Leon memacu mobilnya meninggal kan resto itu, keheningan merebak di antara mereka. Alice sedari tadi hanya duduk terdiam, kepalanya bersender pada tangannya yang bersender di jendela mobil. Matanya terpejam napasnya masih terengah-engah berusaha menahan emosi di hati dan menahan agar dia tidak menangis. Leon sedari tadi melirik alice tanpa mengatakan apapun dia tau alice butuh waktu untuk menenangkan pikirannya. Setelah lebih dari 15 menit leon mulai membuka sebuah percakapan pada alice.
"sudah lebih baik?"
"em" alice mengangguk pelan dan membuka matanya, nafasnya sudah mulai kembali normal. Tapi matanya tidak tahan untuk menahan air matanya lagi. Dengan satu kalimat yang di ucapkan leon itu membuat pertahanan gadis ini melemah. Dia sedikit demi sedikit mengeluarkan airmatanya.
"tidak apa, kau bisa menangis dan marah sepuasnya disini" leon menyeka air mata di pipi alice dengan jarinya seraya memberi selembar tisu dan focus menyetir mobil lagi. Tangis alice makin menjadi mendengar kalimat leon, dia menumpahkan segala kekesalannya dengan menangis.
"apakah aku terlihat sangat murahan?" alice menatap leon sambil berusaha menghentikan tangisannya dan sesekali cegukan.
"hem?" leon sekilas melihat alice dan kembali focus ke jalanan
"tidak" jawaban leon begitu tegas
"kamu tau, diruangan tadi dia mengajakku untuk tidur bersamanya dan dia akan melunasi utangku" ekspresi bicara alice seakan menyiratkan kemarahan dan rasa jijik pada manajernya, leon sejenak terkejut ekspresinya mulai sedingin es matanya mulai menggelap namun dia menahan emosinya dalam diam dan masih berfokus pada jalanan di depannya. Alice melanjutkan perkataannya
"hahaha bahkan tua Bangka itu selalu melirikku dengan tatapan seolah aku ini seorang pelacur, kau tau sejak pertama kali kerja dia selalu melirikku bahkan pernah memelukku paksa!" alice mengingat kembali masa-masa sulitnya dengan nada kesal
"apa!!!" leon tersentak kemarahannya tidak bisa dibendung lagi, raut mukanya berubah marah dalam sekejap aura dingin pembunuh merebak, leon seakan menjadi iblis tampan yang siap membunuh seseorang. Alice yang terkejut dengan sikap dingin leon. Dia tidak tau pria ini bisa memiliki ekspresi seperti ini.
"huaaaa…" tangisan alice makin menjadi
Mendengar alice yang menangis makin kencang leon menghentikan mobilnya menepi jalan.
"ada apa?" leon masih bingung dan cemas
"kau menakutiku! Apa kau akan memarahiku juga sekarang?" alice masih menagis di sela perkataanya
Leon menyadari sikapnya telah menakuti gadis kecilnya ini, dengan lembut leon mulai mendekap alice dan mengelus lembut rambut panjang alice
"hahaha tentu saja aku tidak marah padamu, kau pasti terkejut tadi, maafkan aku. Aku hanya tidak bisa terima oleh sikap manajer itu padamu,.."
"andai kau ceritakan padaku dari awal, akan ku patahkan tangannya karna berani memeluk gadisku" leon mengeratkan pelukannya pada alice. Alice yang mendengar itu malah tertawa ia mengira leon mencoba menghiburnya.
"hahaha … lupakan saja, sekarang aku sudah tidak bekerja disana lagi dan sekarang aku mempunyai dirimu yang akan melindungiku"
"tentu saja! Kau milikku jadi aku akan menjagamu selamanya."
Aku tidak akan melupakan ini alice, dia telah melukai harga dirimu selama ini, akan ku berikan dia balasan yang setimpal, gemam leon yang masih memeluk alice.
"oke sekarang waktunya untuk bersenang-senang.." leon melepaskan pelukannya dan mulai menjalankan mobilnya lagi.
"hah? Apa maksudmu?" Tanya alice bingung.
"kita akan berbelanja kebutuhanmu, pakaian, handphone dan lainnya yang kau perlukan."
"bagaimana kau akan menghubungi sella jika tidak punya handphonekan?"
"o iya kau benar," alice baru menyadari bahwa dia tidak membawa handphone dan bahkan baju. Baju yang selama ini dia pakai adalah hasil pemberian dean dan juga pak li.
"tapi kita bisa mengambil milikku yang lama di rumahku"
"tidak, terlalu berbahaya jika kau kembali kesana dan juga kondisimu belum memungkinkan menghadapi mereka."
Leon benar aku tidak bisa kembali dengan kondisi seperti ini. Aku belum menyiapkan mentalku dan juga fisikku.
Bebrapa menit kemudian mereka sampai di pusat perbelanjaan yang sangat megah, mall itu milik xing grup tidak heran jika mall itu sangat mewah dan megah dan yang berbelanja biasanya adalah kalangan sosialita.
"wah! Leon kau tidak salah? Ini bukannya terlalu belebihan?" alice memandang mall itu dari balik jendela mobil. Dia tau bahwa leon mungkin terbiasa dengan mall ini apalagi ini milik perusahaannya. Tapi apa leon tidak takut dengan memmbawa gadis sepertiku kesini akan menimbulkan banyak gosip untuknya? Gumam alice
"tidak perlu khawatir kita akan menggunakan jalur vip, aku juga tidak suka keramaian jadi tidak akan ada yang menggangu kita"
"bu.. bukan itu maksudku" belum selesai alice berbicara leon sudah keluar dari mobil dan menghampiri sisi lain membukakan pintu untuk alice. Masuk seperti biasa saja sudah sangat mewah untuk alice apalagi menggunakan jalur vip dalam hati alice.
"selamat siang tuan, jalur vip sudah siap silahkan masuk" sambutan hangat dari manager mall kepada leon. Manajer itu terlihat sangat sopan dan menundukkan pandangannya sebagai bentuk penghormatan meskipun dihatinya ada rasa penasaran siapa yang dibawa oleh leon. Leon hanya menatapnya sekilas dan menggandeng alice masuk bersamanya. Di ikuti dengan manajer itu di belakang mereka.
Sesampai di dalam terlihat banyak sekali brand terkenal dan tidak ada seorangpun kecuali beberapa karyawan mall yang diam dan menundukkan pandangan mereka menyambut leon dan alice.
"ini.. ini .. ini dan itu" leon berjalan dengan cepat dan menunjuk semua pakaian wanita yang dia suka dan cocok untuk alice kemudian para karyawan mulai mengemasinya. Alice hanya mengikuti leon, dia masih tidak percaya apa yang dilihatnya dan kenapa pria tampan ini begitu gampangnya asal mengambil baju, jika dihitung-hitung harga baju-baju itu lebih dari gaji satu tahun alice bekerja pikirnya dalam hati. Saat berjalan mengikuti leon, pria itu tiba-tiba berhenti
"ada apa?" suara alice lirih
"hm… " leon mengalihkan pandangannya pada sebuah toko dengan etalase di penuhi pakaian dalam wanita. Alice mengikuti pandangan leon dan tiba-tiba mukanya memerah
"apa aku harus memilihkan ini juga untukmu? Tapi aku tidak tau ukurannya?" dengan memasang wajah tampan polosnya leon melihat kebagian dada alice. Alice menyadari itu dan tiab-tiba tangannya membuat garis pertahanan menutupi dadanya.
"hei apa yang kau lihat! Tidak perlu aku bisa memilihnya sendiri…" alice memukul pelan leon , wajahnya merona malu.
"hahaha baiklah aku hanya bercanda" leon tertawa sambil mencubit gemas pipi alice.
"oke aku akan memilihkan handphone untukmu, jika sudah selesai aku akan menyusulmu"
"oke!" kata alice seraya meninggalkan leon. Semua karyawan yang melihat tingkah leon yang sangat manis pada alice merasa iri dan kagum. Baru kali ini mereka melihat tuan muda membawa seorang wanita dan memperlakukannya bak seorang putrid dan juga alice Nampak bukan dari kalangan orang kaya meskipun wajah dan posturnya cantik. Bahkan ketika menemani adik perempuannya berbelanja saja leon akan memasang wajah dinginnya dan hanya duduk di ruang tunggu vip.
Dilain tempat di rumah lama alice masih ada beberapa preman yang berjaga , mereka di tugaskan oleh retenir itu untuk berjaga barangkali alice akan kembali kerumah itu. Siang itu terik matahari sangat menyengat dan preman-preman itu sudah mulai merasa bodan dan kehausan. Tiba-tiba seorang penjual minuman dingin melintasi rumah alice berserta gerobaknya, pakaiannya sedikit kumal dan wajahnya terlihat dekil namun tetap memancarkan ketampanannya. Raut mukanya ramah. Segera setelah melewati rumah alice dia menyapa para preman itu dengan kata-kata manis
"aduh panas sekali hari ini… apa kalian ingin membeli minuman dingin?" sapa pedagang itu pada para preman dan di tanggapi dengan raut kesal preman itu.
"hehehe aku akan memberi gratis pada kalian" dalam sekejap raut muka preman-preman itu mencair
Hehehe sesangar apapun kalian pasti tidak akan menolak barang gratisan kan hahaha gumam penjual itu.
"baiklah kemarikan minuman itu" teriak salah satu preman.
"tentu saja.. kalian pasti lelah menunggung," dengan senyum ceria pedagang itu memberikan minuman ke masing-masing orang dia mencoba mengakrabkan diri.
"aku sudah lama memperhatikan kalian dan merasa kasian dengan kalian, sebenarnya apa yang kalian tunggu disini" Tanya penjual itu dengan ramah. Ekspresi preman itu sejenak menakutkan namun dia mulai berbicara leluasa karna tidak curiga pada pedagang itu lagipula itu hanya pedagang biasa dan mereka juga manusia yang perlu bercerita tentang keluh kesahnya
"seorang gadis" nada sombong salah satu preman
"kenapa?" Tanya pedagang itu penasaran namun tetap memasang muka manisnya
"menagih utang, orang tuanya meminjam uang dan sekarang dia yang harus membayarnya"
"ow…" pedagang itu mengangguk seolah olah setuju dengan perkataan preman itu.
"kasian sekali gadis itu"
"hahaha untuk apa kasihan, dia memang seharusnya melakukan itu " salah satu preman menyenggol preman lainnya dan ikut tertawa
Dasar preman tidak tau diri, dimana rasa kemanusiaan mereka.. haha untung saja aku mencampur minuman itu dengan obat pencahar, kalian akan diare sepanjang hari nanti hahaha
" haha kalian benar juga, berapa banyak hutangnya?" pria itu mencoba mengakrabkan dan bersikap seolah setuju dengan preman-premna itu.
"hm.. sekitar 900 juta" jawab preman itu.
"ow hahaha… baiklah aku permisi dulu kalau begitu"
Penjual minuman itu pergi menjauh.
Hahaha bos kau pasti akan terkejut mendengar info yang aku dapatkan hahaha gumam pria itu dalam hati. Dia pergi dengan mobil sportnya menjauh dari kawasan kumuh itu.