Anggi menatap Ando di seberang sofa dengan tatapan tidak menentu. Kalau pria ini tahu apa yang sedang dia lakukan pada anak kesayangannya, mungkin tidak hanya dilempar meja, tapi disuntik cairan eutenesia mengingat profesi Ando adalah seorang dokter.
Ponsel di atas meja masih terus bergetar, menandakan bahwa si penelpon belum mau menyerah. Pada akhirnya Anggi memilih untuk menyembunyikan ponselnya di bawah bantalan sofa.
"Kenapa tidak diangkat?" tanya Ando, satu alisnya yang lebat menukik tajam.
"Erm, tidak apa-apa. Ini hanya telpon masuk dari calon suamiku." kilahnya dengan perasaan cemas. Takut kalau kebohongan yang sedang ia karang akan terendus oleh pria itu.
Pertama kali ia bertemu dengan Ando, Anggi cukup merasa tertarik. Pria itu memiliki wajah yang ganteng, tubuh tegap dan tinggi, dan ya ... pekerjaannya memang sangat menjanjikan. Seorang dokter, siapa yang tidak mau menikah dengan laki-laki dengan profesi itu? Anggi kira tidak ada.
Apoie seus autores e tradutores favoritos em webnovel.com