webnovel

Spin-Off: “Shinomiya Riku" (Bagian 2)

Keesokan harinya, kami mulai bersiap-siap untuk pergi piknik.

"Hei, Riku, tidak bisakah kau membantu ayahmu ini untuk membawa semua barang-barang ini. Apa kau tidak berniat untuk menunjukkan sifat pria sejatimu sedikit?" panggil ayah ketika dia sedang memasukkan semua barang bawaan kami ke dalam bagasi mobil.

Mendengar itu, aku yang saat ini duduk di depan rumah sambil memakan permen, menjawabnya dengan nada suara yang santai.

"Tidak, ayah. Sebenarnya saat ini aku juga sedang bekerja, karena impianku saat besar nanti adalah menjadi seorang CEO. Saat ini aku sedang latihan untuk memantau karyawanku yang sedang bekerja... Ayo cepatlah, jangan banyak mengeluh dan angkat semua barang-barang itu. Bukankah sudah menjadi tugas orang tua untuk mendukung impian anaknya?"

"Sial, aku yakin kau pasti akan membuat industri gelap nantinya. Ayah benar-benar mengkhawatirkan masa depanmu. Aku hanya bisa berharap kau tidak ditikam dari belakang oleh orang kepercayaanmu sendiri."

"Makasih untuk nasehatnya, tapi jangan khawatir, ayah. Aku tidak berniat untuk membuat sesuatu seperti orang kepercayaan. Semua orang akan bergerak di telapak tanganku jika aku menampar mereka dengan uang yang banyak."

"Kau CEO terburuk yang pernah ada. Terkadang ayah bertanya-tanya apa kau benar-benar anak ayah atau tidak? Darimana sifatmu itu berasal? Apa kau benar-benar memiliki gen dari ayah dan ibumu?" ujar ayahku dengan wajah yang lelah.

Meragukan anaknya sendiri seperti itu, dia benar-benar ayah yang terburuk.

"Jangan khawatir, yah. Aku jelas memiliki gen ibu, kejeniusanku berasal dari gen superiornya. Tapi, kurasa ayah benar, aku juga terkadang berpikir apa ayah benar-benar ayahku atau tidak?"

"Baiklah, mari hentikan topik pembicaraan ini. Ayah minta maaf! Jadi tolong jangan dilanjutkan lagi pembicaraan yang sensitif ini atau ayah akan mulai meragukan cinta ayah sendiri!" teriak ayahku dengan putus asa dan berusaha untuk tidak memikirkan apa yang kukatakan dengan serius.

Dia benar-benar ayah yang merepotkan.

Setelah itu, selagi kami terus berbicara seperti ini, pintu rumah tiba-tiba terbuka dan di sana Shina bersama dengan ibu berjalan keluar.

"Maaf membuat kalian menunggu."

Mereka saat ini mengenakan gaun one-piece berwarna putih dan topi jerami yang serupa. Itu sangat cocok untuk pakaian musim panas seperti sekarang. Tidak hanya itu, mereka juga mengepang rambut hitam panjang mereka dengan gaya yang sama, menjadikan mereka berdua sebagai kombo yang sempurna untuk seorang gadis cantik di musim panas.

Melihat itu, aku dan ayahku diam membeku.

Kami sama-sama terpesona dan terpikat oleh kecantikan mereka berdua.

"Bagaimana menurut kalian?" tanya ibuku dengan senyuman lembut dan mengayunkan sedikit gaunnya dengan anggun.

"Onii-sama, apa Shina cantik?" tanya Shina yang juga ikut meniru gerakan ibuku.

Saat itu juga, secara bersamaan aku dan ayahku memberikan jempol mantap kami kepada mereka berdua.

Tampaknya aku benar-benar anaknya.

****************

"Baiklah, apa semuanya sudah siap? Apa tidak ada yang ketinggalan?" tanya ayahku begitu dia memasuki mobil dan duduk di kursi pengemudi bersama ibu di sampingnya. Sedangkan aku dan Shina duduk di kursi belakang.

"Semuanya sudah siap, yah!" jawab Shina dengan antusias.

Tapi, yang menjawab hanya dia, jadi itu membuat orang tua itu sedikit tidak senang.

"Hei hei, aku tidak mendengar suara anakku yang satunya lagi, apa mungkin dia ketinggalan?" Melihatku yang tidak menjawab, ayahku bertanya sekali lagi, dan semua orang melihat ke arahku dengan mata yang penuh harapan.

Ya yah, baiklah, aku akan melakukannya, aku hanya perlu bersorak, kan?

"O-Ooohh…" seruku dengan suara yang pelan.

Ini sedikit memalukan.

"Hei hei, aku masih belum mendengarmu?!" tanya ayahku sekali lagi.

Itu membuat alis mataku berkedut.

Dia benar-benar berisik.

"O-Oooohhh!"

Aku mengangkat tanganku dan bersorak dengan suara yang lebih keras lagi.

Mendengar itu, ayahku tersenyum dan dia mulai menghidupkan mesin mobilnya.

"Bagus, sepertinya semua sudah siap. Waktunya berangkat! Pegangan yang kuat, karena ayah akan membalap!" ujar ayahku dan dia mulai menjalankan mobilnya.

"Yeeyyy~!"

Di sisi lain, ibu dan adikku terlihat sangat kompak.

Mereka benar-benar keluarga yang berisik.

Aku menghela nafasku dengan lelah.

Hanya melihat mereka saja sudah membuatku capek.

Saat mobilnya mulai berjalan, aku menyandarkan kepalaku di dekat jendela mobil dan melihat ke arah luar mobil dengan wajah yang lesu.

Ini pasti akan menjadi hari yang sangat melelahkan.

Sembari memikirkan hal itu, kami akhirnya berangkat untuk pergi piknik bersama.

****************

Selama perjalanan, sama sekali tidak ada kendala apapun yang terjadi. Aku dengan santai memakan jajan yang kubawa bersama adikku, sedangkan ibu dan ayahku juga asik mengobrol dengan diri mereka sendiri.

"Onii-sama, saat sampai di sana, apa yang akan kau lakukan?" tanya Shina.

"Apa yang akan kulakukan ya? Kurasa aku hanya akan pergi berburu kumbang badak," jawabku sambil memakan keripik kentang.

Mungkin karena mendengar pembicaraan kami, ayahku menanggapi jawabanku.

Dia tertawa. "Ahaha, hanya untuk saat ini saja kau terlihat seperti anak yang normal. Apa kau berniat untuk melakukan pertarungan kumbang di sekolah? Itu benar-benar nostalgia, ayah juga pernah melakukannya dulu," ujarnya.

Tapi, mendengar itu aku memiringkan kepalaku dengan bingung.

Tampaknya dia sudah salah paham.

"Siapa yang bilang itu untuk petarungan? Aku berniat untuk menjual mereka, karena saat ini pertarungan kumbang badak sedang menjadi tren di sekolahku. Aku yakin itu akan terjual dengan harga yang mahal," sanggahku.

"Kau benar-benar, tidak bisakah kau sedikit saja berperilaku seperti anak yang normal?" balas ayahku kembali dengan perkataan yang sulit dimengerti untuk anak normal sepertiku.

Apa yang orang tua itu katakan?

Aku jelas-jelas anak normal yang hanya suka dengan uang.

Semisalnya aku disuruh untuk memilih apakah aku mau kekuatan super atau kekuatan yang dapat menghasilkan uang dengan mudah. Aku pasti tanpa ragu akan memilih pilihan yang kedua.

Aku tidak jauh berbeda dari anak pada umumnya.

"Onii-sama, apa nanti Shina boleh ikut denganmu?" tanya Shina dengan senyumannya yang polos.

Aku mengelus kepalanya. "Tentu saja, mari kita cari bersama," jawabku dengan senyuman yang lebar.

Mendengar itu, dia terlihat sangat senang.

Yah, lagipula Shina memiliki tubuh yang lemah, jadi dia sangat jarang bisa pergi bermain keluar seperti ini. Karena itu, dia juga tidak memiliki teman untuk diajak main, jadi wajar saja jika saat ini dia sangat menantikan piknik kali ini.

Ya ampun, kurasa nanti aku akan mengajaknya untuk main keluar kapan-kapan setelah pulang dari piknik ini. Meskipun dia memiliki tubuh yang lemah, seharusnya itu baik-baik saja jika aku menjaganya.

Saat aku memikirkan bagaimana caranya untuk membantu Shina membuat teman, tiba-tiba ayahku menghentikan mobilnya secara mendadak, itu membuatku sedikit terkejut.

"Ada apa, yah? Kenapa kau tiba-tiba berhenti?" tanyaku dengan kesal dan mencondongkan tubuhku ke kursi depan untuk melihat apa yang terjadi.

Tapi, ketika itu juga—

"Riku! Menunduklah!" Ayahku tiba-tiba berteriak dengan panik dan mendorongku kembali ke kursi belakang.

"Aduh! Apa yang—" Itu membuatku tersentak kaget, tapi suaraku berhenti begitu terdengar suara keras dari kaca mobil yang pecah.

'Ctar!'

"Huh?"

Di saat yang bersamaan, pikiranku langsung berhenti bekerja, jantungku berdegub kencang, dan nafasku menjadi tidak beraturan.

'Zruut!'

Tepat di depan mataku, aku melihat tubuh dari kedua orang tuaku yang tertusuk oleh sebuah pipa besi. Benda itu dengan kejam menembus perut dan dada mereka ketika mereka berusaha melindungi kami dengan tubuh mereka sendiri.

"Hah! Hah! Hah!" Nafasku terengah-engah dan tubuhku kejang-kejang.

Saat melihat itu, ayahku mengulurkan tangannya secara perlahan-lahan dan dia membelai pipiku dengan tangan yang dipenuhi oleh darahnya sendiri. Itu membuat alis mataku terangkat.

"Jagalah adikmu, Riku. Kau anak yang kuat dan juga pintar, jadi aku yakin kau pasti bisa melakukan semuanya sendiri jauh lebih baik dari pada ayah," ucapnya dengan senyuman lembut.

Apa yang orang ini katakan?

Ini bukan saatnya untuk itu, jika aku bergerak untuk meminta pertolongan, pasti mereka masih sempat untuk diselamatkan.

Ini masih belum terlambat.

"Uuh, ayah…"

Pada saat itu juga, adikku yang sebelumnya pingsan karena benturan, akhirnya mulai bangun dan membuka matanya secara perlahan-lahan.

Tapi, aku segera menariknya ke dekatku dan menutup matanya. Dia tidak boleh melihat ini, sekalipun otakku sulit untuk bekerja, tapi aku tau bahwa anak ini tidak boleh sampai melihat apa yang saat ini kulihat.

"Eh, O-Onii-sama? Ada apa? Shina tidak bisa melihat apapun," ujar anak itu yang masih kebingungan dengan apa yang terjadi.

Tapi, aku tidak berniat untuk membiarkannya tau apa yang terjadi, jadi aku semakin kuat memeluk tubuhnya di dekatku dan menutup matanya dengan tanganku yang gemetar.

Sial, apa yang harus kulakukan?!

Aku tidak bisa bergerak dari sini, sedangkan tenggorokanku saat ini sudah mati karena aku tidak dapat mengatur nafasku dengan benar. Padahal aku harus segera menolong mereka, kenapa hanya pada saat ini pikiranku terhenti?!

"Onii-sama, ini sakit! Tolong lepaskan Shina! Apa yang sebenarnya terjadi?!" teriak Shina yang mencoba untuk menarik tanganku dari matanya.

Tidak, itu tidak boleh.

Dia tidak boleh sampai melihat ini.

Apapun yang terjadi, aku tidak boleh sampai membiarkan Shina untuk melihat ini.

"Shina, ibu yakin kau akan tumbuh menjadi gadis yang cantik di masa depan," ujar ibuku.

Selagi aku dengan erat memeluk tubuh Shina, ibuku mengulurkan tangannya kepada Shina dan dia mengelus kepalanya dengan lembut.

"Ibu?"

Shina terlihat bingung, tapi ibu mengabaikannya dan terus mengelus kepala anak itu dengan air mata yang mulai menetes. Aku merasakan sesak di dadaku, seakan ada batu yang menimpaku.

"Shina, tolong maafkan ibu. Maafkan ibu karena tidak bisa melahirkanmu dengan tubuh yang kuat. Ibu yakin Shina juga ingin bermain keluar bersama kakakmu, kan? Pergi ke sekolah bersama dan bermain dengan teman-temanmu. Tolong maafkan ibu karena tidak bisa memenuhi semua itu."

"Ibu? Ada apa? Apa ibu menangis?"

"Jangan khawatir, Shina. Kau memiliki seorang kakak yang sangat hebat di seluruh dunia. Jadi, ibu yakin dia bisa menjagamu dengan baik. Mulai sekarang, kau harus menuruti apa yang kakakmu katakan, apa kau mengerti? Jadilah gadis yang baik. Ibu sangat menyayangimu."

"…."

Shina hanya terdiam, karena tidak tau apa yang sebenarnya terjadi, dia juga tidak tau bagaimana caranya menanggapi semua yang ibuku katakan.

Sesaat kemudian, ibu mengulurkan satu tangannya lagi ke arahku dan mengelus kepalaku, alis mataku terangkat. Perasaan hangatnya ketika menyentuh kepalaku, itu bagaikan matahari yang melelehkan hatiku.

Hanya dengan itu saja, aku ingin menangis.

"Riku, jagalah pola makanmu dengan benar. Sekalipun ibu tidak bisa memasakkanmu lagi, kau tetap harus makan yang banyak. Jika kau sudah besar, kau tidak boleh sering begadang, dan jika kau ingin bermain game, kau hanya boleh bermain game satu jam sehari, apa kau mengerti?"

"...."

"Aku yakin suatu hari kau akan menjadi orang yang hebat, tapi saat itu kau tidak boleh sombong. Kau juga harus memperhatikan sekitarmu dengan baik dan membantu setiap orang yang memerlukan bantuan, dan juga— Oh ya ampun, apa itu terlalu banyak? Maaf, ibu terlalu banyak bicara," ujar ibuku sambil tertawa kecil, membuatku merasa sakit.

"…."

Aku hanya menunduk dalam diam dengan tubuh yang masih gemetar. Aku berusaha keras untuk menahan mataku yang mulai panas dan ingin menangis.

Kenapa?!

Kenapa semuanya menjadi seperti ini?!

Berbagai pikiran memenuhi kepalaku, tapi tidak ada satupun dari mereka yang menenangkanku. Hanya ada perasaan sakit yang terus meronta-ronta di dalam hatiku. Saat melihat itu, ayahku tiba-tiba berkata dengan senyuman lebar.

"Oy oy, ada apa itu? Sejak kapan anakku menjadi laki-laki yang cengeng. Tumbuhlah jadi anak yang kuat Riku, dan suatu hari carilah wanita hebat seperti ibumu! Saat kau telah menemukannya, kau harus menjaga dan melindunginya apapun yang terjadi, apa kau mengerti?" ujar pria itu.

"…." Aku mengepalkan tanganku.

"—Oh, tapi kau juga tidak boleh melupakan adikmu juga! Jika Shina digoda oleh laki-laki sampah, saat itu juga kau harus melindunginya dengan benar, atau ayah akan marah!" lanjut ayahku.

"...." Aku terdiam, tapi hatiku tidak.

Kau benar-benar ayah yang bodoh, kenapa hanya pada saat seperti ini saja kau mengatakan sesuatu yang bagus seperti seorang ayah biasa?

Apa kau bermaksud untuk menghiburku?

Bukankah seharusnya ada sesuatu yang ingin kau katakan selain itu, kenapa kau malah memikirkanku?

Jangan meremehkanku, itu sama sekali tidak membuatku senang kau tau. Jika kau memang ingin menghiburku, lakukanlah dengan lebih baik lagi, dasar bodoh. Apa kau pikir aku tidak tau apa yang sedang kau pikirkan?

Tidak sepertimu, aku bukan orang bodoh. Aku paling paham dengan situasiku sendiri.

Sial...

... Inilah kenapa aku tidak bisa membencimu.

Dasar bodoh.

Aku menahan dengan sekuat tenaga air mataku agar tidak tumpah. Kemudian, aku menjawab semua perkataan mereka dengan senyuman lebar.

"Serahkan kepadaku! Aku pasti akan melakukannya dengan baik!"

Saat mereka mendengar itu, mereka berdua tersenyum dengan wajah yang tenang. Setelah itu, mereka mulai bergerak kembali, mengerahkan semua sisa tenaga yang mereka miliki, mereka memeluk tubuh kami berdua dengan lembut.

"Tolong maafkan kami karena tidak bisa terus bersama kalian," ucap ibuku.

"Jagalah diri kalian baik-baik," ucap ayahku.

"Kami sangat mencintai kalian berdua," ucap mereka berdua sambil memeluk kami dengan penuh kasih sayang.

Kemudian—

"...."

—Tubuh mereka runtuh dan mereka akhirnya menghembuskan nafas terakhir mereka tepat di hadapanku.

Pada saat itu juga, sambil menggigit bibirku dengan penuh penyesalan, air mata yang selama ini kutahan, akhirnya terjatuh juga.

"Hiks! Hiks…! Ayah…, Ibu…"