Adri dan Theo sudah berada di lobi hotel lengkap dengan koper dan barang bawaan mereka lainnya. Barang bawaan keduanya tidak banyak bertambah bahkan setelah membeli beberapa oleh-oleh tadi malam. Mereka hanya memberi barang-barang kesenian berukuran kecil dan muat di tas ransel mereka.
Keduanya menunggu dosen pendamping mereka itu menyelesaikan administrasi. Setelah itu, ketiganya menumpang taksi ke Bandara.
"Gak ada yang ketinggalan, kan?" tanya Ravi kepada dua mahasiswa bimbingannya itu.
Adri dan Theo memeriksa sekilas barang bawaannya begitu mereka sampai di Bandara.
"Aman pak," jawab Theo yang diangguki oleh Andri.
"Oke, langsung masuk aja."
Ketiganya kemudian masuk ke area bandara dan melakukan check in. Mereka tidak menaruh barang di bagasi karena koper mereka kecil dan muat di penyimpanan kabin.
Tanpa disangka, penerbangan mereka mengalami delay satu jam akibat cuaca buruk. Terpaksa mereka harus sabar menunggu. Namun Adri berinisiatif untuk berjalan-jalan di bandara terbesar di Asia itu. Adri teringat bahwa bandara itu memiliki wahana replika hutan hujan tropis yang baru saja selesai dibangun.
"Wah bener juga, yuk!" ujar Theo semangat setelah Andri menjelaskan tentang wahana yang dimaksudnya itu.
"Pak Ravi, ayo Pak, kita foto disana," ajak Andri kepada dosennya yang sepertinya enggan beranjak dari kursi.
"Kalian aja deh, Saya lagi males, jagain barang aja disini."
"Hmm, yaudah deh Pak, kami kesana dulu ya," pamit Adri yang hanya dibalas anggukan oleh dosen muda itu.
Sesampainya di wahana itu, Adri dan Theo spontan mengeluarkan kamera ponsel mereka, memotret pemandangan langka itu dari berbagai angle. Mungkin mereka akan kembali ke sini suatu saat nanti, tapi ini adalah pengalaman pertama mereka ke Singapura. Sebelum-sebelumnya, mereka lebih sering pergi ke negara di kawasan Asia Timur seperti Cina dan Jepang.
"Ayo foto dulu, Dri," ajak Theo ketika mereka sampai di lantai tiga, lantai teratas dengan latar belakang pemandangan air terjun buatan yang sangat artistik.
"Ayo, tapi siapa yang fotoin?"
Theo kemudian menghampiri dan meminta tolong kepada seorang petugas bandara yang sedang berdiri di dekat tangga.
"Okay ... wow, you two looks good together, please one step to the right."
Adri dan Theo memasang ekspresi senyum bersama. Tidak ada gaya khusus, mereka selalu berfoto templat.
"One ... two ... three," ujar petugas itu memberi aba-aba. Ia mengulang proses itu hingga tiga kali meskipun hasilnya sama saja.
Selesai dengan aktivitss berfoto, mereka kembali ke ruang tunggu bandara. Beberapa lama setelah itu, mereka sudah harus boarding.
Adri menatap ke arah jendela kaca pesawat. Cuacanya masih hujan gerimis di luar sana. Adri sedikit cemas, Ia selalu memiliki ketakutan tersendiri ketika menumpang pesawat terbang dalam kondisi hujan seperti ini. Bukan tanpa alasan, gadis itu pernah mengalami turbulensi hebat ketika Ia dan juga Theo akan mengikuti lomba di Cina tahun lalu. Siapa yang mengetahui apa yang akan terjadi di udara bukan?
Sementara itu, Theo disampingnya menangkap gestur cemas dari Adri.
"Tenang, Dri. Berdoa aja," ujarnya menenangkan.
Adri hanya mengangguk, detik berikutnya Ia menengadahkan telapak tangannya seraya berdoa.
"Ya Allah, semoga penerbangan ini aman. Terimakasih atas kesempatan yang Kau berikan sehingga Aku dan Theo bisa kembali mengikuti kegiatan ini dan membawa hasil yang memuaskan. Semoga kedepan, kami bisa melakukannya lebih baik lagi dan menebar manfaat atas itu. Aamiin," ujarnya dalam hati.
****
"Adryyyyyyyyyy!" sapa Dita, teman kos Adri heboh ketika dirinya baru saja membuka gerbang kos.
Adri tersenyum tipis, Ia cukup lelah, "Halo, Dit!" balasnya.
Tak lama kemudian, Adam keluar dari pintu kosan dan segera membawakan koper milik Adri sampai didepan kamarnya.
"Koper siapa Bang?" tanya Dirga begitu Adam melewati area ruang bersama.
"Nih yang punya kamar dah balik," jawab Adam sembari menunjuk kamar Adri didekatnga.
Tak lama dari itu, Adri muncul membawakan satu goodie bag berisi camilan dan souvenir khas Singapura. Kedatangan dan barang bawaannya itu kini menimbulkan kerumumunan anak kos. Mereka sudah seperti rumah kedua bagi Adri.
"Wehhh Teh Adri thank you, love you!"
"Dri hatur nuhun pisan inimah."
"Repot-repot sih Dri, pasti dipalak Bang Adam."
"Ya Gue juga nelpon dia minta oleh-oleh atas request Lo pada ya Malih, gausah media play!"
"Yeu santai aja Kang, gausah nge gas."
"Sorry guys cuma bisa beli itu, gak sempet soalnya."
"Gak sempet ya karena sambil pacaran sama Theo di Singapur."
"Cieeeee Adrii manfaatkan kesempatan uhuyy."
"Udah resmi belum Dri?"
"Apaan sih udah Gue bilang gak ada apa-apa, cuma temen."
"Cieeeeee from temen to demen lah Dri."
"Udah udah, Adri biar istirahat, besok senin soalnya."
"Ya emang kenapa Bang kalo senin?"
"Beda ye kalo mapres mah, gak ada males-malesnya sama hari senin."
"Beda Dri, besok ada acara BEM sampe sore, debat calon, Lo harus dateng pokoknya biar debat jadi berbobot dan multiperspektif,"
****
Belasan mahasiwa berkumpul membentuk formasi lingkaran di sebuah sudut taman kampus. Satu diantara mereka tampak berdiri menjelaskan sesuatu. Belasan orang lainnya menyimak dengan seksama apa yang dikataka pria itu kata demi kata. Pria itu tidak lain adalah Darren Januar Winata, calon ketua BEM Fakuktas Teknik periode tahun ini.
Pria yang akrab disapa Januar itu sudah hilir mudik di belantika organisasi mahasiswa bahkan sejak semester satu. Januar sudah dikenal oleh banyak dosen, kakak tingkat, dan alumni fakultas karena kompetensi kerjanya di organisasi yang tidak perlu diragukan. Karena alasan itulah, Januar maju dalam pemilihan Ketua BEM periode terbaru bersama Gandhi, sahabatnya yang juga seorang aktivis kampus.
"Materi debat udah di publikasi. Gue dan Gandhi udah mempersiapkan semuanya. Kalau ada masukan dari Tim Sukses, kita bakal berterimakasih banget," ujar Januar setelah memaparkan beberapa hal di forum itu.
"Oke Jan, Gue saranin buat lebih komprehensif ya, gak melulu soal kebijakan birokrasi dan publik, tapi juga mencakup kemajuan akademik," saran seseorang bernama Jeffrey, ketua HIMA Teknik Pangan.
"Bener Jan, kata Bang Adam, mereka bakal ngundang Mapres utama fakultas, jadi mungkin pertanyaan dia bakal kritis dan gak disangka-sangka," tambah Revitha.
"Iya, bener tuh. Denger-denger dia kritis dan idealis gitu, kalo di kelas biasa aktif banget sama dosen, tapi kalo sama temen, dia gak gitu. Tapi gak tau nih kalo sama ketua BEM."
"Iya, siap-siapa aja Jan, Gan."
Januar dan Gandhi mengangguk, keduanya semakin semakin semangat untuk menyiapkan debat calon ketua BEM itu dengan sebaik-baiknya.
"Mapres utama Fakultas kita siapa ya?" tanya Gandhi pada Januar setelah forum itu selesai. Mereka sekarang duduk di kafetaria fakultas untuk lanjut mendiskusikan beberapa hal.
"Itu, Adriana Gerrie dari Teknik Pangan, masa Lo gak tau sih, Gan?"
Hi readers! Bagaimana tanggapannya soal cerita ini? Ramaikan dengan komentar agar author semakin berkembang dan semangat ya! Stay safe!