webnovel

Spin-Off: “Shinomiya Riku” (Bagian 3)

"Kasihan sekali, padahal mereka masih kecil."

"Kudengar mereka juga tidak memiliki kerabat yang bisa merawat mereka."

"Ya ampun, apa yang akan terjadi kepada mereka nantinya?"

Terdengar suara bisikan dari orang-orang yang menghadiri pemakaman kedua orang tuaku, tapi aku sama sekali tidak memperdulikan mereka.

Aku sekarang berdiri tepat di depan peti mayat ayah dan ibuku, yang saat ini sedang ditangisi oleh banyak orang. Di sana, bersama dengan adikku, aku hanya menatap semua jalan upacara pemakaman ini dengan mata yang kosong.

Sama sekali tidak ada air mata yang menetes. Itu benar-benar mengejutkan untuk mendapati diriku yang sangat tenang di saat seperti ini.

"Hiks, hiks, hiks, Ayah… Ibu…"

Tapi, berbeda dariku, di sampingku Shina menangis dengan terisak-isak. Aku dapat merasakan tangannya yang menggenggam tanganku dengan sangat erat sambil mengusap air matanya dengan tangan satunya lagi.

Semenjak kejadian itu, dia terus menangis tanpa henti. Aku cukup kewalahan untuk menghentikannya ketika dia tau jika ayah dan ibu sudah meninggal. Dia terus saja merengek dan tidak mau meninggalkan mereka. Tapi, untungnya sekarang dia menjadi sedikit lebih tenang.

"Jangan khawatir, Shina. Kakak akan menjagamu, kau tidak sendiri. Kakak akan selalu berada di sisimu apapun yang terjadi, jadi kau tidak perlu menangis?" ucapku sembari tersenyum lembut.

Aku berlutut dengan pandangan yang sejajar dengan adikku dan mengelus kepalanya untuk menghibur dirinya.

"Hiks, Onii... -sama." Dia meringis, tapi dia juga berusaha untuk tidak menangis lagi.

Melihat itu, aku memeluknya dengan erat. "Kau baik-baik saja, Shina. Kakak akan selalu bersamamu, kakak janji tidak akan pernah meninggalkanmu," ujarku, sembari membiarkan gadis itu menangis di dalam pelukanku.

Kemudian, setelah dia menangis sepuasnya, Shina tertidur, aku yakin dia sudah sangat lelah karena dari semalam dia belum tidur. Aku memutuskan pergi meninggalkan tempat pemakaman untuk membaringkannya di tempat tidur terlebih dahulu.

Setelah itu, aku berniat untuk kembali ke tempat pemakaman. Namun, ketika aku dalam perjalanan, seseorang tiba-tiba memanggilku.

"Apa benar kau yang bernama Riku?"

Aku tersentak dan dengan cepat membalikkan badanku untuk melihat orang tersebut.

"Siapa kau?" tanyaku dengan tatapan yang tajam dan penuh waspada.

"Mohon maafkan aku karena tiba-tiba memanggilmu. Aku adalah teman Seiji-san saat kami SMA dulu, namaku Shinomiya Gorou. Ini kartu namaku jika kau tidak percaya," ucap pria berparas keras dengan badan tegap itu sembari memberikan kartu namanya kepadaku.

Teman ayahku ya...

Aku sama sekali tidak tertarik, malahan itu hanya membuatku semakin mencurigainya. Aku terus menatapnya dengan tatapan yang tidak senang.

"Jadi, apa yang kau mau? Jika kau berniat untuk mengadopsi kami hanya untuk mendapatkan uang dari asuransi ayah dan ibuku, pergilah! Kau membuang-buanh waktuku," tolakku dengan tegas.

Sudah lebih dari lima orang yang mengaku sebagai teman dari ayah dan ibuku, hanya untuk mendapatkan hak dari uang asuransi milik orang tuaku.

Tentu saja, aku menolak mereka semua. Meskipun mereka mengatakan sesuatu yang bodoh seperti kami masih kecil jadi kami memerlukan orang dewasa untuk hidup, aku tidak peduli. Tidak akan kubiarkan sampah-sampah seperti mereka menyentuh adikku dan apa yang kumiliki lagi.

"Seperti yang diduga dari anaknya, kau sangat pintar." Tapi, ketika mendengar itu, pria itu sama sekali tidak terusik, dia justru tersenyum tipis ketika dia mendengarku yang menolaknya.

"Huh? Apa maksudmu, kakek tua? Sudah kubilang pergilah, aku tidak butuh—"

"—Tolong jangan salah paham dulu, nak. Aku tidak ada niat untuk mengambil sepeser pun uang kalian di sini," potong pria itu sebelum aku sempat menyelesaikan kalimatku, dia terdengar sangat percaya diri, tapi aku yakin itu hanya kebohongan.

"Heh, apa kau pikir aku akan mempercayainya?"

"Tentu saja, aku tidak berpikir bisa mendapatkan kepercayaanmu dengan mudah. Tapi, pertama, kenapa kau tidak melihat kartu namaku dulu, setelah itu kau akan tau jika aku sama sekali tidak memerlukan uangmu," ujar pria itu yang masih bersikeras dan memberikan kartu namanya sekali lagi.

Aku masih menatapnya dengan penuh waspada.

Dia benar-benar berisik.

Apa kau segitunya menginginkan uang kami? Haruskah aku melarikan diri, ini tidak akan pernah selesai-selesai. Kurasa aku akan menerima kartunya, setelah itu berpura-pura tidak tau apa-apa dan pergi meninggalkan tempat ini.

Itu lebih baik daripada terus menekannya.

Itulah yang kupikirkan sesaat yang lalu. Tapi, begitu aku melihat kartu namanya, mataku langsung terbuka lebar dengan tidak percaya.

"Ini?!" Tubuhku gemetaran, aku mengernyit dengan wajah yang bermasalah, kemudian berteriak keras. "Pemimpin dari Shinomiya Group, Shinomiya Gorou!" Aku benar-benar terkejut.

Aku pernah mendengar namanya di dalam stasiun televisi. Dia adalah salah satu dari orang terkaya di Jepang, memiliki lebih dari 1000 perusahan di luar dan di dalam negeri, dengan kekayaan yang mencapai 200 Triliun yen. Dia merupakan salah satu dari orang yang berdiri di puncak industri dunia.

Aku benar-benar tidak sadar ketika dia memperkenalkan dirinya karena aku terlalu berwaspada dengan orang-orang di sekitarku.

Selain itu, aku sama sekali tidak melihat adanya jejak pemalsuan di kartu tersebut, jadi apakah itu benar-benar dia?

Tapi, apa yang orang besar seperti itu lakukan di sini? Dia bilang dia teman SMA ayahku, tapi ini benar-benar sulit terpercaya. Aku tidak percaya ayahku yang bodoh itu memiliki koneksi seperti ini, kenapa dia tidak pernah menceritakannya?

Saat melihatku yang tercengang dan ragu-ragu, pria itu tiba-tiba tersenyum lebar dan berkata.

"Sekarang kau sudah tau kan kalau aku tidak berniat untuk merampokmu? Jangan khawatir, aku tidak ada niat untuk mecelakaimu dan juga adikmu. Aku hanya memiliki hutang dengan kedua orang tuamu, jadi aku hanya ingin membayarnya," ucap Gorou dengan raut wajah yang tulus, sambil mengulurkan tangannya ke arah.

Awalnya aku masih sedikit berwaspada, tapi mengetahui bahwa ini merupakan kesempatan yang langka, aku menjabat tangan pria itu setelah mengumpulkan semua tekad yang kumiliki.

"Baiklah, aku akan menjadi anakmu," jawabku dengan keputusan yang sudah bulat.

Yah, lagipula aku memang memerlukan wali yang bisa menyongsong hidup kami. Aku juga tidak merasakan adanya niat buruk darinya, jadi kurasa tidak ada masalah untuk menjadi anak tirinya.

Jujur saja, aku juga memiliki pilihan lain untuk hidup sendiri dengan adikku, tapi itu akan membuat semuanya menjadi serba merepotkan. Ini memang menjengkelkan, tapi apa yang para sampah katakan itu benar.

Anak kecil tidak bisa hidup sendiri tanpa orang dewasa. Jadi kurasa dengan ini, kami bisa memulai hidup kami lagi dengan lebih baik.

Tapi—

"…."

Selagi aku membayangkan sebuah kehidupan baru yang akan kami jalani mulai sekarang.

Layaknya mimpi buruk yang tak pernah berakhir.

Semua kebahagiaan itu hancur hanya dalam sekejap mata.

Setelah upacara pemakaman orang tuaku selesai, Shina tiba-tiba mengalami demam yang mengerikan dan karena itu juga dia terpaksa harus dirawat dilarikan ke rumah sakit. Namun, semua tidak berakhir hanya sampai di sana.

Dari apa yang dokter katakan ketika dia memeriksa adikku. Dia bilang jantungnya tiba-tiba melemah secara drastis, dan jika dia tidak dirawat dengan perawatan yang benar, nyawanya bisa saja terancam.

Saat mendengar itu—

'Crak'

—Aku merasakan sesuatu yang pecah di dalam diriku.