webnovel

Cinta Pertama Tidak Pernah Berhasil

Kemarin, ga sengaja ketemu dia sama Mila, pas lagi jalan sama, Mas Fajar." tutur Senja. Ini yang disebut patah hati, Fajar sering mengingatkan cinta anak SMA itu lebih berbahaya dibanding cinta anak kuliah yang sudah mulai punya pemikiran dewasa.

Iris menutup mulutnya spontan. "Jadi lo udah tahu duluan, ya ampun. Parah mereka. Harusnya Nandar urus hubungan kalian dulu baru jadian sama cewek itu."

"Ya udahlah Ris, kita juga pacaran biasa aja ngga kaya pacaran," sesal Senja menerima keadaan adalah hal yang paling baik. Selagi ia juga memang tidak bisa memberikan Nandar atas haknya sebagai kekasih, Senja sadar itu. Porsi pacaran mereka sangat sedikit dibandingkan pasangan lain.

"Tapi dia cinta pertama elo, Ja. Lo bilang sendiri baru kali ini ada cowok yang bisa bikin lo inget terus. Dan lo mau nerima dia diantara puluhan cowok yang suka sama lo dari kelas sembilan."

"Terus gue harus apa, Iris? Minta tanggung jawab, ngaco deh." Senja tertawa. Gigi gingsul di kedua sisinya semakin terlihat menambahkan manis senyumannya.

"Ya, nggak juga sih. Minimal minta maaflah dan putusin elo secara baik-baik ngga maen kabur sama cewek lain. Udah gitu, itu cewek nggak tau malu. Kalo gue mah ogah sama cowok yang udah jelas punya pacar. Cowok jomblo masih bertebaran."

"Jadian sama ketua OSIS mau ga? Filing gue dia suka sama lo, tapi sayang Lo kurang peka sama sinyal asmara." Iris tertawa.

"Nggak. Sekarang ia katanya gapapa pacaran kayak temenan ketemu di sekolah aja. Nggak ada acara kencan atau jalan bareng. Serius gak papa. Nyatanya dia pergi sama cewek yang bisa diajak jalan." Senja tertawa sumbang.

Mungkin untuk awal ketua OSIS itu akan bermulut manis menerima peraturan pacaran Senja yang gak boleh jalan keluar, yang lebih tepatnya dilarang pacaranan.

"Kaya Nandar dong." Keduanya tertawa.

***

Saat pulang sekolah ternyata Mega masih belum puas mengejek Senja, ia kembali menertawakan hubungan Senja yang kandas. Dulu Senja begitu dipuja sekarang dicampakkan tanpa harga, dulu semua orang kerap memberi siulan jika Nandar sudah ke depan kelas Senja untuk menjemputnya ke kantin.

Sekarang ternyata Senja baru tahu jika banyak sekali yang tidak menyukai hubungannya bersama Nandar. Mereka semua puas melihat sendu di mata Senja.

"Ini malem Minggu ya? Ada yang merana dong." Mega dan adiknya kembali tertawa sambil melewati langkah Senja menuju gerbang depan.

Iris yang mendengar sudah ingin maju, paling tidak menjambak rambut dua anak kembar itu.

Senja menahan siku Iris. "Jangan kepancing, mereka makin seneng kalo kita kepancing."

"Sumpahnya, Lo bisa-bisanya tenang. Kalo gue udah mencak-mencak dari tadi. Geregetan pengen ngelakban mulut nyinyir mereka." Sarkas Iris. Bibirnya langsung terkatup begitu melihat Fajar yang bersandar di luar mobilnya.

Begitu Senja sampai di samping mobil. Ia membuka pintu mobil setelah tadi berpamitan pada Iris yang diantar pulang oleh kekasihnya. "Tumben Mas. Bisa pulang cepet?" tanya Senja setelah duduk di samping Fajar.

"Izin keluar, nanti balik lagi ke kantor. Mas abis beli alat-alat buat naik gunung nanti. Banyak yang sudah rusak ternyata. Kamu kenapa?" Tanya Fajar mulai menghidupkan mobil.

Senja harus mencari alasan yang tepat agar Fajar tidak curiga dan berakhir terus menanyainya. Senja tidak mau akhirnya Fajar marah, apa lagi jika sampai menemui Nandar.

Senja melihat jok belakang mobil. Napasnya tertarik pelan, lantas melirik Fajar dengan jengkel. "Ikut Mas!" Ujarnya kesal. Berpura-pura mengalihkan pertanyaan Fajar, wajhanya juga telah kembali berubah ceria.

"Iya nanti!" Kata Fajar datar.

"Kita ke puncak aja sama ayah, ibu." Lanjutnya sambil melirik Senja yang terlihat menggembungkan pipinya lantas melipat tangan nya, kesal.

Fajar tidak bisa menahan tawanya melihat adik perempuannya merajuk dari kemarin.

"Puasin ketawanya Mas. Mana tahu nanti udah gak bisa ketawa." Senja masih merajuk. Bibirnya terlipat kesal.

"Udah dong jangan ngambek terus, nanti Mas bawain oleh-oleh dari gunung. Udara. Mau?" Fajar kembali terkekeh kecil dan akhirnya Senja tidak tahan jika tidak memukul lengan Fajar berkali-kali.

"Sakit, Dee!" Keluh Fajar masih dengan tawa.

"Mas Fajar!" Rajuk Senja. Ia semakin kesal dan Fajar malah semakin tertawa melihat anak gadis itu memajukan bibirnya.

Setelah mengantarkan Senja, Fajar kembali ke kantor. Untuk menutup pekerjaan Fajar karena cuti satu minggu nanti setelah lebaran, Fajar menyelesaikan semua pekerjaannya sekarang. Ia juga harus memotong jatah cuti lebarannya untuk ditukar pada hari pendakian nanti. ia membawa kotak kardus berisi barang yang Langit titip untuk dibelikan tadi.

Fajar sampai pada meja Langit, kemudian meletakan kardus itu. Langit yang masih sibuk dengan ketikannya langsung melihat Fajar. "Thanks, ya." ia meraih kardus itu kemudian meletakan di kolong meja kerjanya.

"Mm…" Fajar melihat pintu ruang kerja manajernya. "Pak, Bara. Ada ga di ruangannya?" tanya Fajar. Ada beberapa pekerjaan yang akan ia geser ke hari ini dan butuh persetujuan atas nya itu.

"Kayaknya belum datang, belum keliatan lewat dari tadi." jawab Langit. Ia sudah kembali pada komputer, suara ketikan pada komputernya kembali terdengar.

"Mm, kalo udah keliatan lewat. Kasih tahu ya!" Fajar menepuk pundak Langit, setelahnya ia kembali pada mejanya melanjutkan pekerjaan.

Fajar mempersiapkan materi meeting untuk besok saat salah satu teman wanitanya datang.

"Ini, Mas Fajar fotocopy." Aisyah meletakan di meja Fajar.

"Makasih, Ai." Fajar tersenyum mengambil lembaran kertas itu, untuk ia lihat terlebih dahulu. Jika ada kesalahan Fajar akan langsung memperbaiki kemudian meminta ulang bagian fotocopy.

"Sama-sama, Mas. Cutinya mau lama ya, Mas? Ko semua dikerjain sekarang." Tanya Aisyah.

Aisyah menarik kursi kerjanya untuk duduk di samping meja Fajar, menunggu jika ada kesalahan ia tidak perlu mondar-mandir.

"Sama aja kaya cuti biasa, cuma aku alihin dari cuti Idul Fitri ke bulan depan."

Fajar masih serius melihat lembaran keretas tadi, sedangkan Aisyah sesekali melihat garis wajah Fajar. Fajar memang menawan ditambah semua orang kantor tahu Fajar bukan tipe pria penggoda wanita, ia sangat menghargai wanita.

Aisyah pun kagum melihat bagaiman Fajar bicara dengannya yang penuh kesopanan dan tatapan matanya tidak memperlihatkan seperti pria pada umumnya.

"Okey, ini. Udah bagus semua." ujar Fajar sedikit mengangkat lembaran keretas tadi.

Hampir saja Aisyah tertangkap basah sedang memperhatikan Fajar.

"Eehh... iya. Oke, Mas. Selamat buat cutinya ya." Aisyah meninggalkan Fajar untuk kembali ke mejanya.

Fajar kembali bekerja sampai jam tuju malam, ruangan sudah mulai sepi sebagian sudah ada yang pulang hanya tinggal beberapa orang yang tersisa. Salah satunya Langit ia terdengar sedang bercanda dari telepon dengan Praya, kekasihnya.

Fajar ikut bahagia sahabatnya bisa menemukan jodohnya segera. Fajar melirik ponselnya belum ada pesan dari Anaya.

Apa wanita itu pulang sendiri?