webnovel

Gentar Almaliki

Gentar merupakan seorang pemuda yatim piatu, berkelana ke pulau Juku untuk menuntut ilmu agama dan belajar ilmu bela diri. Hal tersebut, semata-mata untuk menghindari orang-orang yang selama ini selalu menghina dan meremehkannya. Akan tetapi, Gentar tidak mempunyai dendam terhadap mereka. Ia bertolak dari pulau Kaliwana menyebrangi lautan menuju ke pulau Juku atas petunjuk dari seorang pengurus Masjid yang berada di desa tempat tinggalnya, dan juga sudah menjadi tekad yang kuat dalam dirinya untuk mengasingkan diri dari keramaian. Hingga pada akhirnya, Gentar tiba di sebuah hutan yang ada di pulau Juku, dan di tempat tersebut ia bertemu dengan seorang pria berusia senja yakni–Ki Ageng Raksanagara yang sudah berdiam diri dan menyepi di bawah kaki gunung Kalingking selama bertahun-tahun lamanya. Kemudian, Gentar pun mengajukan diri kepada Ki Ageng Raksanagara untuk menjadi muridnya. Dengan senang hati, Ki Ageng menerima Gentar sebagai muridnya. Banyak hal yang Gentar dapatkan selama tinggal bersama Ki Ageng, Gentar tumbuh menjadi seorang pemuda berakhlak baik dan bijaksana, serta mempunyai kesaktian tinggi dalam ilmu kanuragan.

Gumilar79 · Fantasia
Classificações insuficientes
60 Chs

Tiga Jurus dari Syaikh Maliki

Usai bersuci, Gentar segera duduk bersemedi menghadap ke barat dengan memegang sebuah tasbih.

"Semoga kau berhasil, aku akan pulang sekarang," ucap Ki Ageng Raksanagara.

"Doakan aku, Guru!" Gentar meraih tangan Ki Ageng dan menciumnya penuh rasa hormat.

Ki Ageng Raksanagara hanya tersenyum sambil mengelus lembut pundak Gentar. Setelah itu, ia pun segera bangkit dan mengucapkan salam, "Assalamualaikum." Ia langsung berlalu dari hadapan Gentar.

"Wa'alaikum salam," jawab Gentar.

Kemudian, segera bersiap memulai tirakatnya malam itu. "Bismillahirrahmanirrahim," ucapnya lirih sambil memejamkan matanya.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara harimau menggeram di sebuah semak belukar dekat dengan posisinya yang sedang khusyu berdzikir.

Harimau tersebut, bukanlah harimau biasa. Akan tetapi itu merupakan jelmaan dari bangsa jin yang mendiami wilayah tersebut yang sengaja datang untuk mengganggu konsentrasi Gentar yang tengah melakukan tirakat demi mendapat sebuah ilmu laduni dari guru sejatinya.

"Ya, Allah! Lindungi hamba dari terkaman binatang buas itu!" ucap Gentar dalam hati. Ia mengira bahwa harimau tersebut merupakan harimau biasa yang ada di hutan itu.

Kemudian, ia melanjutkan dzikir dengan duduk bersila dan mata dalam keadaan tertutup rapat. Dari mulutnya terus menerus membaca kalimat tahlil, takbir, dan tasbih sesuai yang dianjurkan Ki Ageng Raksanagara.

Beberapa jam kemudian, terdengar hentakkan kaki seperti pijakan kaki seseorang yang sedang melangkah mendekatinya.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan tiga kali, seperti seseorang sedang menghentakkan tongkat ke sebuah batu besar yang ada di belakangnya. "Tuk ... tuk ... tuk ...."

"Hai, Anak muda!" ucap seseorang berseru.

Gentar sedikit panik, namun ia tetap bertahan dan terus berdzikir. Gentar berusaha untuk tidak mengindahkan suara seruan itu.

"Buka matamu dan berikan perlawanan untukku jika kau ingin bertahan hidup!" ucap suara itu menggema di daun telinga pemuda yang mempunyai tekad kuat itu, dan suaranya terdengar sangat dekat seakan-akan berada di hadapan Gentar.

Perlahan, Gentar mulai membuka mata. Sungguh terkejut ketika ia melihat penampakkan manusia berkepala harimau dengan taring yang sangat tajam serta mulut berlumuran darah segar.

Gentar bangkit dan mundur beberapa langkah ke belakang, "Ya, Allah! Lindungi hamba," ucap Gentar dalam hati.

Sungguh takut dan panik melihat pemandangan seperti itu, "Kau siapa?" tanya Gentar diselimuti oleh rasa takut yang begitu hebat.

Makhluk itu tertawa dan membentangkan tangan seraya menengadahkan wajah ke atas, "Hahaha ... hahaha ... hahaha ...."

"Aku adalah takdir yang harus kau hadapi!" jawab makhluk berkepala harimau itu tampak jumawa.

Tiba-tiba, ada sebuah sinar hijau yang terpancar dari atas air terjun, cahayanya terlampau terang sehingga tidak jelas benda apakah itu. Kemudian melesat dan masuk ke dalam raga Gentar.

Gentar merasakan ada getaran hebat dalam tubuhnya. Seakan-akan, cahaya hijau yang merasuk ke dalam tubuhnya itu memberikan kekuatan yang sangat luar biasa.

Penampakkan cahaya terang itu, hanya dilihat dan dirasakan oleh Gentar saja. Sementara makhluk yang berkepala harimau itu tidak mengetahuinya sama sekali.

Tiba-tiba terdengar suara bisikan lirih menggema ke dalam gendang telinga Gentar, "Hadapi makhluk itu! Kau pasti bisa, dalam tubuhmu sudah ada kekuatan laduni yang tidak tidak terlihat oleh makhluk itu!" Suaranya terdengar seperti suara seorang pria berusia senja, nyaring namun sedikit terdengar parau.

"Kau akan aku mangsa dan akan aku jadikan budak di istanaku!" gertak makhluk itu penuh ancaman.

Tanpa terduga makhluk itu bergerak cepat dan mengarahkan cakar yang sangat tajam hendak menerkam dan merobek tubuh Gentar.

Tanpa Gentar sadari tubuhnya pun bergerak cepat menghindari terkaman makhluk berkepala harimau itu.

Entah kekuatan apa yang merasuk dalam tubuh Gentar, tangannya bergetar hebat dan langsung menghajar kepala makhluk itu dengan begitu kerasnya, hingga membuat tubuh makhluk itu terpental jauh.

"Ya, Allah! Kenapa aku menjadi seperti ini? Siapa dan makhluk apa yang merasuk dalam tubuhku?" Gentar termangu mengamati telapak tangannya.

Gentar sungguh tercengang akan kesaktian yang tiba-tiba hadir dalam dirinya. Jika dipikir secara logika, sangatlah tidak mungkin hal itu bisa terjadi apalagi yang berhasil ia kalahkan bukanlah makhluk biasa, dia merupakan siluman harimau yang berkuasa di tempat tersebut.

Ketika Gentar dalam keadaan bingung, tiba-tiba terdengar suara parau berkumandang di daun telinganya. Akan tetapi, hanya suaranya saja, sementara wujudnya belum menampakkan diri .

"Tenanglah, Anak muda! Di kemudian hari kau akan tahu sendiri apa yang ada dalam tubuhmu!" ucapnya bernada sumbang.

Beberapa saat kemudian, angin berhembus kencang seiring dengan kemunculan sesosok pria tua berjubah putih dengan berselendangkan sorban hijau tua bergaris hitam. Pria tua itu tersenyum memandang wajah Gentar. Kemudian, ia berkata, "Mulai malam ini, kau bisa memulai belajar ilmu Kanuragan dengan rajin!"

Mendengar ucapan dari orang tua misterius itu, Gentar tampak semringah. Seketika tumbuh rasa semangat dalam dirinya.

Sungguh tidak menyangka, hanya dengan tirakat beberapa jam saja, ternyata dirinya sudah menemukan kejadian aneh di luar nalar yang akan menghantarkan dirinya menjadi seorang pendekar pilih tanding. Saking senangnya, Gentar segera menghampiri orang tua itu.

"Sepertinya, aku ...," ucap Gentar terhenti sejenak.

Orang tua itu langsung memotong ucapan Gentar, "Tidak usah kau bersimpuh di kakiku! Aku tidak akan mengangkat dirimu sebagai muridku. Asal kau tahu, aku hanya menunjukkan kekuatan dzikir kepadamu, belajarlah kepada gurumu yang nyata!" kata orang tua itu, enggan kalau dirinya dipanggil sebagai guru oleh Gentar.

Gentar menghentikan langkahnya, seketika dalam benaknya berpikir, "Kenapa kakek tua ini bisa tahu apa yang hendak aku lakukan?"

"Aku titip nama untukmu!" kata orang tua itu tak hentinya tersenyum.

Tampak kerutan di kening Gentar semakin mendalam, menandakan dirinya sangat bingung akan ucapan orang tua yang ada di hadapannya itu.

Pada saat Gentar diselimuti rasa penasaran, orang tua itu sudah meraih sebilah pedang pusaka, dan langsung ia serahkan kepada Gentar seraya berkata, "Dalam kurun waktu sepuluh tahun ini, aku sudah menciptakan beberapa jurus tingkat tinggi dan keahlian dalam mempergunakan pedang ini."

Gentar tampak tidak percaya dengan kenyataan yang ia alami malam itu, tubuhnya bergetar ketika menerima sebuah pedang pusaka dari orang tua itu.

Pedang tersebut terlihat sangat mewah dengan balutan perak dan terukir huruf Arab di bagian gagangnya, menandakan bahwa pedang itu bukanlah pedang biasa. Lantas, Gentar pun segera meraih pedang tersebut dari tangan orang tua itu.

"Terima kasih, Guru," ucap Gentar menundukkan kepala di hadapan orang tua itu.

"Aku Syaikh Maliki, jadi kau tidak boleh memanggilku guru. Karena aku bukan gurumu!" kata Syaikh Maliki tersenyum-senyum.

Gentar mengangkat kepalanya dan meluruskan pandangan ke wajah Syaikh Maliki. Ia tampak bingung, dan merasa penasaran.

"Lantas aku harus memanggilmu apa?" tanya Gentar mengerutkan kening dan tidak melepas pandangannya.

*