Sesampainya bara di rumah Zean, ia memandangi rumah yang begitu luas, bahkan Bara linglung melihat ruangan yang banyak.
"Oh ia Bara sekarang kamu bisa menganggap rumah ini sebagai rumahmu, apa pun itu kamu tidak perlu sungkan sungkan lagi," ujarku membawakan Bara ke kamarnya.
"Nah ini kamar kamu sekarang."
Bara terpelongo memandangi kamarnya yang sekarang yang amat besar.
"Bara sekarang kamu istirahat dulu ya, kamu pasti capek. Biar aku masak dulu buat kita," ucapku meninggalkan Bara yang berada di kamar.
"Untuk ukuran rumah segini terlalu luas hanya di tinggalin oleh dua orang," aku pun naik ke tempat tidur baru ku, rasanya lebih nyaman ke timbang di tempat tidur lama ku. Tapi kenangan di kamar lama begitu banyak, walau pun aku membawa beberapa poster komik, dan miniatur mini tetap saja suasananya berbeda.
"Tapi ya sudahlah," ujarku menikmati suasana di kamar itu.
***
"Ehh ia Zean yang di pojokan dekat dapur itu ruang apa?"
"Oh itu? Hanya ruangan ku saja, sudah ayo makan makananmu dulu."
"Oke," ujar ku memakan makanan dan membuat lambang oke dengan tanganku.
"Oh ia Bara setelah ini apakah kamu memiliki agenda lain?"
"Tidak."
"Lalu? Apa yang engkau ingin lakukan?"
"Entahlah aku pun tidak tau."
"Tidak perlu asing di tempat ini, sudahlah bagaimana kalau kita ke kamarku."
"Memangnya mau ngapain ya?"
"Kita akan nonton."
"Boleh tu," dari pada aku harus menggabut di kamarku sendiri lebih baik aku ikut dengan Zean menonton.
Kamar Zean
Aku membukakan pintu kamar untuk Bara kami berdua yang tadinya berjalan bersamaan, namun ia hanya berdiri beberapa saat di depan pintu. Itu karena aku meletakkan peralatanku di dalam kamar.
Di dalam kamar aku sengaja menaruh di atas tempat tidur beberapa peralatan Bdsm hanya tali, cambuk, dan borgol. Aku melihat ekspresi wajah Bara yang hanya datar.
"Eyy," melangkah mundur menghampirinya.
"Ouh," Bara tersadar.
"Kenapa diam? Ouh," mataku pura pura melihat benda benda itu.
Tunggu sebentar, aku mengambil dan menggeserkannya.
Saat Zean membelakangi Bara tersenyum tipis, lalu ia masuk untuk bergabung dengan Zean.
"Maafkan yang tadi."
"Tidak apa apa," ujar Bara tanpa mengubah ekspresinya.
Wajah Bara masih bisa tenang seperti ia tidak tau apa apa, seharusnya Bara terkejut melihat peralatan itu.
"Kau tidak mempermasalahkan peralatan yang tadi?"
"Sama sekali tidak, itukan hanya alat untuk ke amanankan? Karena rumahmu besar jadi kalau ada orang yang berniat jahat kau bisa menangkapnya," ujar Bara yang pura pura tidak tau. Ia kemudian duduk di atas ranjang Zean.
"Iyap betul sekali," Zean mengidupkan tv mereka menonton hingga larut.
"Ehh ia, sebentar kau pasti haus biar aku ambilkan air ya," Zean pergi keluar mengambilkan air dingin, kemudian ia memasukkan serbuk yang bisa membuat mabuk ke dalam minuman Bara.
***
"Ini," memberikan.
"Ayo kita bersulang," keduanya melagakan pelan gelas mereka.
"Tos," ujar mereka serentak
Zean melirik dari pinggiran gelas, Bara yang meminum air itu.
Tanpa ragu Bara meminum minuman yang Zean beri dengan cepat.
Langsung saja air itu habis di minum Bara.
Akhirnya berhasil tubuh bara tumbang ke pangkuan Zean. Ia yang melihat itu smirk puas.
Bara menaikkan tubuh lelaki kecil itu ke atas tempat tidurnya, kemudian bara memandangi seakan hewan buas yang sudah siap memangsa musuhnya.
"Im sorry for this maybe this will huft," ujar Zean membuka baju Bara perlahan.
"Sleep and enjoy your dream for tonight," ucapku mencium tubuh kecil lelaki itu, aku juga begitu menyukai venis Bara aku memasukkan venisku ke venisnya kami berdua saling berpelukkan, mencium sebagian badannya.
Ini sangat enak di nikmati, sampai 2jam lebih aku menjadikannya sebagai pemuas nafsuku, setelah aku puas aku kembali memasang baju Bara, dan mengancing resleting celananya.
***
Ke esokan paginya Bara bangun
"Woahh," merenggangkan otot otot tangannya, oiiy ia langsung bangkit.
Bara melihat Zean yang sedang membuka gorden.
"Oh kau sudah bangun," ujar Zean menuangkan air.
"Ada apa ini? Kenapa aku di kamarmu?" tanya Bara bingung.
"Kau ketiduran semalam saat menonton, aku sudah mencoba membangunkanmu tapi kau malah tertidur pulas," ucap Zean menghampiri.
Bara bangun dari situ, ia menyadari mengapa badannya begitu besakitan semua, tetapi Bara tidak berani memberi tahu ke Zean.
Pada saat lehernya gatal Bara meraba raba seperti ada bendolan di lehernya, ia pun mengambil hp kemudian menghidupkan kamera. Ternyata benar di lehernya sudah banyak bekas merah merah.
"Aaaaa," jerit Bara, membuat Zean dengan cepat kembali ke kamarnya.
"Ada apa denganmu?" tegur Zean.
Aku tetap tenang menunjukkan bekas benjolan merah itu kepada Zean.
"Astaga im sorry, apakah kau di gigit nyamuk?"
"Kemungkinan."
"Aku lupa memasang pengusir nyamuk tadi malam, ma... maaf."
"Tidak apa," aku bangkit, dan pergi ke kamar mandi yang berada di dalam kamar Zean.
***
"Bara!"
"Kenapa?"
"Apakah kau sudah punya pacar?" tanyaku tenang.
"Kenapa memangnya?"
"Tidak kok, aku hanya menanyak. Apakah dia tau kalau kau sudah pindah ke rumahku ini."
"Aku tidak memiliki pacar," cetusku langsung.
"Apa kau yakin dengan ucapanmu itu?"
"Tentu saja, memangnya kenapa?"
Aku hanya tersenyum mendengar jawaban itu.
"Heyy?" Bara memiringkan kepalanya melihatku.
Menaikkan alis.
"Heyy?"
"Tidak, aku hanya takut pacarmu marah."
Tawaku kecil, "Kau ini ada ada saja."
"And ya, bagaimana kalau aku menjadikanmu pacar."
"Apa?" Aku diam sesaat.
"Tahan, tenang, jangan menjerit oke," dalam hatiku menarik nafas dalam dalam.
"Baiklah aku adalah pacarmu sekarang," aku tersenyum bahagian.
Begitu pun dengan Zean tersenyum ia sempat menjerit, kemudian memeluk tubuhku.
"Eeh eh, ya sudah lanjut makan."
***
Notif hp ku terus terusan berbunyi ternyata itu dari grub kelas, mereka memgadakan pesta nanti malam, aku tak tau apakah aku harus datang atau tidak.
"Heyy ada apa?" ujar Zean duduk di samping Bara.
"Nanti malam ada acara pesta kelas."
"Lalu? Apakah kau akan datang?"
"Aku tidak tau," ujarku.
"Pergilah, aku tidak menghalangimu."
"Nanti kau marah lagi."
"Ya enggalah itukan pribadimu, buat apa aku mengaturmu."
"Yaudah nanti malam aku akan pergi."
Aku mengangguk memandangi wajah Bara yang sedang fokus bermain hp, entah mengapa aku ingin menerkamnya lagi. Dan pada akhirnya karena lepas kendali aku pun memeluk Bara.
Ia melepaskan celananya begitu pun dengan celanaku, kami berdua saling berlumatan di atas sofa.
Zean memperdalam sentakan pada lubang venis Bara yang sudah di penuhi cairan itu. Lelaki mungil yang berada di bawah itu masih menikmati hentakan dari pasangan nya itu, Bara membuka mulutnya, begitu pun dengan Zean yang langsung memasukan mulutnya keduanya saling berciuman.
"Ahhh, Zean."
"enjoy as it should," mendudukkan Bara.
Keduanya masih terus melakukan aktivutas panas itu.