"Kakek Shen, aku tidak tahu apa yang kakekku katakan kepada Anda, tapi hubunganku dan Qinglan sama sekali tidak seperti yang kalian bayangkan. Setidaknya sekarang tidak. Ke depannya, tidak peduli perkembangan apa yang akan terjadi antara aku dan dia, minimal dia adalah adikku. Aku pasti akan menjaganya." Wajah Fu Hengyi terlihat serius.
Dia tidak memutuskan apa pun. Kakek Shen pun tidak bisa mengatakan apa-apa. Sebenarnya selain umurnya, Fu Hengyi memang adalah yang terbaik di antara generasi muda yang dikenal oleh Kakek Shen.
Dan selama hidupnya sampai sekarang dia juga tidak punya penyesalan apa-apa. Seandainya ada, itu juga hanya berharap agar cucu perempuannya dapat menemukan seseorang yang benar-benar mencintainya, dan melindunginya sekuat tenaga.
"Sudah, sudah, anak-anak muda dapat mengurus dirinya sendiri. Aku sudah tua, aku tidak akan ikut campur." Kakek Shen mengibas-ngibaskan tangan lalu menghela napas pelan.
"Begini baru benar. Shen Tua, coba kamu pikirkan, kedua anak ini memiliki penampilan yang luar biasa, juga pandai. Kalau mereka berdua bersatu, betapa manis dan pintarnya anak yang akan dilahirkan nanti." Kakek Fu maju dan meraih bahu Kakek Shen lalu berbisik kepadanya.
Melihat dua orang yang kembali berbaikan itu, Fu Hengyi menggeleng-gelengkan kepalanya lalu pergi ke ruang baca. Kalau tidak bisa segera kembali ke pasukan, maka sebaiknya dia mengirimkan rencana pelatihan dulu kepada wakil kapten yaitu Mu Liancheng. Dengan adanya Mu Liancheng yang mengawasi, maka sekumpulan bocah-bocah itu tidak akan berani bermalas-malasan.
**
Dengan cepat berita yang tersebar di ibu kota pun diredam. Sebelum Shen Xitong datang berkunjung, dia mendengar dari mulut seorang teman bahwa cucu menantu yang disukai oleh keluarga Fu itu adalah Shen Qinglan dan bukan dirinya, Shen Xitong.
Saat mengingat temannya yang mengatakan kabar itu kepadanya dan melihat sorot matanya yang bergembira di atas kesulitan orang, Shen Xitong tidak tahan dan menggigit bibirnya. Matanya berapi-api.
Apa bagusnya Shen Qinglan? Selain wajah cantik dia tidak punya apa-apa, bahkan sepanjang hari memasang wajah seperti orang mati, memandangnya saja membuat orang patah semangat. Tetapi dia yang terlihat tidak berguna baginya itu ternyata dipilih menjadi cucu menantu keluarga Fu. Shen Xitong tidak rela, bagaimana dia bisa rela?
Sejak pertama kali dia berjumpa dengan Fu Hengyi saat itu, dia langsung tahu, pria ini adalah orang yang ingin dinikahinya dalam hidup ini. Dia telah berusaha begitu keras untuk berubah menjadi sehebat ini, itu juga demi agar suatu hari nanti dia bisa berdiri berdampingan dengannya.
Namun sesuatu yang dikejarnya dengan susah payah malah didapatkan dengan begitu mudah oleh Shen Qinglan. Dia benci! Seandainya Shen Qinglan tidak kembali, maka semua ini adalah miliknya.
Shen Xitong menatap sosok yang berjalan turun ke lantai bawah, bola matanya berputar, dalam hati dia punya ide.
Shen Qinglan memandang orang yang menghadang di depannya sambil menatapnya dengan arogan itu dengan wajah tanpa ekspresi, "Ada perlu?"
Shen Xitong menatapnya dan tersenyum kecil, "Adik, kakak mendengar bahwa Kakek Fu memilihmu menjadi cucu menantu keluarga mereka. Kakak masih belum memberimu selamat."
Shen Qinglan mengernyit, tidak ingin menghiraukannya.
Mata Shen Xitong melihat sesosok tubuh di koridor, sudut bibirnya pun terangkat membentuk busur yang aneh. Dia agak mendekati Shen Qinglan lalu berkata pelan, "Apa menurutmu keluarga Fu akan menjadikan seorang wanita berhati ular sebagai cucu menantunya?" Setelah itu, tubuhnya terjatuh dengan cepat ke belakang. Tangannya bahkan tidak lupa untuk menarik ujung pakaian Shen Qinglan erat-erat, wajahnya panik, tanpa sadar mulutnya mengeluarkan jeritan.
Shen Qinglan ikut terjatuh dengan tubuh Shen Xitong karena tarikan itu. Matanya memancarkan seberkas kilatan dingin. Tangannya bergerak sengit memegangi tangga dan berusaha dengan kuat menstabilkan tubuhnya. Tapi Shen Xitong langsung jatuh terguling dari tangga. Dia terus terguling sampai ke lantai lalu terbaring di sana tanpa bergerak.
"Tongtong!"
Seseorang mendorong Shen Qinglan dengan kuat dan berlari lewat di sampingnya sampai ke sebelah Shen Xitong.
"Tongtong, bagaimana keadaanmu? Apakah kamu baik-baik saja?" Chu Yunrong berlutut di samping Shen Xitong, dia ingin mengulurkan tangan tapi juga takut kalau menyentuhnya akan menambah parah lukanya. Sesaat dia tidak tahu harus melakukan apa.
Saat ini seluruh tubuh Shen Xitong sakit, begitu sakitnya sampai dahinya mengucurkan keringat dingin. Namun saat melihat orang yang berdiri di tangga melalui sudut matanya, sudut bibirnya sedikit terangkat dan membentuk lengkungan yang tidak jelas artinya.
Ketika dia mengangkat kepalanya, wajahnya sudah penuh air mata. Namun bibirnya tersenyum, wajahnya memucat karena kesakitan, "Ma, adik… dia tidak sengaja, mama… jangan menyalahkannya."
Kemudian dia memandang ke arah Shen Qinglan lagi sambil bersuara lemah, "Adik, aku tahu karena mama lebih sayang kepadaku, makanya kamu sangat tidak menyukaiku. Tapi aku benar-benar tidak ingin berebut denganmu. Selama kamu menginginkannya, aku akan memberikannya kepadamu. Aku hanya berharap dapat tetap berada di keluarga ini agar aku punya rumah untuk kembali. Sebelumnya aku juga tidak tahu kalau kamu juga menyukai Hengyi. Seandainya aku tahu, aku pasti tidak akan berebut denganmu."
Chu Yunrong menatap Shen Qinglan dengan tercengang seakan-akan tidak menyangka kalau putrinya itu akan mendorong kakaknya sendiri karena cemburu. Dia hanya merasakan aliran darah yang menyembur ke kepalanya, lalu dia tiba-tiba berdiri dan melangkah cepat ke depan Shen Qinglan.
PLAK! Sebuah tamparan keras mendarat di wajah Shen Qinglan, pukulan itu membuat wajahnya miring.
Shen Qinglan menatap Chu Yunrong lekat-lekat, tidak ada kesedihan atau kegembiraan di matanya, bahkan sepertinya rasa sakit di wajahnya juga sama sekali tidak dirasakannya. Tapi Chu Yunrong malah menatap tangannya sendiri tanpa berani percaya, dia… dia telah memukul putri kandungnya sendiri.
"Yunrong, apa yang kamu lakukan?" Terdengar suara raungan marah Kakek Shen dari koridor. Semua orang menoleh mengikuti arah suara dan melihat Kakek Shen dengan wajah yang dipenuhi amarah sedang memelototi Chu Yunrong. Dan yang berdiri di sampingnya adalah Fu Hengyi.
Bola mata Shen Xitong langsung menciut, matanya berkilat panik. Mengapa Fu Hengyi bisa berada di kediaman Shen?
"Pa… aku…" Chu Yunrong tergagap.
"Apa yang sedang kamu lakukan?" Kakek Shen bertanya dengan marah. Awalnya dia sedang bermain catur dengan Fu Hengyi di ruang baca. Begitu mendengar jeritan Shen Xitong mereka pun keluar untuk melihat keadaan. Tapi begitu keluar, dilihatnya adegan Chu Yunrong yang memukul Shen Qinglan.
Chu Yunrong tersadar dari kekagetan karena memukul putrinya sendiri. Dia melihat wajah Shen Qinglan yang merah dan bengkak, lalu melihat Shen Xitong yang terbaring di lantai tanpa bergerak, dia pun menemukan suaranya kembali, "Pa, Qinglan mendorong kakaknya sendiri sampai jatuh karena cemburu."
"Apa kamu melihatnya sendiri?" Kakek Shen menatap Chu Yunrong dengan mata yang menyala-nyala.
"Tidak." Chu Yunrong terkejut.
"Kakek." Shen Xitong bersuara. Karena kesakitan, seluruh wajahnya berkeringat, alisnya berkerut kencang, "Kakek, jangan menyalahkan mama, juga jangan menyalahkan adik. Aku yang salah, aku yang tidak berdiri dengan baik dan jatuh sendiri." Ekspresinya menahan diri. Walaupun berkata demikian, tetapi matanya menyimpan keluhan.
Pandangan mata Kakek Shen tertuju kepada Shen Xitong, sorot matanya datar, emosinya tidak terbaca. Shen Xitong pun tegang, "Mengapa masih berdiri di sana dan tidak segera memanggil ambulans?" Dia berkata kepada Bibi Song.
Bibi Song bergegas menelepon.
"Masalah ini sampai di sini saja. Aku tidak ingin sedikit pun mendengar perselisihan antara saudara perempuan di keluarga Shen." Kakek Shen berkata kepada Chu Yunrong, namun matanya menatap Shen Xitong.
Shen Xitong langsung kaget dan menunduk tanpa berani memandang Kakek Shen.
Ambulans dengan cepat datang. Dokter memeriksa secara garis besar, selain retak di betis kanan dan sedikit lecet di tubuhnya, untuk sementara tidak ditemukan luka lainnya pada Shen Xitong.
Chu Yunrong ikut pergi dengan ambulans.
Sejak awal hingga akhir, Shen Qinglan tidak mengucapkan sepatah kata pun, bahkan raut wajahnya juga tidak berubah, walaupun saat ini wajahnya sudah bengkak seperti bakpao.
Kakek Shen melihat wajah Shen Qinglan dengan sorot mata bersimpati, "Kamu ini, apa kamu tidak tahu bagaimana menghindar dari pukulan mamamu?"
Mata Shen Qinglan sedikit menghangat, dia menggeleng pelan, "Kakek, aku tidak apa-apa."