"Rambutnya, kulitnya berbeda.. Bagaimana bisa wajah mereka sama?! Siapa pria ini? Dari mana dia?!"
"Hei, kau kenapa? Jangan cemas, dia sudah tidak dalam kondisi kritis lagi, nenek tahu kau pasti amat takut melihat kondisinya begini. Untunglah nenek bisa dengan cepat menemukannya. Ayo sekarang kita keluar agar dia bisa beristirahat" Nenek Io menarik tangan Urie untuk keluar dari kamar. Sementara Urie seperti kehilangan tenaganya dengan apa yang baru saja ia lihat.
"Urie, kenapa kau masih melamun begitu? Sana berangkat kerja! Nenek tidak mau mendengar pemilik perkebunan mengeluh lagi tentang dirimu! Jangan cemaskan Ulran, nenek akan merawatnya dengan baik"
"Tapi nenek.. Dia.. Dia itu.. Bukan.."
"Huh? Bukan apa?" Nenek Io menatap Urie dengan heran.Urie menahan ucapan yang hendak keluar lebih lanjut dari mulutnya. Ia tidak mau melihat ekspresi penuh rasa terluka dari wajah neneknya. Terakhir kali ia mengatakan tentang kematian Ulran membuat neneknya sampai memukulnya dan mengusirnya, menganggap bahwa dirinya membenci saudaranya. Ia kemudian menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya agar dirinya dapat merasa lebih tenang.
"Kurasa sebaiknya aku diam untuk saat ini sampai aku tahu siapa pria ini. Nenek terlihat bahagia juga. Bagaimana bisa aku merusak wajah ceria yang sudah 3 tahun tidak pernah ia perlihatkan seperti itu.." Urie memejamkan sesaat kedua matanya lalu berjalan mengambil tas dan perlengkapan kerjanya.
"Ya sudah, aku berangkat dulu.." Sambil melirik Mark, Urie berjalan cepat kearah neneknya dan memegangi kedua bahu Nenek yang amat ia sayangi itu.
"Berjanjilah padaku, jika nenek merasa ia berbahaya menjauhlah darinya dan berteriaklah agar paman Curv disebelah bisa mendengarmu.." Tegas Urie pada Nenek Io.
"Kau ini bicara apa? Apanya yang berbahaya? Dia itu kakakmu. Ulran tidak pernah membuat aku maupun dirimu dalam bahaya. Dia justru selalu melindungi kita.. Sudah, jangan bciara yang tidak-tidak! Berangkat sana!"
Nenek Io mendorong punggung cucu bungsunya itu keluar dari rumah dan menutup pintu. Urie hanya bisa menghela nafas karena merasa cemas juga sangat khawatir harus meninggalkan neneknya dengan orang tidak dikenal yang mirip dengan saudaranya Ulran.
"Bagaimana bisa begini? Dia jelas bukan keturunan Vhanu. Perasaanku tidak enak. Apa sebaiknya aku libur hari ini? Tapi, nenek pasti tidak akan senang jika aku tidak masuk lagi.. " Akhirnya Urie memilih pergi bekerja.
Untuk menuju ke perkebunan apel tempatnya biasa bekerja Urie harus berangkat dengan kereta yang biasa digunakan oleh para pasukan penjaga perbatasan. Karena itu satu-satunya stasiun lintas didaerah tinggalnya yang dekat dengan perbatasan laut dan Kekaisaran Angeve. Setelah mendapatkan tiket Urie duduk dibangku kosong yang ada di stasiun.
"HEI, URIE!!" Hampir saja Urie melayangkan tangannya kewajah Harold yang tiba-tiba menepuk bahunya dari belakang.
"Harold! Jangan lakukan itu lagi, berapa kali aku harus mengingatkanmu hah? bagaimana jika aku reflek dan langsung memukulmu seperti terakhir kali??" Dengan wajah cemberut ia menatap pemuda yang langsung duduk disampingnya itu sambil menyengir.
Dia Harold Bravely Visoc, Sahabat Urie dari kecil. Harold adalah pemuda dengan perawakan yang cukup tampan, kulitnya yang terlihat cerah dan bersih, dengan rambutnya berwarna coklat terang yang terlihat berkilauan saat diterangi cahaya membuatnya tampak sempurna, jika seandainya ia bukan bagian dari angkatan tempur darat, maka mungkin ia sudah jadi seorang model atau pemain film di kawasan hiburan kerajaan.
"Kau saja yang terus-terusan melamun, makanya gampang sekali terkejut. Hei, kenapa wajahmu serius begitu? Apa terjadi sesuatu di rumah??"
"Memang apa yang bisa terjadi di rumahku?Lagipula, apa yang kau lakukan disini? Kau sudah kehilangan arah dimana lokasi Legionmu?"
"Kenapa kau ketus begitu, kita sudah lama tidak ketemu sejak kau keluar dari legion. Kapten Katerina terus melampiaskan amarahnya padaku, biasanyakan kau yang jadi bulan-bulanannya" Gerutu Harold sambil menunjukan ekspresi ingin menangis.
"Singkirkan wajah jelekmu itu dariku! Kau pantas mendapatkan perlakukan seperti itu, kerjamu jugakan hanya main wanita saja.." Urie melempar tatapan kesal pada Harold setelah mendorong wajah pemuda itu yang terlalu dekat padanya.
"Kau manusia pertama di kerajaan ini yang menyebut wajahku yang penuh kharisma ini dengan wajah jelek. Matamu itu harus diperiksa" Harold kemudian menggerakan jari telunjuknya kekanan dan kekiri sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Wanita itu makhluk yang indah Urie, terutama para Angeve. Aku paham kau yang masih perjaka pastilah begitu iri dengan kehandalan Pangeran Harold ini" Ia mengibaskan poni yang berantakan disekitar keningnya. Mendengar perkataan Harold membuat Urie mendengus dengan wajah datar.
"Bahkan sebagai keturunan setengah Angeve aku tidak tahan mendengarmu bicara, lama-lama denganmu bisa membuatku gila.." Ketus Urie yang beranjak dari duduknya dan berjalan kearah kereta yang datang dan berhenti tidak jauh dari tempat ia duduk. Ia berlari pelan masuk kedalam kereta dan duduk dibangku yang kosong. Harold mengikutinya dan duduk disampingnya.
"Siapa yang mengizinkanmu duduk disampingku?"
"Tentu saja kursi ini.. Kau tidak lihat, mereka juga mau aku duduk lebih dekat denganmu"
"Jijik aku… Jika kau berani mendekat lebih dari itu aku akan menghajar wajahmu sampai tidak ada bentuknya lagi" Ketus Urie lagi pada Harold yang langsung menyengir.
"Yah, kalau tidak berkata kasar bukan Urie namamu.. Aku kemari juga karena Kapten memintaku mengantarkan jadwal peralihan peralatan pada Kapten Llyod dan kebetulan takdir mempertemukan kita di sini"
"Aku tidak Tanya.."
"Tadi kau Tanya kok"
"Sudah lupa.."
"Kau sengaja ingin berkelahi denganku ya?" Seolah ada kerutan yang muncul dari kening Harold mendengarkan cara bicara teman sejak kecilnya itu.
"Tenang.. Tenang.. Aku tidak boleh marah, akan bahaya jika kerutan muncul di wajahku seperti kerutan yang sekarang muncul diwajahmu yang sudah dari awal jelek i..!! AW!!" Urie langsung menjitak kepala Harold yang membuat pemuda itu spontan berteriak dan mnggerusuki kepalanya yang nyeri karena dijitak cukup keras.
"Kau curang menyerangku tanpa aba-aba"
"Dasar bodoh, mana ada musuh menyerang harus memberitaumu lebih dahulu. Aku heran bagaimana Charlie bisa tahan denganmu.."
"Aku juga heran kenapa kau tahan denganku selama hampir 18 tahun, oh tidak, kurasa kita sudah bersama mungkin sejak dunia ini belum ada... Sungguh lagi-lagi takdir yang menyakitkan"
"Kau saja yang tidak mau menyingkir dariku, takdir.. Takdir, harusnya aku yang mengeluh. Takdir denganmu itu bagiku juga seperti musibah tahu!! Sana pergi..menyingkir dariku kau makhluk mesum!! Sebaiknya ku kirim saja kau ke dunia bawah!!mati! matilah!!" Rasanya seperti gunung meletus kekesalan Urie pada Harold sudah tidak dapat ia tahan lagi. Ia mencekik temannya itu sampai prajurit lain didalam kereta memisahkannya dari Harold.
--- Kawasan Penjagaan Legion tingkat 3 ---
--- Benteng Timur laut pesisir Valley of Sea---
"Bagaimana mereka bisa menembus dinding magnetnya?!! Apa ada yang salah dengan dindingnya??" Kapten Katerina melihat kelangit menggunakan sebuah teropong kecil dan menfokuskan penglihatannya pada bagian dinding magnet yang sedang terlihat menutup kembali. Ia melemparkan teropong itu pada bawahannya yang membuat bawahannya kaget sampai menjatuhkan teropong itu ketanah.
Katerina Grifinger Ferdelian adalah seorang keturunan bangsawan yang digelari "Coupia" atau wanita termasyur. Tapi demi menggantikan ayahnya yang tewas dalam peperangan Katerina mengambil alih pekerjaan ayahnya sebagai seorang Kapten dari Legion tingkat 3 Kerajaan Grimoire. Hanya saja ia wanita yang sedikit sombong dan arogan.
Sebagai seorang wanita yang menjadi bagian dari militer, Katerina memiliki penampilan yang terbilang modis dan menarik. Tubuhnya tinggi. Kulit sawo matangnya terlihat lebih gelap dari wanita lainnya tapi itu membuatnya lebih menarik. Sorot mata coklatnya yang tajam menunjukan ketegasan dan kelayakannya sebagai seorang Kapten. Belum lagi suaranya yang terdengar lantang dan sedikit serak, hingga ia terkenal sebagai wanita militer dengan suara terseksi.
Kepercayaan yang diberikan padanya membuatnya menjadi wanita yang disiplin dan tidak suka dengan adanya sedikit kesalahan. Apalagi kesalahan fatal yang membahayakan bagi kerajaan.
"Kami minta maaf Kapten karena lalai dalam pengawasan bahkan kami juga belum menemukan penyebabnya. Tapi pertahanan artifact sedang melakukan penelitian, hanya sampai sekarang mereka belum menemukan jawabannya. Lalu dari laporan yang aku terima tim yang bergerak dari divisi penanganan dinding magnet sendiri sudah melakukan proses perbaikkan dan lapisan luar dinding sudah menutup sempurna"
"Kapten Katerina, maaf mengganggu pembicaraan anda. Kolonel Bringer ingin bertemu.." Bisik seorang Prifate pada Katerina.
"Aku akan kesana. Sersan, laporkan pada Mayor jika ia datang kesini kalau aku pergi menemui Jendral Bringer. Pergilah ke Kantor Pertahanan dan sampaikan pada mereka untuk memastikan pembangunan dinding diganti ke metode koneksi, kali ini medan magnetnya harus lebih kuat dan mampu menimbulkan daya tarik dan juga lepas yang kuat, sehingga siapapun yang menembusnya akan menjadi debu..Jika pengawasanmu dan timmu ceroboh lagi, aku akan mengirim kalian semua untuk mengulang prifate sekali lgi!"
"B...Baik Kapten.." Sersan itu memberi hormat pada Katerina dan berjalan kearah seorang Prifation.
"Kadang dia bisa jadi sangat kejam ya, Sersan Charlie?" Sambar Prifate itu pada Charlie, yang merupakan Sersan legion tingkat 3 dibawah Harold.
Pemuda bersurai hitam, berkacamata dan berpenampilan sangat rapi itu hanya bisa menghela nafas. Dimana Harold yang seharusnya menjadi sasaran Katerina malah kelayapan entah kemana tanpa meninggalkan pesan untuknya.
"Kudengar Kapten Norben dan Letnan Lucile kemari atas perintah Mayor Jarret.. Dimana mereka??" Charlie melihat kesekelilingnya mencari sosok orang yang ia maksud.
"Letnan Lucile dan Kapten Norben ada ditempat terjatuhnya pesawat, mereka belum beberapa lama pergi saat melihat Kapten Katerina datang.." Mendengar laporan itu Charlie memasang wajah yang terlihat kecut. Ia berpikir Jika Kapten itu dan Letnannya pastilah juga dengan sengaja menghindari Katerina yang marah-marah saat datang.
"Ya sudah, lanjutkan tugasmu.. Pastikan tidak ada kawasan dan tempat yang luput dari pandangan kalian kali ini. Monitor terus bagian dinding. Jika ada sesuatu yang aneh segera laporkan. Sampaikan itu pada tim lainnya juga.."
"Baik.. Sersan.."
---- Kawasan terjatuhnya pesawat Archon ---
---Valley of Sea---
"….." Sambil berjongkok Kapten Kennedy Norben, yang merupakan Kapten dari Legion tingkat 1 yang datang ke lokasi kejadian atas laporan yang masuk ke area divisinya. Saat itu ia sibuk memilah satu persatu puing yang ada dipasir. Dan melihat darah yang mengering pada puing itu. Ia berdiri dan tampak beberapa puing lainnya yang juga terlihat memiliki darah kering dan darah yang sudah berubah warna menjadi hitam.
"Bagaimana menurutmu Kapten??"
"Dia pasti mendapatkan luka yang cukup parah, kemungkinan tewas sangatlah besar, tapi.." Sambil membuang puing yang tadi ia pegang dan berjalan kearah bingkai pesawat dengan wajah yang serius.
"Tapi?" Ulang Lucile sambil mengikuti langkah kaptennya itu.
"Kurasa dia tidak akan mati semudah itu, dia bukan awak sembarangan, akan sangat berbahaya jika sampai dia keluar dari sini dan kembali ke pesawatnya dalam keadaan hidup.."
"Apa maksudmu??" Kapten Kennedy menepukkan label yang ia tarik dari badan pesawat yang sudah rusak ke dada Letnan Lucile.
"Dia seorang pimpinan elit dan orang yang amat penting bagi Archon. Kita tidak bisa membiarkannya keluar dari sini hidup-hidup. Pertama kita harus cari tau bagaimana dia masuk kedalam.. Kalian semua, pastikan dia ditemukan! Siapapun dia, Archon pasti tidak akan diam saja , dia harus segera ditemukan. Jangan sampai dia hidup dan memberi laporan bagaimana dia berhasil masuk kemari" Kennedy berjalan menjauh dari lokasi dan Lucile terus mengikutinya.
"Ini, tentu saja dia berbahaya.. Bagaimana caranya bisa menembus kedalam dinding?!" Lucile melihat label yang bertuliskan KS-mark-01 yang memiliki lambang emas Negara Archon, lambang bagi para bangsawan Archon.
"Kalau kau ingin tahu bagaimana, kenapa tidak segera kau gerakkan pantatmu itu dan pergi menemui Charlie. Kumpulkan data dan informasi dari dia. Aku tidak mau kau melewatkan detail sekecil apapun.."
"Kembali lagi ke sana? Kenapa anda tidak memintaku melakukan itu tadi saat kita di sana dan malah mengajakku kemari?!" Dengan nada yang sedikit kesal Lucile bertanya sambil menatap tajam Kaptennya itu yang juga merupakan saudara sepupunya.
"Kapan aku mengajakmu kemari? Kau saja yang selalu ikut kemana kakiku melangkah.." Kennedy hanya mendengus membalas perkataan Lucile.
"I..Itu… Itu karena.."
"Apa? Kau juga tidak mau berhadapan dengan Katerina bukan? Makanya kau mengikutiku kemari.." Wajah Lucile terlihat seperti ia akan menangis saja mendengar perkataan Kennedy.
"Karena kau tidak memberi perintah apapun padaku tadi makanya aku mengikutimu!! Ken Bodoh! Kenapa aku harus ditempatkan di bawahmu! Mengesalkan!!" Lucile menghentak-hentakkan kakinya ke tanah lalu berjalan pergi meninggalkan Ken dengann wajah kesal. Sementara Ken hanya menatapnya bingung.
"Bocah itu.. Aku ini atasanmu hei. Apa kau lupa hah?" Sorak Kennedy pada Lucile, Lucile hanya berbalik sesaat setelah menjulurkan lidahnya dan melanjutkan langkah kakinya.
"Kau! Dia benar-benar, masih saja seperti anak kecil…." Rasanya Kennedy ingin sekali melemparkan sepatu pada bawahannya itu. Namun ia urungkan karena prajurit yang lain melihat kearahnya.
"Awas saja, nanti kuhukum kau.." Gerutunya didalam hati. Kennedy pergi menuju Pusat informasi dinding magnet tak lama setelah Lucile pergi ke pos dimana Charlie bertugas.
Urie keluar dari kereta sambil bersin. Ia mengusap hidungnya dan melihat ke arah Harold yang tersenyum lebar dan penuh maksud.
"Kau kabur dari tugasmu bukan?" Sambil berjalan Urie memijat pelipisnya.
"Katerina akan memukulku habis-habisan karena kejadian hari ini. Sebelum aku kehilangan bentuk dari permukaan wajahku. Sebaiknya aku menghindar bukan?"
"Lalu kau limpahkan tanggung jawabmu pada Charlie lagi?"
"Dia itu sangat pintar. Dia pasti bisa menjawab semua perkataan Kapten tanpa harus mendapatkan pukulan."
"Itu karena kau saja yang tidak becus bekerja. Makanya dia terus menghajarmu"
"Kalau begitu, kembalilah dan gantikan aku.." Urie langsung reflek berhenti dan menatap kearah Harold.
"Jika kau disini untuk membujukku, kau tau itu akan sia-sia saja bukan? Aku tidak akan pernah kembali Harold. Biarkan aku hidup normal. Aku tidak bisa kembali kesana lagi.."
"Bahkan jika aku memohon padamu? Atau bersujud padamu?"
Urie mendengus "Seperti kau akan melakukannya saja.." Mulutnya tertutup rapat dan kedua matanya tidak percaya menatap Harold yang kini berlutut didepannya. Orang-orang melihat kearah mereka. Harold tiba-tiba memegangi ujung baju Urie.
"Tolong.."
"Huh?" Urie sungguh tidak mengerti apa yang temannya itu hendak lakukan. Tapi perasaannya tidak enak. Ia menarik dirinya untuk lepas dari Harold.
"Tolong selamatkan aku!! Aku sudah tidak kuat terus-terusan di hajar oleh wanita kejam itu! Aku bahkan sudah hampir setahun tidak dekat dan bersama wanita manapun karena dia terus menyeretku kembali ke kantor!! Urie!! Tolong aku!! Selamatkan aku dari nasib sialku karena kau keluar dari sana!"
"Lepaskan dasar Bodoh! Kau menghancurkan imagemu sendiri Harold! Hentikan! Lepaskan aku!!!" Tiba-tiba sebuah pukulan melayang ke kepala Harold.
"Sial!! Siapa!!"Harold spontan berbalik dengan kesalnya. Namun, mulutnya tertutup rapat kembali ketika melihat seorang gadis berperawakan cantik dengan seragam militer berdiri berkacak pinggang menatap tajam kearahnya.
"Letnan Harold...."
"Ah-hahaha Hai, Stella.."Harold langsung berdiri lalu meraih tangan Stella dan mencium punggung tangannya. Kerutan muncul dikening Stella dan ia langsung menjambak rambut Harold.
"Biar ku lepaskan rambut ini dari kepalamu dan menjadikanmu biksu dikekaisaran Angeve, dasar Letnan mesum! Semalam kau lupa bahwa kau sudah menyelinap ke Alterier Kekaisaran Angeve dan kau bilang belum bersama wanita manapun hampir setahun Hah?!"
"A.. Ampun Stella!! Hentikan! Rambutku bisa lepas! Urie, tolong aku!" Urie menghembuskan nafas lalu tersenyum ke arah Stella.
"Lama tidak bertemu Stella. Kau masih terlihat sama. Masih kuat seperti biasanya.." Senyuman Urie kearah Stella membuat sersan muda itu menatapnya dengan sedih. Stella melepaskan rambut Harold. Meski Harold satu tingkat diatasnya, Urie dan Harold merupakan teman masa kecilnya. Dan Stella tidak pernah bersikap formal terhadap keduanya.
"Letnan Urie.."Stella memberi hormat pada Urie. Yang disambut kekehan tawa oleh Urie.
"Aku sudah bukan letnanmu lagi. Tidak baik begitu. Sekarang aku hanya seorang petani perkebunan apel Sersan Stella. Tidak enak kalau letnanmu yang baru mendengarmu memanggilku seperti itu.."
"Posisi itu, masih kosong sampai sekarang Urie.. Kapten Llyod tidak mau ada yang mengisi posisi itu."
"Hahhh—" Stella menghela nafas berat.
"Kapten jadi pendiam dan tidak banyak bicara sejak kau keluar. Dia mengerjakan semua tugas yang diberikan pada legion kita sendirian dan bahkan tidak menerima bantuan dariku juga. Katakan, sejak kau meninggalkan jabatanmu apa kau tidak pernah sekalipun bertemu dengannya? Atau bahkan menemuinya? Dia selalu menanyai kabarmu padaku, tapi kau sendiri juga tidak pernah menghubungi kami. Apa kau akan terus seperti ini, Urie?" Urie hanya diam mendengar perkataan bahkan pertanyaan yang keluar dari mulut Stella tidak ia jawaab. Ia hanya terssenyum kecil.
".....Hemp.. Maafkan aku.. Aku harus pergi, aku tidak mau kepala perkebunan mengoceh lagi pada nenekku. Sampai bertemu lagi Harold, Stella.." Dan memilih melarikan diri dari saat itu juga sebelum Stella semakin banyak menanyai dirinya.
"Urie!! Hei, Urie! Kau belum menjawab pertanyaanku, Urie tunggu!" Harold menahan gerakkan Stella dengan memegangi pergelangan tangan gadis itu.
"Stella.. Kau tahu dia tidak akan mengubah pikirannya saat ini. Jadi, hentikan saja. Mungkin sudah saatnya bagi kita untuk menyerah.."
"Tapi Harold...Kita jarang mendapat kesempatan bertemu dengannya, dia selalu melarikan diri setiap bertemu. Aku tahu dia sering menaiki kereta ini untuk berangkat keperkebunan, tapi kenapa dia terus berusaha menghindari kita seperti ini.. Apa kita sudah bukan teman lagi" Harold mengusap kepala gadis itu agar wajah muramnya kembali tersenyum. Tapi tentu saja, ia tidak melihat senyum Stella yang ceria setelah Urie memutuskan untuk tidak menemui mereka lagi.
"Luka didalam hatinya tidak akan bisa sembuh dengan mudah Stella, bahkan sampai saat ini aku masih bisa melihat raut sedih dari wajahnya, seperti, setiap melihat kita ia kembali teringat akan kesedihannya yang terdalam.. Jangan memaksakan keadaan karena akan membuatnya semakin terpuruk. Oke?" Stella hanya mengangguk pelan sambil mengusap matanya yang mulai basah.
"Oh, ayolah, kau itu seorang Sersan wanita. Air mata tidak seharusnya menetes begitu mudah Sersan.."
"Diam, seperti kau tidak saja setiap kali Kapten menghajarmu.."
----
Saat itu. Mark mulai membuka kedua matanya. Pemandangan yang terasa amat sangat asing baginya.
"Dimana aku?" Kalimat yang keluar dari mulutnya membuat Nenek Io yang saat itu tertidur di meja sebelah ranjang terbangun dan langsung menghampirinya.
"Ulran sayang.. Kau sudah sadar? Bagaimana? Apa yang sakit? Katakan pada nenek.." Mark melihat kearah Nenek Io.
"Kau, Siapa?" Kepalanya terasa amat sangat nyeri.
"Ugh! Siapa? Kau siapa?! Aku di mana?!" Mark yang panik tersadar dengan tidak mengingat apapun. Ia kebingungan sambil merasakan perih di bagian perut dan nyeri di kepalanya.
"Tenang sayang.. Tenang.. Jangan memaksakan dirimu. Kau tidak ingat dengan nenekmu ini? Apa kau ingat adikmu Urie? Dirimu, apa kau ingat siapa dirimu?" Mendengar perkataan juga pertanyaan Nenek Io, Mark hanya menggelengkan kepalanya.
"Urie? Nenek? Aku? Siapa? Siapa aku? Aku tidak ingat apapun! Kepalaku sakit!!!" Nenek Io memegangi bahu Mark dan menepuk-nepuk pelan bahunya.
"Tenang sayang.. cobalah tenang lebih dahulu. Sudah.. Sudah.. Nenek ada disini untukmu. Jangan kau pikirkan, nanti juga kau akan ingat siapa dirimu. Kau terluka cukup parah jadi wajar saja.. Makanya nenek selalu bilang padamu untuk tidak pergi ketempat dimana nenek tidak bisa mengawasimu. Kau memang anak yang nakal.." Nenek Io memeluk Mark dan mengusap-usap kepala juga membelai rambut Mark. Sesungguhnya sentuhan hangat seperti itu sudah sangat lama tidak Mark rasakan sejak Ibunya meninggal. Mark merasa nyaman dan kembali memejamkan kedua matanya.
"Tidak apa jika kau tidak ingat siapa dirimu, siapa nenek dan juga siapa Urie, tidak apa jika kau tidak ingat siapapun atau apapun Ulran. Nenek dan Urie akan selalu bersamamu, kau akan selalu aman" Nenek Io memeluk Mark dengan Erat. Disaat yang bersamaan ada senyuman yang terukir dibibir Mark. Seolah beban yang selama ini ada dipundaknya telah lepas dan ia merasa bebas.
Melihat Mark yang sudah kembali tertidur, Nenek Io beranjak dari duduknya. Setelah ia menyelimuti pria yang ia anggap cucunya itu, ia keluar dari kamar dan pergi menuju ruangannya. Nenek Io membuka lemari pakaiannya dan mengambil sebuah kotak dari sana. Ia berjalan menuju ranjangnya dan duduk sambil membuka kotak itu. Didalam kotak terdapat sebuah topeng perak berukiran indah. Nenek Io mengusap permukaan topeng sambil tersenyum tipis.
"Cucuku, telah kembali... Doaku terkabulkan.. Terima kasih..terima kasih wahai Dewi Yarke"