webnovel

Bulan Yang Terabaikan

"Adakah satupun manusia di bumi ini merindukan bulan yang hanya mereka lihat saat ingat? Bulan yang biasa saja jarang diingat apalagi saat mencapai purnama? " tanyaku kepada sebuah Chrisopogon ariculatus yang tumbuh subur di belakang rumah. Sembari menatap keluar jendela, malam terasa monoton. Terdengar sayup-sayup suara keramaian jalan raya yang sudah seperti makanan pendamping.

Aku melirik jam dinding, tepat pukul 10 malam. Angin sepoi-sepoi seraya meraba wajah. Masih kulihat purnama dengan seksama. Imajinasi bermain dengan sangat abstak seraya berfikir, ingatkah manusia akan pemandangan malam geratis yang bisa dilihat saat mendung tak bernaung? Entahlah. Aku sendri sering mengabaikannya.

Dalam sebuah artikel, aku membaca bagaimana perjuangan bulan terbentuk. Saat bumi menyapa theira dengan pelukan sekitar 3 miliyar tahun yang lalu, menghasilkan banyak debu yang mengorbit bumi, sampai akhrnya bulan terbentuk dari debu-debu yang menyatu. Butuh banyak perjuangan sampai manusia dapat menikmati hasilnya. Setiap malam meminta sedikit demi sedikit sinar matahari, sampai kami dapat melihatnya secara utuh.

Bulan saja berusaha untuk mencapai purnama. Aku? Jangankan untuk melihatnya, terkadang peduli saja tidak.

"Maaf karena sepanjang hidup aku juga berjuang untuk menjadi mungkin dari banyaknya ketidak mungkinan,"kataku pada bulan purnama yang melihatku pilu.

Tanpa kusadari 1 jam telah berlalu. Berdialog dengan bulan purnama yang jarang kulihat memang asik. Aku berjanji untuk menemuinya lagi tanpa menunggunya mencapai purnama. Ingin melihat bulan berjuang setiap harinya, mengemis cahaya pada matahari sedikit demi sedikit. Tak akan mempermasalahkan sisi gelapnya yang mana membantu ikan untuk melindunginya dari predator.

"Wahai bulan purnama, walau kau mempengaruhi penurunan kadar melatonin di tubuhku, aku akan menunggumu dibulan-bulan berikutnya. Mengurangi sedikit dari banyaknya kekecewaan Tuhan dengan mendoakan dan berusaha bersamamu setiap harinya."