webnovel

Anaya Yang Terluka

Usai merayakan lebaran Senja kembali bertemu dengan teman-teman Fajar termasuk Langit di acara makan-makan yang Puspita adakan di rumahnya untuk merayakan pesta ulang tahun sederhana untuk Fajar sekalian acara silaturahmi setelah idul Fitri.

Semua wanita sekarang ada di dapur membantu Puspita membereskan hidangan selain Senja ada Praya dan Anaya juga dua gadis lainnya.

"Makasih loh, kalian sudah datang lebih awal. Tante berasa udah tua banget ketemu kalian." Ujar Puspita sedikit tertawa. Ia sedang memotong buah, untuk ditata di wadah bundar.

Tadinya makan-makan ini hanya untuk sekeluarga saja, tapi tiba-tiba Aditiya menyarankan Fajar mengundang teman teman dekatnya saja sekalian berlebaran baginyang sudah ada di Jakarta. Jadi tidak ada persiapan semuanya hanya ala kadarnya saja.

"Sama-sama, Tante." Praya membantu Puspita membersihkan buah yang akan dipotong selanjutnya.

"Jadi yang satu kerjaan sama Fajar itu, Langit? Terus gimana kalian bisa pada ketemuan, akrab lagi?" buah semangka yang ada di atas meja mulai Puspita belah. Warnanya merah menggoda mengandung banyak air.

"Aku sama Fajar satu fakultas, Tante. terus kita pada reunian Fajar bawa langit aku bawa Anaya. ga sengaja ketemu, tadinya aku sama Fajar juga ga akrab, Tante. Cuma waktu itu saling kenalan aja terus Fajar minta nomor Anaya dan katanya Langit minta nomor aku." Praya tertawa kecil mengingat perkenalan iseng-isengnya bersama Langit malah berujung keseriusan langit.

"Oo… jadi kalian saling tukeran ya?" Puspita tertawa kecil. "Mungkin jodoh, ya? katanya kalian juga udah tuker cincin?"

"Belum resmi, Tante. Baru Langit ngelamar aku pribada terus acara resminya bulan depan," tutur Praya beserta senyuman malu-malunya.

"Syukur deh, ga bagus juga kalo pacaran terlalu lama. Kata orang jaman dulu pamali." Mereka tertawa kecil bersama sampai buah sudah siap Puspita potong untuk mengisi nampan yang lain.

Puspita tidak bermaksud menyindir Anaya tapi entah mengapa hati Anaya terasa teriris dan ditambah harus menunggu Fajar dua tahun lagi.

Mereka yang ada di sekitar rumah Anaya pasti sering curi lihat saat Fajar selalu datang menjemput, orang lain berpikir pasti interaksi keduanya melebihi pacaran.

Terkadang untuk menjaga nama baik orang taunya Anaya memilih untuk pulang sendiri dan melarang Fajar jangan terlalu sering mengantarnya.

"Anaya, katanya ayahnya dipindahkan tugasnya ya?" Puspita melihat calon menantunya yang serius menata minuman gelas tapi tepatnya terlihat sedang memikirkan sesuatu.

"Naya!? Ko bengong? Tante Puspita dari tadi nanya kamu." Praya yang menyikut siku Anaya agar gadis itu sadar dari lamunan jauhnya.

Praya tahu Anaya sedang memikirkan keinginan Fajar yang memintanya menunggu dua tahun lagi, sedangkan dia anak pertama yang tidak berselisih jauh dengan adiknya yang juga sudah memiliki calon.

Anaya seringkali cerita pada Praya tentang ibunya yang terkadang bertanya bagaimana Fajar sebenarnya? Jika tidak ada keseriusan ibunya meminta Anaya untuk mencari pria yang serius untuk menikah.

"Eh… iya, Tante. Anaya ngelamun tadi, maaf ya Tante."

Anaya sangat tahu ibu Fajar sudah sangat baik dan menerimanya, ia juga dekat dengan Senja tapi nyatanya itu tidak cukup bagi Fajar untuk segera menikahinya dan tetap memilih untuk menunggu adiknya lulus SMA dulu.

Anaya juga tidak ngebet untuk cepat-cepat menikah. Hanya saja, pandangan orang lain tentang pacaran yang terlalu lama memunculkan pandangan miring orang.

"Ya sudah gapapa, Anaya." Puspita tersenyum lembut pada anak gadis itu. "Kamu sudah selesai? Kita bawa ke depan."

Kemudian Puspita memanggil senja. "Senja!"

Begitu namanya dipanggil anak gadis itu langsung berlari menghampiri Puspita.

"Bawa yang itu! hati-hati pelan-pelan jangan sampe tumpah. Sampe tumpah awas ya!" Puspita membulatkan matanya.

"Siap, Bun. Senja pelan-pelan bawanya." Anak itu segera keluar membawa nampan berisi buah-buahan yang sudah tertata rapi di belakangnya diikuti Praya barulah Ananya.

Anaya yang baru saja keluar membawa mangkuk berisi sirup langsung dibantu Fajar. "Aku yang bawa." Mangkuk itu berpindah pada tangan Fajar keduanya saling tersenyum meskipun dalam senyuman Anaya tersimpan kesedihan.

Puspita melihat interaksi keduanya bukan ia tidak menyetujui Anaya? Hanya Fajar masih saja keras kepala menunggu adiknya dewasa.

Puspita tahu bagaimana perasaan Anaya mendengar Praya dilamar Langit sedangkan yang Puspita tahu mereka tidak terpaut jauh saat awal menjalin hubungan.

Obrolan santai diselingi tawa mengisi waktu siang itu terkadang ada yang menceritakan hal lucu sampai ada yang membagikan kisah mistisnya saat di kantor.

Puspita yang serius mendengarkan para teman putranya bercerita merasakan tangannya dibelai halus oleh sang suami. Ia menoleh melihat Aditiya yang masih membelai lengannya, mengingat masa lalu saat keduanya masih muda.

"Mereka sudah dewasa, rasanya baru kemarin Fajar belajar jalan." Aditya rasanya tidak rela menyaksikan kedua anaknya telah dewasa.

Rasanya ia masih ingin kedua anaknya berlari tertatih tatih menyambutnya setiap sore di garasi rumah.

Puspita menyandarkan kepalanya pada lengan Aditya. "Berarti kita udah tua ya Mas? Senja aja udah dewasa." Hanya keduanya yang tenggelam di masa lalu sedangkan semua teman-teman Fajar asik bercerita sampai tertawa terbahak.

"Tante, Om, gabung. Kita lagi nyusun acara buat naik gunung. Langit pengen naik gunung katanya sebelum naik gunung betulan." Mereka semua tertawa. Langit melempar kulit kacang pada sanga bermulut besar.

"Maaf Om, dia emang barbar." sahut yang lainnya yang tidak Aditya hapal siapa saja nama teman Fajar.

Orang tua Fajar hanya mengenal Langit dan Praya.

"Om mau bantu ibunya Fajar sebentar kalian lanjutin aja." Aditya mengikuti langkah istrinya menuju dapur untuk membereskan sedikit alat-alat sisa masak tadi.

Anak-anak muda itu kembali fokus pada pembahasan mereka soal acara minggu depan. "Minggu depan? Aku sama Fajar udah dapet cuti. Gimana kalian?" tanya Langit pada kekasihnya dan yang lainnya.

Anaya dan Praya saling melihat. "Ya udah, besok aku izin cuti juga."

"Di sini egga adakah yang mau belain Senja? Aku mau ikut juga loh." Anak gadis kecil itu terlihat mengerucutkan bibirnya, ia tidak masuk dalam daftar rencana kakaknya untuk mendaki gunung, padahal Senja sangat ingin ikut.

Praya tersenyum. "Aku sih setuju kamu ikut, banyak juga ko yang bawa anak kecil. gunungnya juga gak terlalu berbahaya cocok buat pemula. Tapi gimana kakak kamu."

Percuma jika Senja kembali merengek yang ada ia malah kena omel Fajar lagi. Jadi semoga Fajar sadar para penghasut yang Senja pancing dengan wajah polosnya untuk merayu Fajar.

"Kalian itu adik kakak cocok banget, nggak kaya langit sama adik kembarnya," ujar Praya melihat Senja yang begitu patuh pada Langit.

Langit menarik hidung Praya. "Aku akur ko sama mereka, tapi kayanya mereka pengennya punya kakak perempuan kaya kamu." Langit tertawa kecil mengingat kedua adik kembarnya lebih dekat dengan Praya dibandingkan dirinya.

Jika sudah si kembar yang merengek ditambah kekasihnya, Langit sudah pasti kalah telak.

Bersambung ...

Terima kasih kakak-kakak, jangan lupa dukung terus buku ini masukan dalam rak baca kakak-kakak sekalian