan pertarungan teman-temannya. Eideth segera mengeluarkan ponselnya memberi pesan pada mereka. Ia tak lupa memberi pesan pada Nona Isolde melalui ponsel Reinhardt.
"Hey, apa itu, berikan padaku," Carmilla merebut ponsel Eideth dari tangannya, "apa yang coba Kamu lakukan tahanan". Carmilla melihat benda kaca itu menghilang dari tangannya menjadi debu, kemudian terbentuk kembali ke tangan Eideth. Tawa sombong kecil meledek percobaan Carmilla merebut ponsel Eideth darinya, Ia tak menyangka dapat bersenang-senang lagi mengerjai orang menggunakan Otoritas istimewanya itu.
"Ayolah, Aku harus membantu rekan-rekanku sedikit, izinkan Aku memperingati mereka" pinta Eideth. Carmilla melihat kearah Theo menanyakan pendapatnya tapi Ia hanya mengangkat bahunya, "lakukanlah, tidak seru kalau teman-temanmu kalah dengan anak-anak baru" ujarnya. "Itu dia…" sebuah ide terlintas di kepala Carmilla, "Eideth, ayo Kita bertaruh". Carmilla menyarankan sebuah taruhan, "Kami tidak akan turun tangan jika Kamu Kami tahan disini".
Eideth tidak menyangka mendapat tawaran itu, tapi Ia ingin tahu alasan Carmilla. "Kamu dapat melukai Kami Apostle, tidak adil untuk anak-anak baru menghadapimu, Kami berjanji untuk tidak bergabung dengan mereka jika Kamu ditahan disini, benarkan Theo" saran Carmilla. "loh, Aku juga?" Theo terkejut Ia dibawa-bawa dalam taruhan itu. Theo setuju dengan taruhan itu dengan enggan. The jadi penasaran seberapa kuat pria di sebelahnya ini hingga temannya mengakui dirinya.
Eideth tidak menyangka Ia mendapat waktu santai, Ia menerima persyaratan itu tapi Ia menanyakan taruhan yang sebenarnya. "Kalau rekanmu berhasil menghentikan rekrutan baru, Kami akan memberimu hadiah, tapi jika mereka kalah", "Aku akan mendapat hukuman, seperti itu" sambung Eideth. "Bagaimana, apa Kamu takut", Eideth mengangguk setuju tanpa komentar. Ia yakin dengan kemampuan teman-temannya. Ia menerima tugasnya untuk menahan tantangan tersulit mereka disini.
Reinhardt dan Claudias mulai kewalahan menghadapi Apostle yang dapat mengendalikan pikiran. Mereka kesulitan menyerangnya karena para rakyat biasa yang menghalangi. Vista mencoba menghajar lawan didepannya yang tidak bisa berhenti bicara. Paladin kebingungan dengan musuh baru yang tiba-tiba muncul. Pertarungan mereka terhenti ketika sebuah layar dari kekuatan aneh muncul di atas langit.
Mereka memperkenalkan diri Mereka sebagai Apostle dari dunia lain. "Kalian lihat, Kami memiliki seorang tawanan," Eideth bisa melihat dirinya masuk kedalam rekaman, "halo semuanya, Ayah, Ibu, Aku masuk TV" ujarnya tanpa malu. "Eh… Relawan Kalian ini, merelakan dirinya ditangkap oleh Kami untuk memberi Kalian satu kesempatan, jika rekan-rekannya dapat mengalahkan teman-teman Kami, Kami akan". Theo berhenti berbicara menyadari Eideth melakukan gerakan-gerakan aneh dengan tangannya, "hey, hentikan itu" suruhnya. "Kalau mereka bisa mengalahkan teman-teman Kami, aka nada hadiah kejutan menanti" sahutnya dengan ceria. "Beri Kami pertunjukkan yang meriah" pesan terakhirnya sebelum menutup rekaman.
Satu kota terdiam setelah melihat pesan itu. Tepat saat itu juga, sebuah raungan pecah dari tengah kota. Teriakan kemarahan dari seorang naga menggelegar keseluruh kota. Vista dan Paladin mendengar auman itu dari kejauhan mengenali tanda yang disampaikan. Sebuah rencana kecil yang sudah mereka persiapkan tempo hari.
Pada malam hari saat Reinhardt berkunjung ke kediaman Isolde. Reinhardt mengungkapkan semua informasi yang mereka miliki tentang Apostle ingin meminta kerja sama dari pemerintah kota itu. Millenia setuju untuk membantu mereka sebanyak mungkin untuk hari esok. Ia meminta Kana untuk mempersiapkan semua yang dimintai oleh Pangeran. Setelah Kana pergi untuk bersiap-siap, Millenia menyampaikan keraguannya. "Yang mulia Pangeran, apakah Yang mulia yakin dengan hal ini, Saya takut kalau parade ritual esok akan gagal".
"Sejujurnya Marquis, Aku juga tidak yakin," Reinhardt meminum teh yang diseduhkan untuknya, "Aku sudah menghadapi salah seorang dari mereka sebelumnya, Kami bahkan kewalahan untuk menghadapi satu orang saja". Reinhardt kembali teringat ketika Eideth muncul dan menolongnya, Ia tak bisa berhenti tersenyum. "Tapi Aku percaya dengan Tuan muda Raziel itu" ucapnya percaya diri.
"Tuan Eideth?" Millenia semakin penasaran orang seperti apa yang telah menarik perhatian Pangeran itu, sampai Ia begitu percaya padanya. "Rumor yang beredar tentang dirinya itu tidak benar, Aku melihatnya sendiri Ia memakai sihir dengan cara yang unik, sama seperti Bibinya, Eziel Raziel" ungkap Reinhardt. "Namun, kenapa Ia menyembunyikan kemampuannya itu" Millenia bertanya, "ini hanya pendapatku, tapi mengenal dua Raziel lain, mereka tidak terlalu suka bersosial, mereka itu introvert" jawab Reinhardt.
RAWRGH… Reinhardt menutup telinganya dari teriakan Claudias. [Frightful Presence] adalah kemampuan Naga untuk menakuti makhluk disekitarnya, memaksa mereka untuk melarikan diri menjauhi kehadiran dirinya. Ditambah dengan [Dragon Roar] menggaransi efeknya pada semua orang di jarak dekat, orang-orang yang dikendalikan segera tersadar dan lari ketakutan. Apostle itu sedikit gemetar oleh ketakutan tapi Ia berhasil mengendalikan dirinya.
"Reinhardt, pergilah, Aku akan menahannya disini, lakukan bagianmu" minta Claudias dalam wujud naganya. Reinhardt segera pergi mengevakuasi penduduk lainnya, mengosongkan seisi kota seperti yang direncanakan. "Hey, Kamu mau pergi kemana Pangeran" Apostle itu coba mengejar Reinhardt tapi segera dihalangi oleh Claudias. "Fokus padaku penyihir" teriak Claudias berubah kembali ke wujud manusianya.
Reinhardt berlari secepat mungkin menuju lokasi perjanjian. Sesampai disana, Ia melihat puluhan Merman sedang mengevakuasi warga yang ketakutan karena tragedi tersebut. Panik segera pecah saat beberapa orang mulai memberontak tidak mau bekerja sama mencoba menyelamatkan diri masing-masing. Reinhardt berdiri di tempat dimana semua orang dapat melihatnya, Ia menarik perhatian mereka dengan seruan yang keras. "Rakyat Lucardo semuanya, tolong tenang dan patuhi petugas evakuasi, Aku, Pangeran Lucardo, Reinhardt Art Lucardo akan melindungi Kalian semua". Seketika Reinhardt mendengar suara aneh di telinganya.
Suara itu tercampur dengan sorakan gembira lega, tapi Ia bisa memastikannya. Ia mendengar suara guliran dadu, Eideth memperingatkan mereka sebelumnya tentang tanda itu. "Ketika Kalian mendengar suara guliran dadu, jika Kalian tidak yakin dengan upaya kalian, mundur, saranku, maju saja, anggap suara itu sebagai tanda keberuntungan" kutipnya. Reinhardt tersenyum lega mengetahui Ia mempercayakan orang yang benar. Ia segera mengurus evakuasi itu agar bisa kembali membantu rekannya yang lain.
Eideth senang melihat rencana 15 menit itu berjalan sesuai yang Ia mau. Ia mendapat ide itu ketika berpikir bagaimana agar Ia bisa membantu teman-temannya yang lain bertahan hidup tanpa bantuan langsung darinya. Seketika itu juga Zatharna menawarkan dirinya untuk membantu. [Bagaimana jika Kamu membagikan Talent mu pada rekan-rekanmu yang lain] saran Zatharna. "Maksudmu…", [Zatharna menganggukkan kepalanya] jawab layar itu.
Eideth bertanya dukungan apa yang diberikan pada rekannya, Ia tidak mau mereka gagal melakukan serangan mereka karena guliran yang jelek. Zatharna menjawab tak banyak yang bisa Ia lakukan, Ia hanya bisa memberi bantuan kecil dan sepele. Zatharna tidak bisa memberi kenaikan kerusakan karena keterbatasan kemampuannya. "Itu cukup Zatharna, makasih, bantuan kecil itu kadang bisa banyak membantu", Ia tidak mau Zatharna mendapat dampak lainnya karena terlalu ikut campur.
Eideth sedikit sensitif mengenai topik Dewa karena pengetahuannya tentang masalah seperti ini. Eideth sudah menghadapi banyak Dewa dunia lain sebelumnya, sebagai kontraktor tentunya. Ia bersyukur kliennya di dunia ini adalah Dewa yang mau membantu, bisa dibilang klien Eideth sebelumnya sulit diajak bekerja sama. Eideth bertekad membantu dunia ini sebaik yang Ia bisa, juga karena ini adalah pemberhentian terakhirnya.
Saat Ia termenung, pertarungan semakin pecah. Vista mencoba melayangkan pukulan kepada pada lawannya yang tidak bisa berhenti berbicara, Ia mencoba bersikap menyebalkan tapi Vista tidak merespon ejeken remeh itu. Ia malah mencoba memancing lawannya untuk menunjukkan kekuatannya. Vista sangat berhati-hati karena Ia tahu kekuatan dari dunia lain adalah sesuatu yang unik, Ia punya pengalaman pribadi memiliki mereka.
"Apa Senior mencoba menganalisa kekuatanku," pria itu menyadarinya, "Aku bisa memberitahukannya jika Kamu mau". Vista diam tak menjawab, "ayolah Senior, kooperatif sedikit disini, Aku harus membuat pertunjukkan yang memukau untuk Dewaku". "Bisakah Aku setidaknya bertanya pada senior—" bosan mendengar ocehan pria itu, Vista melayangkan tinjunya.
Vista terkejut Apostle itu menghindari serangannya, Ia dapat bereaksi dengan kecepatan serangannya. Vista yakin Pria itu tak secepat itu sebelumnya. "Hahaha, Senior kaget? Benar, Aku lebih cepat sekarang, seharusnya Senior mendengar perkataanku dulu". Puluhan serangan Vista layangkan tapi Ia tak bisa menyentuh lawannya. Setelah menunjukkan perbedaan kecepatan mereka, Apostle itu menyerang balik. Sebuah pukulan telak di bagian perut membuat Vista terhempas ke udara.
'Apa yang' Vista kaget dengan rasa sakit di perutnya, Ia yakin sudah menahan pukulan itu tapi dampaknya terlalu besar. "Jangan terkejut dulu, masih banyak yang bisa kulakukan" Apostle itu sudah berada di belakang Vista walau Ia melayang ke udara lebih dulu. Vista mendapat pukulan keras ke punggungnya hingga Ia menghantam tanah dengan keras. Mau tak mau, Vista segera menghindari serangan lanjutan dari Apostle itu. Setelah menerima beberapa pukulan, Vista akhirnya membuka mulutnya. "Kau cukup Kuat, siapa namamu" tanya Vista.
"Akhirnya, Senior mau berbicara padaku, Aku Arlaw, salam kenal" sapanya dengan ramah. Vista mengusap darah yang keluar dari bibirnya, "Arlaw ya, kalau begitu, rapatkan gigimu". Vista seketika muncul didepan Arlaw begitu cepat dan melayangkan uppercut ke dagunya. "Aku bosan menahan diri, Eideth, masa bodoh dengan rencana itu, Aku akan menghabisi bocah ini" murka Vista.
Eideth yang menonton dari layar itu, terpukau dengan apa yang Ia lihat. Ia tidak menyangka melihat Electric Wind God Fist setelah sekian lama, "itu pukulan yang keren" pujinya. Ia sedikit kesal karena Vista mengungkapkan mereka punya rencana, tapi Ia tak peduli setelah melihat pukulan itu. Ia melihat Vista menghajar lawannya tanpa ampun, menghempaskan lawannya ke udara dengan uppercut bertubi-tubi. Eideth menirukan sebuah kontrolir seperti memainkan fighting game.
Paladin sedang mengalami kesulitan dengan lawannya, Ia yakin lawannya adalah seorang wanita yang mencolok itu, tapi seorang Ksatria menghalanginya. Ia tidak tahu apa itu semacam sihir pengendali pikiran, tapi Ksatria itu tak kenal lelah menghadang serangannya. Paladin segera menyadari bahwa teknik pedang yang dipakainya adalah Teknik pedang Kekaisaran. Diantara semua orang yang harus Ia lawan, Paladin menghela nafas karena harus menghadapi orang yang begitu kuat.
Untuk mengejar lawannya, Paladin akhirnya menggunakan Teknik sihirnya. [Flow], alunan pedang yang terlihat lambat itu memiliki kekuatan yang besar didalamnya. Dengan mengalihkan pertahanan lawannya, Paladin berhasil mendaratkan beberapa tebasan menghempaskan lawannya mundur. Ksatria itu merintih kesakitan setelah menghantam tembok, Ia tampak akan tumbang dalam beberapa saat.
"Tidak lagi, tidak kali ini" erang Ksatria itu menguatkan pegangan pada pedangnya. Ia mencoba berdiri dengan bantuan pedangnya, tapi tubuhnya bergetar kelelahan dan kesakitan. Wanita yang Paladin kira seorang Apostle itu mencoba menghampiri sang Ksatria. "Sudah hentikan ini, Kalos", "jangan Khawatir Tuan Putri, Aku tidak apa-apa, Aku akan melindungimu dengan benar kali ini" balasnya. Kalos memegang dadanya mencoba menarik sebuah kekuatan yang terpendam.
Paladin bisa merasakan perubahan pada Ksatria itu, auranya menjadi lebih kuat. Paladin tidak tahu bagaimana hal itu bisa terjadi, Ia malah kebingungan siapa sebenarnya Apostle yang harus Ia hadapi. Paladin mencoba menyerang wanita bergaun itu tapi Kalos segera menghalanginya. "Tidak dalam pandanganku, kau tak boleh", Paladin menahan serangan Kalos yang dengan mudah mendorongnya ke belakang. Kekuatan Kalos meningkat begitu cepat tidak sebanding dengan beberapa waktu lalu. Paladin mempersiapkan diri menghadapi lawannya yang begitu kuat.
Disisi lain kota, Claudias menghadang seorang penyihir wanita yang sangat lincah. Wanita itu dapat menghindari serangannya, Ia bahkan mencoba serangan kejutan dengan menyabet ekornya. "Ayolah kadal besar, serang Aku lagi" ujarnya, Claudias mulai kelelahan. Bahkan tubuh hybrid setengah manusia miliknya tak cukup cepat untuk mengenai penyihir itu. Ia menertawai Claudias dan hendak menyerang balik, "saatnya giliranku, pwah" tubuhnya menghilang menjadi gumpalan asap.
"Jangan itu lagi" keluh Claudias. Dihadapannya, muncul tiga bayangan tiruan Claudias dengan wujud hybridnya. Mereka bertiga berkata dengan sinkron, "salah satu dari Kami adalah Dandelia yang asli, coba Kamu cari tahu sendiri". Bayangan-bayangan itu menyerbu Claudias. Mereka punya pola serangan yang acak membuat Claudias sulit menandai mereka. Ketika Ia ceroboh sedikit, sebuah tinju hendak menghantam wajahnya. Tangan itu melewati wajahnya menandakan bayangan itu sebuah ilusi.
Itulah masalah yang dihadapi Claudias. Bayangan yang Ia serang tidak menghilang dan membuka pertahanan untuk lawannya yang asli menyerang balik. Ia mencoba menghalau mereka dengan semburan nafas api beruntun tapi mereka semua terlalu cepat. Menyadari Ia semakin terpukul mundur, Claudias melarikan diri bersembunyi didalam sebuah gang. "Jangan lari kadal besar" Dandelia mengejar Claudias tak mau memberinya celah untuk bernafas.
Tiga Claudias itu terbang di udara masuk ke dalam celah sempit itu. Dandelia segera menyadari kesalahannya. Claudias mengumpulkan tenaga dalamnya mengingat petunjuk dari Eideth. "Kenapa Kamu tidak memfokuskan nafasmu", Eideth membuat gambaran di tanah. "Jika Kamu memfokuskan nafasmu seperti sebuah laser, Kamu bisa menembakkan sesuatu yang Aku namakan".
Claudias menahan semua nafas api itu menggunakan tubuhnya, "[Godzilla Style, Atomic Breath]". Nafas api itu segera terfokus menjadi sinar panas berwarna putih menembak tiga Claudias palsu di udara. Mereka tak sempat lari karena terjebak di gang yang sempit. Bayangan itu hilang dan Dandelia segera jatuh ke tanah. "Arghk… ehem, waduh serak" tenggorokan Claudias menjadi kering dan serak setelah menembakkan nafas api itu. Claudias memegang tenggorakannya selagi Ia melihat Dandelia kehilangan kesadaran.
Claudias menghampiri Dandelia melihat keadaannya. "Apakah Kita sudah selesai sekarang, Aku harus pergi membantu yang lain" Ia segera berbalik meninggalkan Dandelia yang berbaring di tanah. Claudias keluar dari gang mencoba menemukan arah dimana yang lain berada. "Hey, Kamu mau pergi kemana, Kita masih belum selesai disini" panggil Dandelia.
Claudias terkejut melihat sebuah naga yang besar keluar dari gang tersebut. Naga itu dua kali lebih besar dari wujud naga miliknya. Ia tahu benda itu ilusi, tapi besar tubuh Naga itu mulai merusak bangunan di sekelilingnya, membuatnya mengedipkan mata dua kali. Bayangan itu mengambil nafas yang panjang, Claudias segera menghindar dari jangkauan nafasnya. Ia tidak mau mengambil resiko walaupun itu hanya sebuah bayangan ilusi.
Nafas api itu segera memorak-porandakan apapun dihadapannya. Claudias tidak percaya sebuah ilusi dapat menimbulkan kerusakan seperti itu. Ia bahkan tidak percaya dengan bau hangus dari hidungnya, yang Ia lihat itu seperti kenyataan. "Saatnya ronde dua, kadal nakal" geram Dandelia. Claudias yang terbang di udara menelan ludah membasahi tenggorakannya, "Reinhardt, cepatlah kembali" bisiknya dengan pelan.
Maaf ya guys, Chapter selanjutkan akan update minggu ini. Terima kasih atas kesabarannya
Like it ? Add to library!