Susi tiba di rumah setelah pulang dari rumah Ajeng, setelah merapikan sepatunya Susi masuk ke dalam dan langsung di sambut oleh raut wajah kakaknya yang terlihat khawatir.
"Susi !" ucap Susan dengan nada tinggi. Susi terkejut mendengarnya hingga hampir membuatnya terjatuh ke belakang.
"ehh, ke…..kenapa kak ?" tanya Susi dengan gugup, ia tidak mengira kakaknya akan se marah itu padanya.
"sudah jam berapa ini, kamu tidak tau apa kalau kakak khawatir !?" lanjut kakaknya memarahi adiknya.
"tapi kan Susi sudah kabari lewat SMS tadi sore, emang kakak belum baca ?" ucap Susi berusaha membela dirinya.
"ka…kakak gak tau cara lihatnya" Jawab Susan dengan sedikit gugup.
Susi tercengang mendengar jawaban kakaknya itu, ia tidak mengira kakaknya bisa se kolot itu hingga tidak tahu cara mengecek SMS yang masuk.
"hadeh kakak ini lahir di zaman apa sih sampe begitu saja tidak bisa" ucap Susi sambil berjalan pelan mengacuhkan kakaknya dan berjalan menuju kamarnya.
"kamu mau kemana, kakak masih bicara disini !" ucap Susan memanggil adiknya yang hanya berlalu begitu saja.
"ADOS !" jawab Susi singkat, ia lalu masuk ke kamarnya dan bersiap untuk membersihkan diri.
Seperti biasa Susi merendam tubuhnya di dalam bak mandi yang ber isikan air hangat yang di campur dengan rempah, dengan di sertai suara air mengalir dan bunyi jangkrik dari langit langit kamar mandi Susi mencoba merilekskan tubuh dan pikirannya namun tiba tiba Susan mengajaknya bicara dari luar kamar mandi.
"Susi, kamu bisa mendengar suara kakak ?" ucap Susan berusaha memanggil adiknya.
"kakak minta maaf karena tidak melihat SMS yang kamu kirim, kakak hanya tidak tenang kalau kamu belum Kembali sampai malam seperti ini" lanjut Susan meminta maaf karena merasa terlalu kasar sebelumnya.
"Susi, kamu tidak marah kan?" tanya Susan memastikan keadaan psikis adiknya baik baik saja.
"enggak kok" jawab Susi singkat.
"Susi yang harusnya minta maaf karena membuat hati kakak tidak tenang" lanjut Susi, ia juga merasa tidak enak karena telah membuat kakaknya khawatir.
Keduanya lalu saling terdiam dalam kecanggungan, tidak tau harus berkata apa. Susi teringat jika ada yang ingin di sampaikan kepada kakaknya mengenai pengukuhannya menjadi anggota resmi senshado dan mengenai apa yang ia temui dari penyelidikannya di pusat federasi Senhado di Kyoto.
"kak" panggil Susi
"iya Adhine ?" jawab Susan.
"ada yang...mau Susi bicarakan" lanjut Susi dengan sedikit gugup.
"mau tanya apa adhine ?" tanya Susan menyambut baik keinginan adiknya.
"ummmm....nanti deh, selesai mandi, sekarang Susi mau nyegerin badan dulu" ucap Susi memutuskan untuk mengundur pembicaraannya sampai ia selesai mandi.
"kalau begitu kakak tunggu di ruang tengah ya, nanti kakak buatkan teh Jahe" ucap Susan dengan hangat, ia kemudian beranjak menuju dapur untuk menyiapkan minuman penyegar yang akan di berikan kepada adiknya itu.
"matur nuhun mbakyu" ucap Susi sambil tersenyum kecil, ia menyadari di balik sikap kakaknya yang agak keras masih ada sifat lembut dan penuh pengertian.
Setelah membersihkan tubuh dan mengganti pakaiannya Susi menyusul kakaknya yang sudah menunggu di ruang tengah, di meja yang di kelilingi sofa rotan sudah tersedia segelas teh jahe hangat yang di siapkan kakaknya sebelumnya.
"Sugeng rawuh Adhine" ucap Susan menyambut kedatangan adiknya, kali ini dengan senyum dan keramahan.
"Sugeng Dalu mbakyu" ucap Susi.
Susi duduk di sofa menghadap ke arah kakaknya yang di pisahkan oleh sebuah meja pendek yang terbuat dari rotan, di atas meja itu telah di sajikan teh Jahe yang masih hangat, Susi langsung menyeruput teh itu untuk menghangatkan tubuhnya.
"jadi, gimana tadi di rumah Ajeng?" tanya kakaknya penasaran.
"kita bikin Soto bareng, lalu setelah jadi kita masak Bersama sama" jawab Susi.
"heeee emang kamu bisa bikinnya ?" ejek Susan.
"bisa lah, kan juga kalau di rumah ibu Susi yang sering masak, jadi sedikit banyak Susi tau tentang masakan tradisional seperti Soto" ucap Susi membanggakan kemampuannya yang ia asah dan ia dapatkan selama ia berada di rumah orang tuanya di daratan.
"iya iya, Adik kakak memang hebat" ucap Susan memuji kehebatan adiknya itu, padahal Susan sendiri punya skill memasak yang tidak kalah hebatnya, namun sebagai kakak ia mengesampingkan ego nya agar dapat melihat adiknya tersenyum.
Susi terus menikmati teh yang di buat kakaknya, racikan kakaknya itu memang tidak ada duanya dan selalu memberikan efek menyegarkan yang instan, rasa teh nya juga tidak berubah meski di campur dengan potongan jahe. Saat Susi sedang menikmati minumannya Susi teringat dengan hal yang ingin di bicarakannya dengan kakaknya, Susi merasa canggung karena ia tahu apa yang akan di bicarakannya dapat merusak mood kakaknya dan membuat hubungan mereka Kembali melonggar, namun meski begitu ia memutuskan untuk tetap membahas apa yang perlu ia bicarakan.
"Mbakyu" ucap Susi pelan.
"iya Adhine" jawab Susan dengan lembut.
"Susi tadi siang habis dari Kyoto, ke Pusat Federasi Senshado di Jepang..." ucap Susi memulai pembicaraannya.
"kenapa catatan pertandingan terakhir kita melawan Van Oranje di hapus dari catatan resmi Federasi ?" lanjut Susi menjelaskan apa yang ia temukan selama investigasi nya di Kyoto.
"apa kamu menuduh kakak melakukannya, Susi ?" tanya Susan dengan serius.
Benar apa yang Susi duga, Mood kakaknya langsung berubah begitu cepat dan raut wajahnya mulai menampakkan ekspresi yang tidak membuat nyaman, namun Susi tetap harus menemukan kejelasan, jika tidak temuannya hanyalah sia-sia belaka.
"Susi tidak mungkin menuduh sembarangan tanpa bukti, Susi hanya mau tau apakah kakak tahu soal hal ini atau tidak, itu saja" Jawab Susi berusaha untuk mencairkan Kembali suasana.
Susan hanya diam seribu Bahasa dan memalingkan pandangannya, Susi tau kakaknya memendam sesuatu, ia terus menekan kakaknya agar mengeluarkan apa yang di pendam kakaknya itu.
"apa yang sebenarnya terjadi kak, Susi hanya ingin tahu itu" ucap Susi melanjutkan.
"kakak adalah tank bendera saat itu, bagaimana kakak bisa kalah, dan kenapa kakak terlihat sangat terluka dengan kekalahan itu?" tanya Susi semakin meruncingkan pertanyaannya.
"kakak tidak mau membicarakannya, mengingatnya pun kakak tidak mau" ucap Susan dengan nada sendu.
"kenapa tidak ada yang mau mengerti" lanjut Susan, kali ini Susan tidak dapat menahan perasaannya, tangis kecil mulai terdengar dan air mata mulai menetes dari pelupuk matanya.
Susi merasa iba melihat kakanya, orang yang biasanya terlihat kuat dan tegas di sekolah ternyata juga dapat menjadi lemah, kakaknya tidak sempurna, ia seperti manusia lainnya yang juga dapat tersakiti perasaannya.
Susi mendekati kakaknya yang membelakanginya, ia mendekap kakaknya dan meletakkan kepalanya di bahu kiri kakaknya berusaha menenangkan kakaknya.
"Susi paham kak, kakak sepertinya sudah melalui banyak kesulitan" ucap Susi dengan lembut.
"kakak jangan sedih lagi, Susi akan membayar kegagalan kakak sebelumnya, Susi janji" lanjut Susi, ucapannya itu berhasil meyakinkan kakaknya untuk sejenak tidak merenungi pengalaman pahitnya.
"matur nuhun, adhine" ucap Susan.
"sami sami mbakyu" jawab Susi.
Susan membalikkan tubuhnya dan kedua kakak beradik itu berhadapan.
"beberapa hari dari sekarang aka nada pengukuhan untuk anggota Senshado dari kelas 1, kakak datanglah, dan lihat kemampuan Susi sebagai penerus dari aliran Ayu" pinta Susi pada kakaknya.
"kakak akan pertimbangkan hal itu" jawab Susan singkat.
Susi agak kecewa dengan jawaban kakaknya karena terdengar seperti hal yang tidak pasti, tapi itu sudah lebih dari cukup buatnya.
"kalahkan mereka semua, tanpa pamrih, tanpa keraguan, tanpa nafsu, itulah bentuk senshado yang kita anut" ucap Susan memberikan saran kepada adiknya, saran yang sebenarnya tak pernah di lupakan oleh Susi namun selalu memberikan semangat setiap kali ia mendengarnya kembali.
"nggih, mbakyu" ucap Susi sambil tersenyum dan mengangguk kecil, ia berjanji untuk tidak mengecewakan kakaknya dalam pertandingan yang akan datang, dan akan membawa kemenangan atas nama aliran senshado keluarganya.