webnovel

Inggrid Shit List

Warning!!! Rate M untuk adegan dewasa dan kata-kata kasar. Volume 1-2 Jika membuat Inggrid jatuh cinta sama artinya dengan kemenangan terbesar dalam hidupnya. It's okay, Mika akan membuat wanita tidak peka itu jatuh cinta padanya dan setelah itu CAMPAKKAN! Volume 3-4 Pengalaman ditolak oleh cinta pertama membuat Hellen trauma untuk jatuh cinta dan pekerjaannya sebagai editor membuatnya semakin sibuk untuk sekedar keluar minum kopi dengan lawa jenisnya. Tapi siapa sangka jika keputusannya untuk pergi ke pesta ulang tahun teman kantor membuatnya bertemu dengan seorang dokter mesum bernama Arka Bagaskara! "Kau mau minum apa?" "Susu kalau boleh?" "Baiklah," "Dari sumbernya langsung?" Ya, ketidak beruntungan Hellen karena dia harus terperangkap dengan sosok dokter mesum tapi tampan.

Yuni_Saussay · Urbano
Classificações insuficientes
206 Chs

Inggrid Ex

"Akhirnya ...." Inggrid bernapas lega setelah menyelesaikan pekerjaannya. Setelah mematikan laptop dan menyimpanya ke dalam tas laptop miliknya, ia langsung melakukan peregangan tubuh. Bekerja dalam deadline serasa berada dalam suatu ruangan hampa udara, maka dari itu dia harus cepat-cepat selesai agar bisa bernapas dengan normal.

Inggrid mengedarkan atensinya ke seluruh ruangan. Semua orang terlihat sangat sibuk, terlebih lagi tim creative yang sedang merencanakan promosi-promisi menarik. Di kubikel sebrang, Inggrid melihat Anggi yang sedang sibuk dengan cat kuku-nya. "Hellen tidak berangkat lagi?" tanyanya setelah melihat kubikel disebelah Anggi masih sama dengan kemarin, tak berpenghuni.

Ini sudah hari ke dua, sahabat introvertnya itu entah menghilang kemana. Hellen hanya mengatakan kalau dia ingin mengambil waktu libur setelah bekerja seperti zombie selama sepekan kemarin.

"Hn," gumam Anggi tanpa repot-repot mengangkat wajahnya untuk menatap sang lawan bicara, "Inggrid, aku khawatir padanya." Sambungnya kemudian.

Inggrid mengangguk setuju. Hellen terkadang suka melakukan hal-hal yang bisa membahayakan dirinya sendiri. Contohnya seperti kejadian beberapa waktu lalu, gadis itu menghabiskan hari minggunya dengan makan tanpa batas dan berakhir sekarat di bawah meja makan. Lalu kali ini apa yang gadis itu perbuat? Inggrid tidak berani untuk sekedar membayangkan.

BRAK!

Anggi baru saja menggebrak meja kubikelnya, "Aku ingat sesuatu, Inggrid!" serunya tanpa memperdulikan tatapan orang-orang yang merasa terganggu oleh tingkah brutalnya barusan. "Kau ingat hari di mana dokter tampan itu datang ke sini dan mengajak Hellen makan malam?"

Inggrid mengangguk tak yakin, "Ada yang salah dengan hal itu?"

Dan untuk yang kedua kalinya suara gebrakan meja kembali terdengar. Inggrid menahan diri untuk tidak tertawa saat melihat wajah semua orang memerah karena kesal. "Inne bilang padaku kalau siang itu Hellen kembali ke kantor tapi dia mengurung diri di dalam toilet. Dia... menangis."

BRAK!!!

Kali ini Inggrid lah yang menjadi pelaku penggebrak meja. Dia berdiri dari tempat duduknya dengan tangan yang sudah terkepal dan gigi yang saling bergeletuk. "Sudah aku duga! Wajah tampan seperti itu tidak lantas mengubahnya menjadi seorang malaikat!" ujarnya bersungut-sungut. "Anggi, coba kau SMS Hellen, tanyakan di mana dia sekarang. Aku takut dia telah membusuk di dalam bak mandi!"

Tanpa buang waktu, Anggi telah menarikan jemarinya di atas layar pintar miliknya. Dan tak sampai dua menit sebuah pesan balasan telah ia terima. Anggi membacanya dengan bibir mengerucut dan dahi yang mengerut parah.

"Apa katanya?" tanya Inggrid tak sabar.

"Dia bilang dia sedang di rumah orang tuanya saat ini. Dan dia bilang dia tidak apa-apa, waktu itu dia hanya sedang tidak enak badan dan perutnya sedikit melilit hingga membuatnya menangis." Anggi memberitahu apa yang tertulis dalam pesan singkat yang dikirim oleh Hellen, "Inggrid, kau percaya itu?"

Inggrid sudah mengangkat tangannya untuk melakukan aksi gebrak meja selanjutnya namun sayang sekali karena kedua bola matanya lebih dulu menangkap sosok Mika yang tengah berdiri dibalik kaca ruang kerjanya, sedang melotot ke arahnya dan Inggrid menangkap gerak bibirnya yang mengatakan 'Berani menggebrak meja sekali lagi, habis kau!' karena itu Inggrid lekas menurunkan tangannya kembali dan dududk di kursinya dengan mulut mengerucut.

"Kita bicarakan masalah ini nanti."

"Kenapa?"

"Karena ... chihuahua sudah menunjukkan taringnya dan siap menggigit pantat siapa saja yang terlihat sedang bersantai-santai!"

Anggi terkiki geli. Imajinasinya sedang bekerja, membayangkan sosok Tuan Mika yang bermuka tripleks sedang menggigit bokong Inggrid karena asik menggosip bersamannya. "Anggi, plis hentikan imajinasi kotormu!"

"Kalian bertengkar lagi?"

Inggrid mengerutkan keningnya, "Kalau boleh bertanya, kapan memangnya kau melihat aku dan orang suci itu tidak bertengkar?"

"Sepekan kemarin kalian terlihat akrab. Dan Inggrid, beberapa kali aku melihatmu turun dari dalam mobilnya."

Inggrid mengerucutkan bibirnya. Tck, kalau saja ban skuternya tidak kempes secara misterius, ia mana mau menumpang di mobil orang suci berotak mesum itu. Drrrt ... suara getar ponsel di atas meja mengurungkan Inggrid untuk menimpali ucapan Anggi. Wohooo ... lihat siapa yang baru saja mengiriminya pesan.

Bisa bertemu saat makan siang? Ada yang ingin aku bicarakan mengenai desain grafis yang harus kau kerjakan. —Putra.

Inggrid tersenyum simpul setelah membaca isi pesan yang dikirim oleh mantan kekasihnya itu. Setelah itu jemari lentiknya lekas menari di atas layar pintar miliknya untuk mengirim balasan.

Sure. Inggrid.

Aku akan menjemputmu —Putra.

Inggrid menaikkan satu alisnya. Ia kemudian mengecek jarum pendek pada jam tangan yang melingkar di tangannya. "Sial! mentang-mentang jam tangan murahan jadi cepat rusak begini." gerutunya setelah melihat detikan yang sama sekali tidak bergerak dan jarum pendek yang masih berada di tempat yang sama dengan angka saat ia pergi ke kantor pagi ini. "Anggi, jam berapa sekarang?" tanyanya.

"Setengah satu, 30 menit lagi perut kita akan dimanjakan."

Bagaimana ini? Inggrid merasa tidak enak karena harus meninggalkan Anggi makan siang sendirian. "Anggi, aku minta maaf karena hari ini tidak bisa makan siang denganmu."

"Kenapa?"

Inggrid tidak lekas menjawab. Ia justru sibuk membenahi barang-barang miliknya yang kemudian ia masukkan ke dalam tas. "Erm... Putra mengajakku bertemu untuk membicarakan desain grafis yang ia percayakan padaku." ungkapnya seraya memasang wajah tidak enak.

Anggi berkedip beberapa kali hanya untuk memastikan bahwa apa yang baru saja didengarnya tadi tidak lah salah. "Kau benar-benar menerima tawaran freelance itu?" tanyanya tak yakin, dan anggukan kepala Inggrid membuat Anggi menahan napasnya sejenak. "Inggrid ada apa dengan otakmu?" ia menjulurkan tangannya ke depan untuk mengecek bahwa sahabatnya itu tidak sedang demam. "Kau pikir dia benar-benar ingin memberimu pekerjaan itu tanpa ada niat terselubung? Cih, omong kosong! Aku yakin bajingan itu hanya ingin-"

"Anggi, plis! Aku bukan anak kecil dan kau juga bukan Ibuku!" potong Inggrid dengan cepat.

Anggi melotot sempurna. Bahkan mulutnya menganga karena tidak percaya bahwa beberapa detik lalu Inggrid baru saja meneriakinya. Anggi menghela napas sebelum akhirnya menelan apa yang hendak ia muntahkan pada sahabat bodohnya itu. "Kau tahu harus kemana kau pergi saat kau menangis nanti."

"Aku masih ingat alamat rumahmu kecuali kau sengaja pindah tanpa memberitahuku lebih dulu." kekeh Inggrid, "aku harus pergi, bajingan itu sudah mengirim pesan kalau dia menungguku di bawah."

Anggi memanyunkan bibirnya, "Tuan Mika akan kembali mengamuk."

"Shut up, bitch!" umpatnya kemudian melangkah menuju lift. Sebelum pintu lift benar-benar menutup, Inggrid kembali melihat sosok Mika yang masih berdiri di balik jendela ruangannya, tatapannya terlihat tidak bersahabat. "Cih, ada apa dengan tatapan menyebalkan itu!"

Setelah ia sampai di lantai bawah, Inggrid segera mengedarkan pandangannya ke sekitar. Di sana, seorang pria sedang duduk di bangku tunggu. Inggrid tersenyum seraya berjalan mendekat. "Hai, sudah menunggu lama?" tanyanya setelah sampai di hadapan sang mantan kekasih.

"Aku baru saja memaku bokongku dan kau sudah datang," keluh pria itu seraya berdiri. "Kita akan makan siang di mana?"

Inggrid menaikkan satu alisnya, "Diskusi, Putra. Bukan makan siang."

Putra mengangkat kedua tangannya ke atas tanda dia tidak ingin berdebat dengan wanita di depannya tersebut. "Baiklah, kita akan berdiskusi di mana?"

"Aku tahu tempat berdiskusi yang bagus." Jawab Inggrid bersemangat, ia segera menarik pria itu pergi.