webnovel

BAB 3

Gre membawa Alphardnya dengan kelajuan sedang. Rambutnya ia biarkan tergerai. Terlihat seperti model rambut yang berantakan. Melewati jalanan yang lengang, membuat gadis dua puluh tahun itu mengingat kilas balik sejarah hidupnya 5 tahun silam. Tepat dimana dirinya yang masih belia berlari tanpa arah diatas jalanan ini. Mengenakan gaun putih yang lusuh, rambut urak-urakan. Jeritannya menggaung di sepanjang jalan.

"Time flies! Dan gue melewatinya."

Tanpa disadari bibirnya mengatakan hal tersebut kepada dirinya sendiri sembari melihat jalanan yang hampir seperti gurun pasir. Gersang. Pepohonan dikiri dan kanannya pun benar-benar mengering. Jalanan itu tidak pernah berubah sedari dulu. Ia hapal betul. Bahkan, jika harus menyetir atau berjalan sambil memejamkan mata dia tetap bisa melaluinya.

Ciitt!

Kaki jenjangnya menginjak rem mobil. Kendaraan mewah hasil keringatnya sendiri itu berhenti di depan gedung lama yang terlihat tidak berpenghuni. Tampilan luarnya penuh semak belukar. Sampai merambat ke dinding.

Grera turun dari mobilnya. Membuka kacamata hitamnya dengan elegan. Berjalan anggun ke arah pintu masuk gedung tersebut. Gre tidak asing dengan tempat ini. Itu makanya ia tetap berjalan penuh percaya diri.

Setelah melihat ke kanan dan kirinya untuk memastikan tidak ada yang mengikutinya, jari tangan Gre membuka dedaunan kering yang menutupi engsel pintu. Muncul beberapa tombol numerik. Gadis itu menekan enam digit angka untuk membuka pintu tersebut. Password yang sudah lama diberikan oleh Shadow untuknya.

Gre adalah bagian dari jaringan mereka. Satu-satunya wanita di organisasi tersembunyi ini. Itu sebabnya ia memiliki akses.

Dua daun pintu itu terbuka lebar. Kaki Gre melangkah masuk.

Jreet! Suara pintu tertutup rapat dengan sendirinya.

Suara langkah kaki Gre terdengar santai. Menggema pada seisi ruangan yang bercahaya merah.

Pada ruangan utama, berjejer pria berjas hitam rapi. Mereka adalah pengawal Shadow.

Gre berjalan disekitarnya. Melihat-lihat koleksi lukisan Shadow dengan takjub. Ini memang kesekian kalinya ia menginjakkan kaki ditempat ini. Shadow selalu memperbarui ruangannya. Apapun itu, asal berkaitan dengan seni.

"Are you here?" tanya pria yang saat ini sudah berdiri dibelakang Gre.

Gadis itu membalikkan tubuhnya, menghadap ke arah pria yang mengenakan topeng hitam.

Kedua tangan Gre sengaja ia lipatkan di atas dada. Setelah melihat Shadow, ia menghela napasnya dengan gusar. Gurat wajah kecewanya muncul.

"Gue kira lo udah berubah. Tapi, masih sama aja. Masih belum buka topeng dari dulu. Padahal, kita udah jadi rekan. Apa salahnya saling terbuka. Kita tim, perlu kerja sama." Gre mengeluh. Ia pikir sebelumnya bahwa hari ini dirinya bisa melihat wajah asli Shadow. Ternyata tidak. Padahal sudah lima tahun lebih mereka bekerja sama. Shadow sudah menjadi bos Gre. Tapi gadis itu tidak pernah diberi kesempatan untuk melihat wajah Shadow. Memang bukan hanya dirinya semua yang bekerja di bawah kaki tangan pria bertopeng itu tidak ada yang tahu bagaimana bentuk wajah Shadow.

Tanpa diperintah, Gre menempelkan bokongnya disofa mewah beludru.

Pria itu ikut duduk berhadapan dengan Lona. Dibalik topeng, bibirnya itu sedikit tertarik. Keluhan Gre terdengar geli ditelinganya.

"Bukan waktunya mengomentariku. You have an urgent mission that you must complete!" Suara berat Shadow sampai ke telinga Gre dengan jelas.

Greta langsung merubah posisi duduknya. Ia meluruskan badannya tepat ke arah Shadow. Melipatkan kaki jenjangnya.

"I've heard that, dari Vinson."

"Great!" sahut Shadow.

"But, Gue ragu," ujar Gre. Mencoba untuk memberitahu ketidaksiapannya dengan target baru.

"Why? It is 1 milyar fees for you!" Shadow menyebutkan tarif yang akan didapatkan Gre pada misi penting ini.

Tanpa melirik ke arah Shadow, kepala Greta menggeleng. Matanya tertuju pada satu objek lukisan buah apel merah di dinding. Yang kini sejajar dengan matanya.

"Gue enggak mau nerima misi ini kalau jejak keburukan target nggak terdeteksi. Dia pejabat bersih. Dukungannya dimana-mana. Gue nggak mau usik." Greta memberitahu alasannya tidak mau menerima tawaran Shadow.

Mendengar hal itu, Shadow menatap Gre lekat-lekat. "Justru karena data buruknya nggak terdeteksi, kamu yang akan melakukannya. Kamu yang akan membuka semua keburukan itu didepan publik."

Gre lagi-lagi menggeleng. Sebelum mengunjungi Shadow, ia sudah lebih dulu melakukan riset kepada calon target mereka. Si Arjun yang merupakan sosok pemimpin sempurna. Berjiwa muda. Merakyat pula. Gre hampir tidak menemukan kecacatan apapun di sosial medianya dari komentar netizen. Aksi sosial Arjun tinggi. Milyader yang kaya raya, dermawan juga. Niatnya terjun ke dunia politik bukan untuk uang semata, tapi hanya pengabdiannya kepada negara tercinta.

"Gue nggak mau. Please, jangan paksa. Silahkan cari orang lain untuk ngelakuin misi ini. Atau.... lo sendiri yang turun tangan," tolak Gre lagi. Kalimat akhir yang ia ucapkan sengaja ditegaskan. Agar Shadow mendengar dengan jelas.

Shadow tampak terdiam. Entah bagaimana mimik wajahnya dibalik topeng itu. Gre tidak bisa menebaknya.

Televisi yang terpampang dihadapan mereka menyala. Menampilkan siaran berita terbaru. Tentang Shamir, si pejabat yang dikenal dengan cuitan tegasnya disosial media. Kini, tertangkap bagai ayam yang kalah bertarung. Semua siaran televisi sedang membicarakannya. Itu semua berkat Gre. Berkat jebakannya merayu Shamir agar memberi mutasi rekening. Dengan langkah cepat jaringan X yang dipimpin Shadow menyebarkannya pada semua lini media sosial. Lalu, dengan cepat juga diliput ke televisi.

"Aku selalu percaya pada kekuatan media sosial. Berkar bantuan para netizen, sebuah kasus akan cepat terdengar seantero bumi. Dari pada harus melaporkannya kepada pihak yang berwajib, urusan surat-menyurat akan memakan waktu lama." Begitu jawaban Shadow pada suatu hari ketika Gre bertanya mengapa ia selalu menampilkan kasus para pejabat kotor di media sosial.

Setelah mereka sama-sama terdiam mendengarkan seorang jurnalis meliput berita Shamir, Gre angkat bicara. "Gue dateng kesini cuman mau ambil bonus. Meski gue tahu, lo pasti bisa transfer ke rekening gue. Tapi Vinson bilang lo nyuruh gue yang dateng ke sini."

Shadow menatap ke arah seorang pria yang berdiri disebelahnya. Ia memberi kode untuk segera mengirim uang ke rekening Gre.

"Aku memerintahmu kesini hanya untuk membicarakan tentang misi ini," kata Shadow memberi tahu tujuannya.

"I know. Tapi, gue nggak akan mau ngelakuinnya." Gre tegas menolak. Ia berdiri. Berniat untuk melangkahkan kakinya keluar ruangan.

"How about Vinson?" Tiba-tiba Shadow bertanya tentang Vinson. Sahabat Greta. Orang yang hanya Gre punya didunia ini.

Sontak langkah kaki Gre terhenti. Ia tahu permainan licik Shadow. Ketika pria misterius itu menyebutkan satu nama, maka nama itu akan berada dalam bahaya.

Menahan geram, Gre menelan ludahnya sendiri.

Shadow berjalan mendekati Gre. Ia membisikkan sesuatu tepat ditelinga Gre. "Dia akan melakukan perjalanan bisnis besok pagi atas perintahku. Aku bisa saja menyuruh orang untuk memenggal kepalanya dan memberikannya kepadamu, sebagai hadiah karena menolak misi ini!".