webnovel

Pindah

Tingg... ting... notif hp Bara berbunyi tanpa henti. Ternya itu adalah sebuah pesan dari Zean.

Zean: "Kamu besok pulang sekolah cepat ga?"

Bara: "lumayan sih, ada apa Ze?"

Zean: "Besok mau ga aku ajak ke taman?"

Bara: Bolehtu.

Zean: Oke kalau begitu, besok aku jemput kamu. Ehh ia Bara kenapa belum tidur? Tidur gih. Inikan sudah malam, besok bangunnya kesiangan Lagi."

Bara: "Ia ini mau tidur kok."

***

"Ehh Bar mau ke perpus ga barang gw?"

"Ga ah, aku mau di kelas aja ga, kamu aja sendiri."

"Ayolah, emang kamu ga bosan di kelas mulu?"

"Engga kok."

Jawaban Bara benar benar tidak membuat Angga tidak puas.

"Ckkk," mau tidak mau, ia harus pergi sendiri ke perpus karena Bara tidak mau menemaninya.

Apa boleh buat Bara sendiri adalah orang yang introvert, selain itu ia juga tidak terlalu banyak berbicara, Bara sendiri lebih suka diam.

Bara mengambil ponsel yang berada di tasnya, ia membuka pesan ternya ada pesan dari Zean.

Zean: "Beberapa jam sebelum pulang kamu hubungi aku ya, biar aku bisa cepat menjemputmu."

***

Angga melihat Bara yang berada di luar gerbang, ia seperti dari tadi sedang menunggu seseorang.

Angga pun mempercepat menghampiri kesana.

"Bara," ujar Angga.

"Ehh Ga."

"Kok masih di sini, kamu belum pulang?"

"Ia, soalnya masih ada yang di tunggui."

"Ouh gitu, lagi nunggui siapa Bar?"

"Mau aku temanin ga?"

"Ga usah ga, kamu deluan aja deh."

"Yaudah ia, kamu hati hati ya. Aku deluan dulu," Angga melanjutkan perjalanannya, tak berapa lama Angga pergi Zean pun terlihat sedang berjalan ke arah Bara.

"Udah nunggui dari tadi ya?"

"Engga kok, aku juga baru keluar."

"Hmm, aku kira aku kelamaan, yaudah naik."

Bara pun naik ke atas motor, Zean memegangi tangan kiri Bara. Di karenakan motornya tinggi.

"Udah?"

"Udah Ze."

"Yakin udah?"

"Yakin, aku udah duduk kok."

"Seperti nya ada yang kurang."

"Apanya Ze?"

"Kamu yakin cuma duduk gitu aja, apakah kamu tidak merasa ada yang kurang?"

"Posisi duduk aku sudah benar kok," ujar Bara polos.

"Bukan itu," sedari tadi Angga mengkodei namun Bara tetap tidak mengerti dengan apa maksudnya, ia meraih tangan Bara menuntun memegang bokongnya.

"Peluk aku," ujar Angga setelah itu baru menjalankan motor miliknya.

"Ahh, kamu Ze kenapa ga bilang dari tadi?"

"Lah kenapa kamu tidak paham juga? Kan aku sudah ngodein dari tadi, aku kira kamu ngerti."

"Hehehe," tawa Bara canggung.

"Zean bawa motornya jangan kencang- kencang ya aku ga berani."

Mendengar itu Zean langsung memperlambat membawa motornya.

***

Di taman pov:

"Mau aku beliin ice cream ga?"

"Mau... mau..."

"Yok, kesana," mereka pergi ke abang abang penjual ice cream.

Entah mengapa aku merasanya man dengan Bara sampai aku terus terusan meliriknya, sebenarnya aku pingin menjadikannya sebagai seorang yang istimewa di hidupku. Tetapi aku rasa ini terlalu cepat. Bagiku, dan bagi Bara.

"Nih ice kamu, kita makan di bangku sana yok," menunjuk ke pojokan taman.

"Boleh."

Setiap aku melihata Bara selalu terlihat seperti ada yang ingin di siratkan, entah itu perasaanku atau hanya ke inginanku.

"Bara kamu suka?"

"Apa nya?" tanya Bara menikmati ice yang ada di tangannya.

"Ice nya," ujarku menjilat ice yang berada di tanganku.

"Suka."

Aku melihat Bara memakan ice itu begitu menikmati, sampai ia tidak sadar kalau di mulutnya sudah berantakan.

Tangan ku mengambil ice yang berantakan di dekat mulut Bara.

"Tunggu," ujarku menyapu ice yang berada di dekat mulut itu.

Aku secara halus mempersihkannya, kami berdua saling tatapan. Dengan posisi tanganku yang masih menempel di dekat mulut Bara.

Aku tersenyum melihat Bara, begitu pun dengan ia yang membalas senyumanku.

Wajah Bara seketika berubah tak seperti sebelumnya ia lebih imut dari yang ku kenal sebelumnya, tatapan itu begitu tajam penuh arti.

Aku tersadar dan melepaskan tanganku yang masih berada di wajah Bara.

"Ehh maa- maaf," ujarku sedikit gugupan.

"Ehh i... ia," ia langsung memandang lurus.

Aku sebenarnya baper, karena Zean hatiku terasa sesak. Untung saja aku masih bisa bernafas, kalau tidak aku akan mati konyol hanya karena Zean melap ice yang berada di wajahku.

"O ia, Bara ke adaan kamu sekarang bagaimana?"

"Udah lumayanan, aku juga sekarang udah cukup istirah, tidur lebih teratur kok."

"Emmm, bagus deh."

"Ohh ia Bar kata kamu di rumah kosan itu tinggal sendirikan?"

"Ia betul."

"Jadi bagaimana kalau kamu tinggal denganku?"

"Maksutnya? Kamu mau tinggal dengan aku di kosan?" tanyaku yang belum mengerti.

"Bukan gitu, kamu tinggal di rumahku."

"Tapi kenapa?"

"Ya karena aku di rumah juga sendirian, jadi kita berdua bisa tinggal barang. Selain itu juga akan memghemat buatmu, sehingga tidak perlu membayar uang kosan lagi," modusku agar aku tidak berpisah lagi dengan Bara.

Sebenarnya aku ragu terhadap Zean tapi karena aku mencintainya, aku pun melawan ragu itu.

"Yaudah boleh, tapi gimana ya kalau aku ga betah nanti aku boleh keluar ga?"

"Boleh kok, itu terserah kamu. Aku tidak bisa memaksamu."

***

Kami berdua sampai di rumah kosan Bara, aku membantu dia memberisi semua barang barangnya.

"Zean kamu beresin di bagian luar saja ya, kalau di kamar biar aku," ucap Bara tersenyum.

"Emm," aku mengangguk, dan melihat ia memasuki kamar itu. Aku hampir selesai dengan barang yang diluar kebetulan barang yang di situ sedikit. Ya aku mengikuti ucapannya, aku hanya memberesin di bagian luar saja karena, ia tak memberiku ijin untuk memasuki kamarnya.

Jiwa penasaranku bergejolak ingin mengetahui apa sebenarnya yang berada di dalam kamar Bara itu. Jadi aku memcari cara untuk mengetahuin.

"Ehh ia Bar kamu sudah ngasi tau ibu kosan ini kalau kamu mau pindah?"

"Belum," ujarnya melipat pakaian.

"Loh kenapa belum, yaudah gih kasih tau dulu soalnyakan biar cepat gitu, biar ga bulak balik."

"Ia juga ya, Zean kamu tunggu sini dulu ya."

"Oke."

Bara berlari ke luar rumah, aku memata matai langkahnya, setelah merasa aman aku pun dengan cepat, tanpa rasa ragu ragu untuk membuka pintu kamar Bara. Ternyata di dalam pintu kamar itu ada foto foto, trus miniatur yang di susun posteran berjenis Bl.

Jujur saja aku sedikit kaget melihat kamar Bara, karena aku baru pertama kali memasuki kamarnya ini.

"Sudah ku duga pasti Bara tidak sepolos, dan selugu yang ku pikirkan," ujarku yang perlahan menutup pintu.

Dari pada takut ke tahuan aku mengunci kembali pintu kamar itu.

Aku kembali ke tempatku, ikut melipati beberapa baju dan memasukkan nya ke dalam koper.

Bara pun sampai ia sama sekali tak curiga dengan ku.

"Sudah?"

"Sudah kok."

"Apa kata ibu kos?"

"Aku hanya bilang ibu saya akan pindah, trus dia ngomong loh kok mendadak?"

"Ya soalnya saya akan ikut dengan teman saya gitu," jelas bara kepada Zean.