webnovel

Inevitable Fate [Indonesia]

Siapa bilang seorang Nathan Ryuu, lelaki blasteran Jepang - Perancis, adalah anak dari seorang konglomerat besar, sudah hancur dan tak memiliki cinta usai dia kalah dari Vince Hong dalam memperebutkan Ruby? Lelaki muda dan berkuasa ini terlalu jauh dari kata menyerah, meski pemikiran itu sempat menghinggapinya di awal-awal perceraiannya. Nyatanya, takdir dari langit mencoba menawarkan asa baginya untuk sekali lagi bertaruh pada cinta wanita tak terduga. Apakah dia berani mengambil taruhan itu? Wanita itu, Reiko Arata Zein, seorang blasteran Jepang - Indonesia yang harus berjuang sendiri ketika dunia sedang menguji dan menderanya. Kalaupun mereka memutuskan untuk bersatu, bisakah menghadapi semua badai yang diciptakan orang-orang di sekitar mereka? Atau lebih baik menyerah demi kebaikan bersama? ================================== =*= Novel DEWASA =*= ================ Tolong yang belum umur 18 tahun jangan coba-coba melirik apalagi membaca novel ini atau penulis tidak akan bertanggung jawab apabila Anda dewasa sebelum waktunya. Bijaksana dan bijaksini dalam memilih bacaan yang sesuai dengan Anda. Language: Indonesia Warning: (mungkin) akan ada adegan-adegan dewasa Source of story: (spin-off) Lady in Red 21+

Gauche_Diablo · Urbano
Classificações insuficientes
702 Chs

Sungguh Ajaib!

Reiko masih tak tahu apa yang musti dia lakukan di rumah sebesar itu, vila mewah milik Onodera Ryuzaki atau dia lebih dikenal dengan nama Nathan Ryuu karena memiliki setengah darah Perancis dari ibunya.

Tidak berlebihan jika lelaki itu ingin mengenang sang ibu dengan cara mempopulerkan nama Nathan Ryuu ke berbagai kolega dan temannya ketimbang Onodera Ryuzaki.

"Nona Arata, apa kau ingin menonton televisi?" tanya bu Meguro saat Reiko sedang termenung di ruang makan meski meja sudah dibersihkan pelayan lainnya.

"O-ohh! Ya, terima kasih!" Reiko langsung saja menjawab meski menonton televisi tidak ada dalam daftar kegiatan yang dia ingin lakukan saat ini. Namun, tak enak jika menolak, maka ia memilih untuk mengiyakan saja sebagai bentuk kesopanan.

Well ... tipikal orang Jepang.

Maka, beberapa jam berikutnya, Reiko hanya duduk diam di sofa sambil menghadap ke televisi berlayar sangat lebar yang pernah dia ketahui dan di tangannya ada remote control yang kadang dia tekan untuk mengganti kanal saat dia merasa apa yang di layar mulai membosankan untuk dilihat.

Hingga menjelang sore, bu Meguro bertanya pada Reiko, "Nona Arata, kau ingin mandi?"

Reiko lekas menoleh dan menjawab, "Ahh, ya! Tapi Bu ... bolehkah aku mandi sendiri?" Ia tak nyaman jika harus dimandikan seseorang meski itu sesama wanita.

"Mungkin lebih baik Nona hanya berbilas dengan handuk kecil saja karena luka Nona pasti belum sembuh sepenuhnya. Aku akan menyiapkan bak air hangat dan handuk kecil." Bu Meguro langsung beranjak pergi tanpa memberi kesempatan pada Reiko untuk membantah.

Karena semuanya sudah disiapkan bu Meguro, tak mungkin Reiko menolaknya. Maka, ia pun mengucapkan terima kasih sebelum masuk ke kamar mandi dan mulai melakukan ritual bilas dengan handuk.

Disebabkan Reiko tahu kalau bu Meguro masih ada di kamar dia entah untuk membereskan sesuatu, Reiko tak mungkin nekat benar-benar mandi karena pasti suaranya akan ketahuan bu Meguro. Maka, dengan terpaksa, dia pun benar-benar hanya membilas tubuh menggunakan handuk kecil.

"Nona Arata, apakah kau sudah selesai?" Beberapa belas menit berikutnya, bu Meguro bertanya di depan pintu kamar mandi.

"I-iya. Sudah selesai, Bu!" Reiko segera meletakkan handuk kecil itu dan meraih handuk besar yang telah disiapkan bu Meguro sebelumnya, lalu menyeka tubuh lembapnya.

"Nona, apakah kau butuh bantuan?"

"Ti-tidak perlu, Bu! Aku bisa sendiri, terima kasih!"

Tak ingin terlalu merepotkan bu Meguro, Reiko pun segera meraih mantel mandi dan memakainya sebelum dia keluar dari ruangan tersebut.

"Apakah Nona ingin aku bantu memakai pakaian? Pasti tubuh Nona belum terasa nyaman bergerak." Bu Meguro tentu saja paham mengenai orang yang terluka dan lebam begitu.

Tapi Reiko menggeleng, "Tidak usah, terima kasih, Bu. Aku bisa sendiri. Aku pasti bisa."

"Hm, baiklah, Nona. Saya akan ada di luar kalau Nona membutuhkan saya. Silahkan tekan bel di meja nakas itu bila ada keperluan." Ia menunjuk ke arah bel yang sudah dipahami Reiko fungsinya.

"Iya, Bu. Terima kasih." Dengan membungkuk cepat, Reiko berterima kasih sambil mengantar bu Meguro keluar dari kamarnya.

Setelah bu Meguro tak ada, Reiko merasa lega dan bebas. Ia pun segera memilih pakaian di dalam lemari, pakaian yang semuanya katanya dipilihkan sendiri oleh sang pemilik rumah ini.

Usai itu, Reiko memilih untuk rebah saja di kasur besar itu sambil pikirannya melalang buana tak karuan. Karena ponselnya ketinggalan di tempat tuan Yamada, maka dia merasa mati gaya tak bisa melakukan apapun saat ini.

Mungkin tidur lebih baik?

Dan benar saja, dia segera tertidur karena tak ada kegiatan lainnya yang bisa dia lakukan.

Ketika bangun, ternyata lampu kamar sudah dinyalakan dan tirai juga telah dibentangkan menutupi jendela besar di sana. Apakah ini sudah malam, demikian tanya batin Reiko.

Baru saja dia bangkit dari rebahnya, bu Meguro datang sambil membawa tumpukan handuk kering untuk dimasukkan ke lemari di kamar mandi. "Ohh, Nona sudah bangun? Tidak usah mandi, yah! Tuan sudah menunggu di ruang makan untuk dinner."

Ahh, ternyata benar, ini sudah malam. Berapa jam lamanya dia tertidur?

Lagi-lagi, Reiko ditunggu oleh pemilik rumah untuk makan. Kenapa orang-orang ini seakan mengetahui kapan dia terbangun? Apakah mereka semua vampir yang memiliki pendengaran sangat tajam?

Atau jangan-jangan di kamar ini ada cctv? Ohh, Reiko akan lari saat ini juga apabila benar kamar ini memiliki cctv untuk memantau dia.

Tidak mandi seperti saran bu Meguro dan hanya menyeka muka dengan handuk lembap, Reiko datang ke ruang makan. Benar saja, Nathan Ryuu sudah berada di sana, duduk penuh akan karisma yang sulit ditandingi lelaki manapun yang pernah Reiko lihat dalam hidupnya.

Pria Onodera satu ini memang memiliki pasokan karisma yang tidak pernah habis.

"Um, maaf kalau saya membuatmu menunggu lama, Tu--Ryuu." Reiko langsung teringat kalau pria di hadapannya itu ingin dia menghilangkan panggilan tuan.

"Aku baru saja duduk, kok!" balas Nathan Ryuu, entah itu dusta atau memang fakta. "Ayo, kita makan."

Mereka berdua makan dalam hening dan Reiko lebih banyak menundukkan kepala menghindari tatapan mata Nathan Ryuu. Tanpa dia perlu menoleh saja dia bisa merasa kalau pria itu sedang memandanginya.

Oleh karena itu, sepertinya Reiko tak perlu membalas tatapan Nathan Ryuu atau dia bisa pingsan dikarenakan karisma yang menguar dari pria itu.

Selesai makan dan pelayan segera membereskan piring-piring di meja itu, Nathan Ryuu tidak langsung beranjak dari kursinya dan menunggu semua pelayan keluar dari sana.

Tangan Nathan Ryuu meraih sesuatu dari dalam saku celananya dan menaruh di depan Reiko. "Ini milikmu, kan?"

Mata Reiko membelalak tak memercayai apa yang terpapar di depannya. Ponsel dia! Tunggu, bukankah benda itu berada di loker tempat tuan Yamada?

Lalu bagaimana Nathan Ryuu bisa ....

Tatapan Reiko mau tak mau ditautkan pada pandangan Nathan Ryuu. Ia masih dalam mode terkejut, mulut melongo dan bertanya, "Ini ... bagaimana ini ... bukankah ini ... ponsel ini ...." Dia sampai tak tahu harus menggunakan kalimat apa untuk mewakili rasa kaget sekaligus bingung.

"Kebetulan aku mendapatkannya dan katanya itu adalah milikmu, jadi tak ada salahnya aku bawa pulang dan kembalikan ke kamu. Ohh ya, untuk tas kecilmu, itu sudah ada di kamarmu saat ini." Nathan Ryuu memunculkan senyum simpatiknya.

Lelaki itu bilang apa? Tas kecil Reiko kini ada di kamarnya? Kamar yang mana yang dimaksud?