Selepas menyelesaikan waktu istirahat makan siang mereka Yuju dan Bella berjalan berdampingan dengan keduanya yang memegang es krim vanilla.
"Yuju, kapan-kapan kita harus pergi ke Lotte World untuk bermain."
"Lotte World? Kau pernah ke sana?" Bella menggeleng.
"Belum pernah."
Lotte World ialah tempat wahana bermain outdoor yang penuh akan wahana yang sangat memacu adrenalin dan juga sangat menyenangkan. Tidak heran tempat itu tidak pernah sepi.
"Baiklah, kapan-kapan kita pergi ke sana," ucap Yuju.
"Kau juga harus mengajak Jae," ujar Bella.
"Hah?! apa kau gila? Tidak mungkin aku berani mengajaknya."
"Kenapa? Aku yakin dia pasti mau," ucap Bella.
"Hah... kau ini ada-ada saja."
Mereka kembali ke supermarket dan membukanya kembali. Pelanggan juga jauh lebih sedikit banyak dari sebelumnya, mungkin di karena kan waktu yang sudah hampir mendekati angka tiga.
Yuju juga membantu beberapa pelanggan paruh baya yang sering kali terlihat kesusahan melihat harga barang yang ingin mereka beli di karena penglihatan mereka yang sudah mulai kabur.
Dan itu salah satu hal yang sangat Yuju senangi dari pekerjaannya itu, yang sering kali mengingatkan nya pada sang ibu.
...
"Apa kalian belum juga mengerti?!" seluruh kepala yang berada di ruangan itu tertunduk seketika.
"Jika aku mengatakan aku tidak menyukainya, itu berarti tidak ada yang bisa merubah hal itu!" bentak Jae dengan marah.
Pria tampan itu kini tengah berada di ruang para pegawainya menciptakan game yang akan mereka rilis. Yang bahkan telah di nanti-nanti sejak lama oleh penggemar setia game dari perusahaan itu.
Hening.
Tidak satupun yang berani berbicara ataupun mengeluarkan suara.
"Kalian membuat kualitas game yang bahkan tidak ingin aku lihat."
"Sudah berapa lama kalian bekerja di perusahaan ini? aku bahkan tidak membayar kalian dengan murah. Tapi ini hasil yang kalian serahkan pada ku?!" lanjut Jae sambil menatap setiap pegawainya.
Jae sangat marah saat ini bukan karena tanpa alasan, ia marah di karenakan hasil dari kualitas game yang ia inginkan tidak sesuai dengan apa yang ia harapkan.
Apakah karena selama ini ia kurang keras pada pegawainya itu? Ataukah Jae yang jarang mengeluarkan suaranya untuk menegur mereka?
Jae kemudian berjalan kearah salah satu komputer milik pegawainya itu. "Minggir."
Sontak pria itu langsung berdiri dari tempat duduknya. Jae duduk di kursi milik pria itu, matanya melihat kembali game yang tertampil di layar komputer hitam itu.
Buruk.
Itulah kata yang cocok di berikan oleh Jae untuk menilai game itu. Jae lantas memutar kursi yang di duduki nya, kembali melihat kepala yang hampir berjumlah sekitar lima belas orang itu.
"Biar ku beritahukan kepada kalian. Setiap game yang di keluarkan oleh The Flaws, game itu harus terlihat realistis serta sangat nyata," Jae kemudian berdiri. "Untuk pertama kalinya kalian ku persilahkan untuk menciptakan game dari ide kalian sendiri dan lihat apa yang kalian lakukan! Dan jika kalian tidak suka dengan apa yang ku inginkan atau bahkan kalian tidak mampu untuk melakukannya maka SILAHKAN KELUAR DARI PERUSAHAAN MILIK KU!"
Semua pegawainya tersentak kaget mendengar bentakan marah yang sangat lantang dari Jae.
Selepas berbicara Jae langsung berjalan keluar dari ruangan itu dengan langkah lebar dan wajah yang sangat tidak bersahabat.
Verse yang juga menyaksikan ke marahan Jae tentu saja terkejut, ini pertama kalinya Verse mendengar Jae berbicara sangat panjang. Dan itu berhasil membuat Verse melihat sisi CEO dari pria itu yang membuat nya paham mengapa pria itu bisa menjadi CEO di umurnya yang terbilang masih muda.
Verse kemudian segera mengejar Jae yang mungkin sudah kembali keruangan miliknya.
...
Yuju duduk di bawah meja kasir. Ia memukul-mukul pelan kaki nya yang terasa pegal, ia sudah biasa merasakan pegal bahkan keram pada kedua kakinya.
akhir-akhir ini wanita itu bersemangat untuk bekerja entahlah mungkin karena tidak lama lagi dirinya akan menerima hasil dari kerja kerasnya atau kalian biasa menyebutnya dengan gaji.
Ah... iya lupa, ia berniat untuk bekerja di salah satu rumah makan Jepang kecil yang sangat dekat dari rumahnya. Pagi tadi matanya tidak sengaja melihat kertas yang tertempel pada kaca rumah makan itu yang berisikan bahwa mereka sedang membutuhkan pekerja tambahan.
Dan ia tertarik. tapi ia bingung bagaimana ia bisa membagi waktunya yang sebagian besar untuk bekerja di supermarket ini. Mungkin nanti bisa ia tanyakan pada Bella.
Kalian heran bukan? Kenapa wanita itu malah ingin mengambil pekerjaan tambahan. Bekerja di supermarket ini saja sudah terlihat sangat melelahkan, apakah masih kurang melelahkan?
Entahlah... hanya Yuju saja yang tau alasannya seorang diri.
Layar ponsel Yuju menyala.
Satu pesan masuk pada ponsel itu.
Yuju meraih ponselnya, kemudian membuka pesan itu dan membacanya.
Dari Jae.
Selesai membaca pesan itu Yuju tersenyum dan jari-jarinya bergerak dengan lincah membalas pesan dari pria itu.
Dan secepat mungkin menekan tombol keluar dari ponselnya. Yuju tersenyum lebar yang mungkin jika kau melihatnya akan kau anggap seperti orang bodoh.
"Yuju! bisakah kau bantu aku sebentar di sini?!" teriak Bella.
"Ahh... tunggu aku akan ke sana!"
...
BRAK
Sudah hampir tiga puluh menit berlalu selepas kemarahan Jae yang tadi bisa di katakan cukup menakutkan.
Namun sepertinya kemarahan pria itu belum juga reda. Seperti saat ini, Jae menendang meja kebesarannya dengan sangat keras.
Yang bahkan Verse yakin suaranya terdengar hingga di luar ruangan pria itu.
Boleh Verse jujur? Melihat sisi Jae yang seperti ini di depan matanya membuatnya merasa merinding dan cukup takut.
Ia seperti melihat orang lain di dalam diri Jae yang bahkan tidak bisa untuk Verse jelaskan. Jae tampak sangat berbeda.
"SIALAN!" umpat Jae.
Lihat! bahkan pria itu mengeluarkan umpatan.
"T-tuan Jae... sebaiknya anda tenang," ucap Verse tergagap. Ia berusaha memberanikan dirinya.
Jae menyikap rambutnya yang terjatuh menutupi dahi miliknya, pria itu kemudian bertolak pinggang dengan dada yang naik turun.
Pria itu sedang berusaha mengatur amarahnya. Kaki nya kemudian melangkah kearah kursi dan mendaratkan bokongnya.
Jae mengeluarkan sebatang rokok dari balik jas nya dan menghisap sebatang rokok itu. Kebiasaan dirinya jika ia sedang stress.
Verse membulatkan matanya melihat Jae yang merokok di ruangan miliknya. Bagiamana jika saja tiba-tiba salah satu pegawai pria itu masuk ke dalam ruangan Jae?
"Tuan... apakah tidak sebaiknya anda untuk tidak merokok di ruangan anda?" tanya Verse sedikit memberi saran.
Jae melemparkan tatapan tajamnya pada Verse yang seolah-olah mengatakan bahwa dirinya sedang tidak ingin di ganggu.
Alhasil Verse hanya berdiri di ujung sana, tidak lagi berani untuk menegur pria itu. Ia sungguh sangat paham beban pikiran yang di miliki oleh pria seperti Jae.
Jae memijat batang hidung mancungnya. Ia sungguh sangat pusing dan stress memiliki pegawai yang sangat tidak berguna.
lima belas menit ia habiskan untuk menghabiskan sebatang rokok miliknya. Ia segera beranjak dari kursinya. Dan berjalan kearah pintu.
Ia memperbaiki jas yang ia kenakan agar terlihat rapi.
Sebelum tangan itu meraih gagang pintu Jae berbalik. "Antar aku."