" What did you say?" tanya Alesha penasaran sambil menyeruput minumannya dan menatap pria itu antusias, gadis itu memang tidak bisa menyembunyikan apapun yang ada dalam pikirannya, apalagi menyangkut hal yang sangat diminatinya.
Dia kemudian tersenyum, senyuman yang membuat pria itu bagai melihat bidadari kayangan.
" I said you are so damn beautiful..."
"...."
Senyum Alesha hilang, dia kemudian memicingkan matanya kearah pria yang sedang bermimpi itu. Tapi kemudian pria itu kembali tersadar setelah melihat ekspresi Alesha.
" e..I..I mean... setelah kuliah saya selesai akan segera pulang ke mesir". Kata pria itu tergagap sambil menggaruk garuk kelapanya yang tidak gatal.
" Aku selalu bermimpi ingin ke mesir, mempelajari bahasa dan budaya disana, aku bahkan ingin kuliah disana tetapi orangtuaku ingin aku melanjutkan pendidikanku disini, so here i am.." ucapnya Alesha putus asa sambil mengangkat bahu.
" Saya bisa mengajakmu kesana kalau kau mau?"
Mendengar itu Alesha hanya terdiam. Tak lama kemudian Bella muncul dan duduk disisi Alesha sambil tersenyum.
"Aku yakin kalian sudah mengenal satu sama lain kan?" tanyanya sambil menyeringai pura pura tidak bersalah.
"Oh... jadi kamu sengaja ninggalin aku tadi hah..!?" tanya Alesha geram.
" Enggak, tadi tuh aku memang mau toilet". jawabnya beralasan.
" so...?" tanyanya lagi sambil menatap Alesaha dan pria itu bergantian sedangkan Pria itu hanya tersenyum sebelum kemudian mengeluarkan selembar kartu dan menyerahkannya ke Alesha.
" Saya harap kita bisa melanjutkan pembicaraan lewat telpon nanti". ucapnya sambil tersenyum manis dan mengedipkan mata kearah gadis itu.
Alesha hanya tersipu dan menerima kartu itu, wajah manisnya merona. Bella yang melihat sahabatnya itu hanya tersenyum senang sambil melirik pria yang ada didepannya. Dia sangat berharap Alesha bisa membuka hatinya untuk seorang pria apalagi dengan pria indah yang ada didepan mereka itu.
Selama mengenal Alesha, dia sudah tau karakter sahabatnya itu, yang selain pelajaran dia tidak memikirkan hal lain lagi. Bella sendiri sudah punya kekasih sehingga dia ingin sahabatnya itu juga memiliki seseorang yang menjadi tambatan hatinya dan melihatnya tersipu sepertinya ada harapan untuk itu.
" Itu sudah pasti, Meena" imbuhnya sambil melirik Alesha yang masih tertunduk.
Meena sendiri adalah seorang artis terkenal mesir yang untuk sementara waktu berhenti dari dunia keartisannya untuk melanjutkan pendidikannya di london.
Tak lama kemudian handphonenya berdering, melihat nama yang tertera di layar dia tersenyum dan bangkit dari tempatnya.
" Maaf saya permisi sebentar ya" ucapnya kepada kedua gadis itu kemudian menjauh.
"Les, kira kira siapa yang menelponnya ya?" tanya Bella penasaran.
" Mana kutau, lagian ngapain kamu peduli itu kan urusan dia". balas Alesha morang maring.
"Kamu gimana sih, kalau itu ternyata pacarnya gimana?"
" loh, emangnya kenapa kalau dari pacarnya? terserah dia dong. Kamu tuh ya, sudah punya pacar masih aja ngincar cowok lain."
"iiihhh... kau ini,bukan begitu maksudku, kalau ternyata dia punya pacar artinya dia cuma mau mempermainkanmu. Kau tidak liat cara dia menatapmu tadi, dia tuh tertarik denganmu tau".
" Apa apaan sih kamu, sudah ah. Lagian aku tidak mau mikirin hal hal ga penting seperti itu."
Tak lama kemudian, Meena kembali.
"Maaf ya saya ada urusan mendadak, jadi harus pergi. Alesha, boleh saya menelponmu nanti malam?"ucapnya sambil menatap gadis itu lembut. Tapi belum sempat Alesha merespon Bella segera menjawab.
" Yes of course , why not. Alesha pasti akan senang sekali". ucapnya sambil memberi isyarat pada Alesha agar tetap diam sedangkan gadis itu hanya bisa melirik jengkel.
Sepeninggal Meena, Alesha yang dari tadi menahan emosinya itu menatap tanjam Bella sedangkan gadis itu hanya tersenyum lebar.
" Jangan khawatir dia cuma ingin bicara lagi padamu, kali aja banyak hal yang bisa kalian bahas contohnya tentang mesir. Bukannya kamu sangat ingin ke sana?"
"...."
Alesha hanya terdiam, dia memang sangat ingin kenegara itu dan mempelajari berbagai hal yang ada disana. Tapi untuk mendapatkan informasi dari seorang pria apalagi dengan orang yang baru dia kenal rasanya tidak mungkin, kemudian dia menghela napas dalam.
" Ah sudahlah, aku malas memikirkannya. Ayo kita ke perpustakaan saja." ucapnya seraya berdiri dan melangkah tanpa mempedulikan Bella yang hanya menggeleng lalu segera menyusul Alesha.
Sementara itu di ruang gym yang ada di istana, tampak George sedang melakukan body pump. Terlihat dia dengan fokusnya mengangkat beban, otot ototnya yang indah tampak menyembul sempuna dibalik kaos tipis putih yang dipakainya dan siap melelehkan hati siapapun yang melihatnya.
" You are so work out man". Sapa seorang pria sambil tersenyum seraya berjalan menuju George.
George menghentikan kegiatannya ketika mendengar suara itu.
" Hi Meena, akhirnya kau datang juga". Balasnya kemudian meneguk sebotol air mineral.
"Kelihatannya kau punya masalah serius hah, sampai sampai tidak pernah muncul sekalipun dikampus akhir akhir ini, what's up man?"
George hanya terdiam, ucapan sahabatnya itu membuat dia teringat kembali pada gadis yang hampir sebulan ini berusaha dia hapus dari pikirannya.
Dia bahkan sampai tidak pernah ke kampus lagi hanya untuk menghindari gadis itu. Dia menyewa dosen untuk mengajarinya secara privat di istana. Tapi sialnya usahanya itu sama sekali tidak berhasil. Sehingga seperti biasa George meminta bantuan Meena sahabatnya untuk mencarikannya jalan keluar.
" That's why you are here man". Jawabnya frustrasi.
Meena tertawa kecil dan menyentuh pundak sahabatnya itu.
" Of course George, now tell me wha't is happening to you?"
George menghela napas panjang kemudian mulai menceritakan semua isi hatinya kepada sahabatnya itu. George dengan Meena memang sudah sejak lama bersahabat. Persahabatan mereka dimulai sejak awal mereka kuliah. Mereka sepemikiran dan saling mendukung satu sama lain, memiliki wajah yang sama sama tampan, tubuh yang atletis dan menggoda menjadikan mereka idola semua penghuni kampus.
Hanya saja George sangat bersikap dingin terhadap semua wanita, dia hanya melempar senyum dan menyapa seadanya sehingga menjadikannya sebagai pangeran tak tersentuh dimata mereka tetapi anehnya hal itulah yang membuatnya semakin digilai. Berbeda dengan Meena yang supel, manis dan ramah kepada semuanya.
Setelah mendengarkan keluh kesah sahabatnya itu, Meena menghela napas panjang sambil mengangkat kedua alis tebalnya yang indah.
" Well, ini menyangkut seorang gadis ternyata dan kelihatannya hati pria dingin ini sudah mulai menghangat karena cinta." ucapnya sambil tersenyum lebar.
" What are talking about, aku ti...".
" Tidak menyadarinya, yeah... that't right. kamu belum menyadarinya dan sekaranglah waktu yang tepat untuk memahami perasaanmu sebelum terlambat." ucapnya sambil menatap George serius. George hanya terdiam.
Mereka terdiam beberapa saat sebelum akhirnya Meena membuka suara.
" I have an idea". ucapnya sambil tesenyum penuh arti.
" What is it"? Tanya George tak sabar
" Woah... tidak secepat itu man, untuk sekarang ini kau hanya butuh menjernihkan pikiranmu dulu. Kau tau kan ini tidak mudah karena kau sudah bertunangan, ingat..? Jadi pikirkan baik baik, jangan sampai hanya karena hal ini hidupmu menjadi hancur. Ok? remember that. Baiklah aku pergi dulu". Ucapnya panjang lebar sambil melangkah keluar meninggalkan George yang hanya terdiam sambil sesekali meneguk minumannya.
Ucapan Meena memang benar, dia tidak boleh menyukai gadis itu apalagi mencintainya. Dia sudah mempunyai tunangan yang dipilihkan oleh orang tuanya yaitu princess Silvia sepupunya. Hanya saja George sangat tidak menyukai gadis itu karena dia sangat posesif dan cenderung mengatur hidup George.
Tapi karena pertunangan itu memang sudah diatur jauh sebelum mereka dewasa maka dia tidak bisa berbuat apa apa. Dia hanya bisa berharap suatu saat bisa keluar dari tekanan hidup yang dialaminya sekarang ini. Tak lama kemudian dia keluar dan melangkah menuju chambernya.